NovelToon NovelToon
INGRID: Crisantemo Blu

INGRID: Crisantemo Blu

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:746
Nilai: 5
Nama Author: I. D. R. Wardan

INGRID: Crisantemo Blu💙

Di balik nama Constanzo, Ingrid menyimpan luka dan rahasia yang bahkan dirinya tak sepenuhnya pahami. Dikhianati, dibenci, dan hampir dilenyapkan, ia datang ke jantung kegelapan-bukan untuk bertahan, tapi untuk menghancurkan. Namun, di dunia yang penuh bayangan, siapa yang benar-benar kawan, dan siapa yang hanya menunggu saat yang tepat untuk menusuk dari bayang-bayang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I. D. R. Wardan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 Punto Interrogativo

Dua hari sudah Ingrid berada di rumah keluarga Constanzo. Selama itu, ia tidak pernah keluar dari kamarnya. Bukan karena tidak bisa, tetapi karena ia tidak ingin. Kamar ini terasa menyesakkan, seolah dindingnya semakin menyempit setiap kali ia mengingat di mana ia berada.

Ia tidak pernah menyangka akan kembali bertemu dengan orang-orang dari masa lalunya yang coba ia lupakan. Dan terlebih lagi, ayah kandungnya. Sejak usia lima belas tahun, ia tahu bahwa Riccolo Verdani bukan ayah biologisnya. Pria itu sendiri yang mengatakannya. Ingrid tidak peduli. Baginya, Ricc adalah satu-satunya ayah yang ia kenal, satu-satunya yang pantas disebut sebagai ayah dan keluarga.

Sekarang, ia harus menerima kenyataan bahwa ayah kandungnya adalah saudara kembar Ricc sendiri, sebuah permainan takdir yang kejam.

Terlalu banyak pertanyaan yang berputar di benaknya. Mengapa nama belakang kedua saudara kembar itu berbeda? Mengapa keluarga bibinya terlihat begitu segan, bahkan takut, pada ayah kandungnya? Dan kenapa insiden penembakan beberapa hari lalu tidak menarik perhatian polisi sama sekali? Semua ini terlalu janggal.

"Syuttt, jangan bilang seperti itu, ada rumor bahwa Ayah dari Marcello itu seorang gangster atau mafia, jadi jangan membuat masalah dengannya."

"Memangnya di sini ada yang seperti itu? Lagi pula itu rumor, seperti yang kau bilang barusan."

"Mafia atau gangster itu bukan rahasia umum lagi di sini, bahkan ada yang bilang bahwa salah satu kelompok mafia yang memiliki kekuasaan paling berpengaruh, ada di kota ini. Yang jelas berurusan dengan orang dari dunia bawah itu berbahaya, Jadi lebih baik berjaga-jaga, meskipun hanya rumor dan belum terbukti jelas tapi tetap harus berhati-hati jika tak ingin ditembak mati oleh mereka."

"Apa yang dikatakan Elsa itu benar adanya?"

Mungkinkah Constanzo benar-benar bagian dari dunia bawah?

Jika mereka adalah La Cosa?

Mata Ingrid meredup. Ia akan mencari tahu. Dan jika memang benar-ia akan membalas semuanya.

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

Hari ini, Ingrid akhirnya keluar dari kamarnya. Dengan bantuan kruk yang diberikan Frenzzio tadi malam, meskipun ia sebelumnya bersikeras tidak akan menerimanya. Jika Frenzzio melihatnya sekarang, pasti dia akan mengejek.

"Kenapa aku memikirkan orang itu? Menyebalkan."

Saat ia berjalan di lorong, beberapa pelayan yang ia temui melempar tatapan penasaran, walaupun tak hanya lirikan dan melihat sekilas. Ingrid mengabaikan mereka, meskipun hatinya tetap terasa tidak nyaman. Rumah ini luar biasa megah, tetapi penghuninya? Ingrid tidak bisa mengatakan hal yang sama.

Setibanya di tangga menuju lantai bawah, ia berhenti.

"Sedikit saja salah melangkah, aku bisa berakhir di rumah sakit lagi," gumamnya.

