NovelToon NovelToon
MENGUNGKAP SEJARAH PETENG

MENGUNGKAP SEJARAH PETENG

Status: tamat
Genre:Spiritual / Duniahiburan / Reinkarnasi / Matabatin / Sistem / Tamat
Popularitas:715
Nilai: 5
Nama Author: Artisapic

Dengan sisa-sisa tenaganya, akhirnya Anggapala berhasil membuat tempat untuk berteduh. Ia menyekah keringatnya dengan sebuah kain lusuh. Dalam kondisi seperti itu, terdengar dari samping suara langkah beberapa orang yang mendekatinya.
Mereka akhirnya hidup bersama dengan tujuan membangun sebuah tatanan kehidupan yang pada akhirnya banyak orang-orang yang hidup di daerah itu. Hingga dalam beberapa bulan saja, daerah itu menjadi tempat persinggahan para pedagang yang hendak ke arah Barat.
Pada akhirnya daerah itu sekarang menjadi sebuah daerah yang mempunyai banyak unsur seni dan budaya, bahkan daerah Cikeusik atau Gegesik mendapat julukan Kampung Seni.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB XII BAHAYA SANDAKALA

    Pedukuhan Cikeusik kala itu masih dibawah kepemimpinan Ki Sumber alias Madropi , dengan segala bentuk acara baik ritual ataupun pesta rakyat telah dijalankan demi keamanan warganya , mulai dari acara Barikan , acara Kidung bumi , acara Rawunan juga acara curakan , bancakan , dan beberapa acara kesenian rakyat.

    Suatu hari Ki Sumber mengundang beberapa Keraninya dan para kerabat di bangsal pedukuhan. Dalam pertemuan itu , beliau membahas tentang pergantian dirinya , dikarenakan sudah gagal menjalankan tugas akibat sakit berkepanjangan. Tampak beliau duduk dihadapan para undangan , di situ juga terlihat kehadiran para santri Pandanala , para Kerani dan para beukeul.

   " Saudara-saudara , sebetulnya saya ini sudah tidak mampu lagi menjalankan tugas sebagai ketua adat , kiranya bagaimana kalau tugas ini diberikan kepada yang masih kuat dan sehat saja , supaya akan kesinambungan nantinya ," kata Ki Sumber dengan suara yang lirih.

   Semua terdiam dan saling pandang , kemudian Bulhun menjawab ," saya kira Mahdi sudah layak Ki, " kata Bulhun sambil memandang ke Mahdi.

   Mahdi hanya diam tanpa sepatah kata pun , ia merasa kaget kenapa Bulhun mengajukannya , padahal Bulhun jauh lebih pandai.

" *Bagaimana Mahdi ?" tanya Ki Sumber*

   Dengan berat hati , Mahdi menjawab " Kenapa tidak Bulhun saja Ki " , katanya.

   Pada akhirnya keputusan malam itu Mahdi sebagai ketua adat dengan julukan Ki Sura dan dibantu oleh Kerani adat adalah Bulhun , Sabar sebagai Kerani Umum , Soma sebagai Kerani Dana dan untuk Kerani Jaga dipercayakan kepada Suta serta ada tambahan Kerani Bumi oleh Wirya.

    Setelah kesepakatan dan pengukuhan malam itu , pedukuhan Cikeusik dipimpin oleh ketua adat atau Ki Dukuh yang baru. Hanya saja beberapa bulan kemudian , Ki Sumber alias Madropi meninggal dunia. Suasana pun kembali menjadi kesedihan bagi warga pedukuhan Cikeusik.

    Duka di setiap pelosok pedukuhan , semua warga merasa kehilangan sosok yang begitu ksatria dan penuh tanggung jawab. Ki Sura dan para Kerani telah kehilangan pemimpin yang begitu bersahaja.

    Dalam kondisi seperti itu , pedukuhan Cukeusik dihebohkan oleh beberapa kejadian yang hampir tiap sore ada saja anak yang hilang , juga ada yang kesurupan , ada yang tiba-tiba matanya tidak bisa melihat sampai larut malam. Semua kejadian itu begitu mendadak , sehingga membuat keadaan tidak bisa dikendalikan.

    Sebagai pusat pemerintahan pedukuhan Cikeusik , bangsal Cikeusik menjadi tempat pengobatan massal yang setiap malamnya banyak orang datang membawa orang sakit. Kala itu santri Pandanala dikerahkan untuk membantu mengatasi masalah tersebut.

     Ki Sura dan Bulhun juga Mardi alias Ki Rukem tidak tinggal diam , mereka silih berganti menyembuhkan mereka yang sakit. Hingga pada suatu hari , saat Bulhun sedang berjalan di bantaran sungai , ia melihat ada sekelompok makhluk kasat mata yang berbondong-bondong menuju pedukuhan. Sambil mengawasi pergerakan makhluk itu , Bulhun mencari sumber datangnya barisan makhluk tersebut.

    Di balik rimbunnya pepohonan di ujung bantaran sungai itu , Bulhun melihat ada sebuah Goa yang jarang dijamah orang. Dalam diri Bulhun yakin bahwa dari goa itu makhluk tadi keluar. Dengan berjalan cepat , Bulhun menuju pedukuhan.