Seorang pelayan paruh baya mendekatinya. "Nona, sebaiknya gunakan lift saja. Menuruni tangga dalam keadaan seperti ini berisiko."

Ingrid menghela napas lega. "Baiklah. Antar aku ke lift."

Saat turun, ia berjalan menuju halaman belakang. Pandangannya jatuh ke kolam renang yang besar, airnya berkilauan tertimpa sinar matahari.

Jantungnya berdegup kencang.

Ketakutan itu masih ada.

Sejak kejadian di masa kecilnya, saat ia hampir tenggelam di danau-l, ia tidak pernah berada di dekat air dengan jumlah besar. Bahka, bak mandi pun kadang mengingatkannya pada rasa mencekam itu.

Saat ia berdiri di tepi kolam, ia mendengar suara bisik-bisik para pelayan.

"Nyonya Vesa akan segera tiba."

Ingrid mengerutkan kening. Siapa itu Nyonya Vesa?

Penasaran, ia kembali masuk ke dalam rumah. Di pintu masuk, beberapa pelayan sudah berbaris rapi. Tak lama, seorang wanita glamor melangkah masuk. Ia cantik, anggun, tetapi sorot matanya tajam dan penuh perhitungan.

Dari atas tangga, seorang wanita lain turun dengan langkah percaya diri.

"Pelacur sudah kembali," cibirnya.

Vesa tersenyum miring. "Bercerminlah, istri kedua."

Ingrid mengangkat alis. Istri kedua?

Vilia, wanita yang barusan menghina Vesa, tampak marah. Mata Ingrid mengamati interaksi mereka dengan cermat. Ada sejarah kelam di antara mereka.

Lalu, Wesa menoleh ke arahnya.

"Siapa dia?" tanyanya pada seorang pelayan.

"Dia putri tuan Giorgio dan nyonya Vilia, Nyonya."

Sejenak, Vesa tampak terkejut. Kemudian, ia mendekati Ingrid.

Ia menatap Ingrid dari ujung kepala hingga kaki, lalu tertawa. Tawa yang penuh ejekan.

"Jadi ini putrimu, Vilia?" Vesa mengulurkan tangan, mengusap pipi Ingrid dengan lembut. Tapi Ingrid langsung menghindar.

"Di mana kau menyembunyikan berlian ini selama ini?"

Ekspresi Wesa berubah penuh kegembiraan. "Ah, sayang, kau akan menjadi aset berharga. Selamat datang di keluarga Constanzo."

Ingrid tidak suka cara wanita itu menatapnya. Seolah ia bukan manusia, melainkan barang dagangan.

Saat telah Vesa pergi ke kamarnya, Vilia mendekati Ingrid dengan mata berkilat-kilat marah.

"Tidak seharusnya kau ada di sini," desisnya.

Tangan Vilia mencengkeram lengan Ingrid kuat-kuat, lalu menyeretnya ke luar rumah. Ingrid tersentak, tetapi pergerakannya terbatas.

Mereka berhenti di tepi kolam renang.

"DASAR ANAK SIALAN!"

Vilia mendorong Ingrid.

Tubuhnya jatuh ke dalam air.

Dingin. Gelap.

Panik langsung menyergap Ingrid. Ia berusaha menggapai permukaan, tetapi tubuhnya terus tenggelam. Nafasnya tersengal.

Tidak ... Tidak lagi ...

Bayangan masa kecilnya menyerbu benaknya. Danau. Tubuh kecilnya yang tenggelam. Tidak ada yang menolong. Tidak ada yang peduli. Tidak ayah yang akan menyelamatkannya kali ini.

Ia berusaha menendang air, tetapi, tak membantu banyak.

Semua terasa semakin gelap ... dunia seakan membisu.

Sebelum kesadarannya hilang, sebuah bayangan hitam terjun ke dalam air.

Lengan kuat melingkari tubuhnya, menariknya ke atas.

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

Ingrid tersadar, ia terbatuk, air keluar dari mulutnya. Napasnya tersengal.

Seseorang mendekapnya erat.

"Syukurlah ... syukurlah kau baik-baik saja ..."

Marcello.