     Setelah sampai di bangsal pedukuhan , Bulhun meminta izin kepada Ki Sura bahwa dirinya dan beberapa orang yang siap menemaninya , akan melihat kegiatan makhluk kasat mata itu secara langsung. Dalam benaknya terbersit bahwa dirinya harus bisa melawan semua bahaya bagi warga Cikeusik.

      " Itulah goa nya yang tadi saya lihat saat makhluk itu keluar ", kata Bulhun dengan berbisik.

    " Bagaimana kita bisa menuju ke sana , jalannya gelap Ki , nanti banyak di antara kita yang jatuh ataupun tergelincir ", tanya Soma sambil berpegangan kuat pada akar pohon yang menjuntai.

     " Sekarang begini saja , saya akan ke sana sendirian , lalu akan memasang jembatan dan baru kalian menyebranginya ," kata Bulhun.

     *Dengan cekatan Bulhun menuju goa itu dan setelah berada di depan mulut goa tersebut , ia mengambil kayu yang melinta*ng dan meluruskannya agar bisa dijadikan sebuah jembatan. Orang-orang yang berada di sebrang Bulhun akhirnya dapat melintas tanpa ada yang terluka. Mereka menuju ke dalam goa , banyak lumut yang menghiasi goa tersebut membuat licin dalam berjalan. Namun semuanya begitu gigih dan tak menyerah sedikitpun.

*Di dalam goa itu banyak sekali kelelawar yang berseliweran , membuat kehati-hatian semua yang berada di situ. Semakin ke dalam semakin gelap dan pengap.*

" Kalian jangan semuanya ikut , hanya beberapa di antara kita saja ," kata Bulhun.

Mereka akhirnya sebagian berhenti dan hanya beberapa orang saja yang meneruskannya. Beberapa langkah lagi di depan mereka tampak sosok seperti kelelawar dengan tubuh hampir sebesar kambing.

" Sandakala", kata Bulhun dengan suara lirih.

*Setelah mengenal apa yang dilihatnya itu , tiba-tiba Bulhun berdiri dengan posisi kuda-kuda layaknya orang mau berkelahi , kemudian tangan kanannya mengepal , sementara mulutnya terdengar membaca sesuatu. Beberapa saat kemudian , tangan yang mengepal itu bergetar dan mengepulkan asap. Tubuhnya penuh keringat , bergetar dan tiba-tiba , dengan gerakan seperti memukul , tangan Bulhun mengarah ke depan. Terdengar suara melengking dari depan sana. Sosok seperti kelelawar itu terbang dan keluar dari dalam goa. Orang-orang yang melihat sosok itu keluar , mereka saling melempar dengan senjata yang dibawanya. Beberapa saat terdengar suara melengking dan sesaat kemudian terdengar suara " dug...dug...dug".*

*Bulhun dan yang lain kembali menuju mulut goa . Di sana tidak melihat apa-apa. Hanya suara seperti mengerang lalu diam. Setelah menunggu lama , akhirnya Bulhun dan para pengikutnya keluar dari dalam goa. Dengan perasaan lega , mereka kembali menuju ke pedukuhan.*

*Di bangsal pedukuhan itu , Bulhun menceritakan semua apa yang terjadi di sana. Semua yang hadir mendengarkan dengan antusias.*

" Jadi ternyata Sandakala namanya Ki ?" tanya seseorang.

" Iya " , jawab Bulhun sambil meneruskan penjelasannya " itu namanya Sandakala , sejenis siluman sungai yang membawa petaka bahkan ada korban nyawa juga kalau tidak bisa tertolong , di samping itu juga , Sandakala sering mempengaruhi pemikiran orang , terkadang susah untuk mencari jodoh dan kadang pula tidak mau untuk menikah . Banyak orang dulu yang mengatakan Sandakala dengan sebutan Jagapekik. Makanya hati-hati bagi anak-anak, kalau sudah muncul Lintang Raina di ufuk barat , segera lah pulang atau masuk ke rumah atau ke tempat ibadah , jangan sampai menjadi korban Sandakala," kata Bulhun.

*Hingga jelang pagi suasana di bangsal itu masih ramai warga yang tak beranjak. Mereka teringat pesan dari Ki Bugulun , bahwasanya bila kalian dapat berjumpa dengan Malam Jum'at Kliwon tepat tanggal 15 secara hitungan Jawa , maka itu dinamakan Purnamasidi atau purnama sidik. Biasanya banyak kejadian kasat mata yang dialami. Seperti pada saat di tengah malam itu terdengar suara orang seakan-akan berjalan , padahal tidak ada orang , atau terkadang tercium bau seperti ubi bakar , kadang juga lolongan anjing , biasanya itulah hal keanehannya. Seperti yang bercermin di Kaca Benggala*.

   

1
ArtisaPic
Sebagai generasi muda perlu untuk mengenal sejarah, baik sejarah lokal maupun sejarah negara atau benua atau sejarah alam semesta. Dengan sejarah kita akan mengenal diri kita dengan norma-norma yang ada, tidak gegabah dan tidak rakus akan dunia. Hanya kedunguan yang menjadikan diri kita sebagai budaknya. Manusia bukan BUDAK DUNIA.
Jihan Hwang
salam kenal thor... yuk saling dukung
ArtisaPic
Gegesik kota asyik , Desa wisata , Gudangnya seni dan budaya.
Q.Sambling Gegesiklor
Cirebon
Jawa Barat
Kaylin
Bikin baper, deh!
ArtisaPic
ok , makasih , semoga sukses sll
Aiko
Hebat!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!