Ia menarik napas dalam-dalam, tubuhnya masih gemetar. Pandangannya menangkap Vilia, yang hanya berdiri menatapnya dingin, sebelum berbalik pergi tanpa sedikit pun terlihat rasa bersalah pada ekspresinya.

Jantung Ingrid berdebar.

Keluarga macam apa ini?

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

Suasana di ruang keluarga terasa berat, seperti badai yang mengancam bisa meledak kapan saja. Ricc berdiri tegak di tengah ruangan, rahangnya mengeras menahan amarah. Di hadapannya, Ian dan Irina duduk di sofa, sementara Vilia berdiri di sisi mereka dengan tangan terlipat, wajahnya penuh ketidaksenangan.

"Apa yang kalian lakukan tadi bukan sekadar kenakalan!" suara Ricc menggelegar, membuat udara di dalam ruangan terasa semakin menyesakkan. "Kalian mendorong adik kalian sendiri ke danau! Kalian sadar apa yang bisa terjadi kalau dia tidak diselamatkan tepat waktu?"

Ian menunduk, menggigit bibirnya. Tangannya terkepal erat di atas pangkuan, tapi tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Irina di sampingnya hanya menatap lurus, matanya datar seolah tidak merasa bersalah sedikit pun.

"Ricc, mereka hanya anak-anak," Vilia menyela dengan nada membela. "Kau terlalu berlebihan."

"Anak-anak?" Ricc menoleh tajam ke istrinya. "Vilia, mereka hampir membunuh Ingrid!"

"Jangan mengatakan hal yang tidak-tidak," desis Vilia, matanya menyipit tajam. "Mereka tidak bermaksud seburuk itu. Itu hanya insiden kecil. Ingrid pun baik-baik saja, bukan?"

"Baik-baik saja?" Ricc mendengus, tak percaya dengan kata-kata istrinya. "Dia hampir tenggelam! Dan kau ingin aku menganggap ini hal biasa?"

Ian akhirnya membuka mulut. Suaranya kecil, nyaris tidak terdengar. "Kami tidak bermaksud membuatnya tenggelam ... Kami hanya bercanda ..."

"Apakah mendorong saudarimu sendiri ke air yang dalam itu bercanda?" Ricc mendekat, tatapannya menusuk. "Apakah kau tahu betapa takutnya Ingrid? Apakah kau sadar dia bisa mati?"

Ian menggigit bibirnya semakin keras. Irina yang sejak tadi diam akhirnya berbicara, suaranya dingin dan penuh kejengkelan. "Aku tahu dia sakit. Tapi apakah ayah harus lebih menyayangi dia daripada kami? Seolah hanya dia yang penting. Aku dan Ian juga ada di sini, tapi ayah tidak pernah peduli."

Ricc tertegun. Kemarahan dalam dirinya bercampur dengan keterkejutan, kekecewaan, dan rasa bersalah. "Jadi ... kalian melampiaskan kecemburuan kalian dengan cara seperti ini?"

"Ini salahnya, semua salahnya, bukan kami. Ayah selau ada untuknya, tapi tidak untuk kami! Aku benci Ingrid!" teriak Irina sambil berlari ke kamarnya.

Tak ada yang menjawab. Hanya keheningan yang menyakitkan.

Di balik dinding, Ingrid mendengar segalanya. Tangannya mengepal erat di sisi gaunnya, tubuhnya sedikit gemetar.

Kenapa?

Kenapa Ian dan Irina memperlakukannya seperti ini? Mereka bertiga lahir bersama, berbagi dunia sejak dalam kandungan. Harusnya mereka saling melindungi, bukan saling menyakiti. Ia tidak pernah keadaannya seperti ini. Dia tidak pernah bermaksud mengambil semua pergantian ayahnya hanya untuknya.

Matanya memanas. "Maaf."

Ia tidak mengerti. Dan yang lebih menyakitkan, mungkin ia memang tidak akan pernah mengerti.

1
minato
Terhibur banget!
I. D. R. Wardan: makasih udah mampir, semoga gak bosan ya🥹💙
total 1 replies
Yuno
Keren banget thor, aku jadi ngerasa jadi bagian dari ceritanya.
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹
total 1 replies
Yoh Asakura
Menggugah perasaan
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹 author jadi makin semangat nulisnya 💙
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!