Noah Wisesa, pewaris konglomerat properti, terjebak dalam perjodohan demi bisnis keluarga. Saat dari rumah usai bertengkar dengan sang ibu, dia justru menabrak Ivy Liora—mantan rekan kerja yang kini berubah menjadi perempuan penuh tuntutan dan ancaman. Untuk menyelamatkan reputasi, Noah menawarkan pernikahan kontrak selama satu tahun.
Ivy menerima, asal bayarannya sepadan. Rumah tangga pura-pura mereka pun dimulai: penuh sandiwara, pertengkaran, dan batasan. Namun perlahan, di balik segala kepalsuan, tumbuh perasaan yang tak bisa dibendung. Ketika cinta mulai mengetuk, masa lalu datang membawa badai yang menguji: apakah mereka masih bertahan saat kontrak berubah jadi rasa yang tak bisa dituliskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika Ssi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Cemburu?
"Padahal cuma sebentaran doang servisnya. Kenapa nggak mau nunggu! Dasar manja!" gerutu Noah sepanjang jalan menuju klaster tempat Jimmy dan Ivy berada.
Lelaki tersebut menghentikan mobil di depan klaster yang dibeli oleh Jimmy. Pintu terbuka lebar saat dia mendekat. Langkahnya terdengar sedikit senyap karena kali ini hanya memakai sandal, bukan sepatu seperti biasa.
Saat akan memasuki ruang tengah tempat meja makan berada, dia terpaku. Fokusnya tertuju pada jemari Jimmy yang kini ada di atas tangan Ivy. Rahangnya seketika mengeras.
"Jadi tujuanmu membongkar masa lalu kita di depan Noah ini? Pria yang benar-benar mencintai seorang wanita tidak akan melakukan hal rendahan seperti itu, Jim." Ivy tersenyum miring kemudian menarik lengannya.
Sepasang matanya menangkap sosok Noah yang masih mematung. Tak ada keterkejutan pada raut wajah Ivy. Dia beranjak dari kursi dan meraih tasnya.
"Sepertinya suamiku sudah datang menjemput. Semoga betah tinggal di sini." Ivy tersenyum lagi kemudian melangkah mendekati Noah.
Jimmy mengikuti pergerakan Ivy yang kini sudah berada di samping Noah. Noah melemparkan tatapan tajam kepada teman lamanya itu. Dia mengunci bibir rapat-rapat.
"Ayo kita pulang, aku lelah." Ivy melingkarkan lengannya pada pinggang Noah.
"Mobilku biar di sini dulu. Nanti Lucas yang akan membawanya pulang. Kita harus bicara jadi mari pulang bersama," bisik Noah.
Ivy hanya mengangguk kecil. Keduanya masuk ke mobil dan mulai meninggalkan Jimmy yang kini mematung di teras rumah sambil memperhatikan kendaraan tersebut menjauh. Dia menghela napas seakan membuang penyesalan yang menyesakkan dada.
"Seharusnya waktu itu aku jujur kepadamu, Vy. Kamu terlalu membuatku nyaman dan aku sangat mendalami peran sebagai tunangan bohonganmu." Bahu Jimmy merosot kemudian masuk ke rumah barunya.
Di sisi lain, Ivy dan Noah yang ada dalam mobil saling diam. Keduanya bungkam karena tenggelam dalam pikiran masing-masing. Noah melirik Ivy sekilas, dan memutuskan untuk memulai percakapan.
"Soal Gendis ...." Ucapan Noah menggantung di udara.
"Nggak usah bahas hal itu lagi. Aku sedang malas." Ivy memutar kepalanya sehingga tatapannya kini beralih pada jalanan.
"Yang jelas aku tidak melakukan apa pun terhadap Gendis. Dia yang sudah ...."
"Aku bilang diam, No! Aku tadi sudah bilang kalau punya mata, kan? Kamu nggak perlu repot-repot menjelaskan!" seru Ivy dengan nada sedikit meninggi dan menatap tajam sang suami.
"Lalu, soal Jimmy tadi ada yang bisa kamu jelaskan? Dia tadi menggenggam tanganmu di depan mataku."
"Jika aku menjelaskan, apa kamu akan percaya?" Tatapan Ivy terlihat begitu dingin.
Noah terdiam dan bibirnya tertutup rapat. Lelaki tersebut kembali membuang muka. Ivy benar, apa yang akan keluar dari bibirnya, Naoh dengan kesadaran penuh pasti akan selalu menyangkalnya.
"Kamu nggak perlu cemburu, No. Lakukan saja seperti apa yang aku lakukan ketika melihat Gendis sedang bermesraan denganmu."
Setelah mendengar ucapan Ivy, Noah langsung memutar balik laju mobilnya. Ivy langsung terbelalak. Terlebih ketika lelaki tersebut kembali memasuki kompleks perumahan elit dan menghentikan kendaraannya tepat di hadapan klaster milik Jimmy.
Noah turun dari dalam mobil, kemudian melangkah cepat menuju pintu pagar. Dia menekan bel dan tak lama kemudian Jimmy keluar. Ivy hanya mengamati sang suami dari balik kaca mobil.
"Ada apa, No?" tanya Jimmy seraya mengerutkan dahi.
Noah langsung mengepalkan jemari dan mendaratkannya begitu keras pada pipi Jimmy. Sontak Jimmy tersungkur ke atas tanah. Lelaki tersebut memegang pipi yang kini berdenyut.
"No, apa-apaan ini?" tanya Jimmy sambil berusaha bangkit.
Rahang Noah masih mengeras. Jemarinya pun mengepal di samping badan. Tatapan lelaki itu tajam kepada Jimmy.
"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Ivy mengatakan kalau jangan pernah menyentuh barang yang bukan milikmu. Kamu melanggar batasan itu, Jim. Jika sekali lagi aku melihatmu berada di sekitar Ivy, aku anggap kamu tidak mengindahkan ucapan dan menantangku. Saat itulah pertemanan kita juga berakhir." Noah balik kanan bersiap untuk kembali masuk ke mobilnya.
"Aku rasa kamu telah jatuh ke dalam pesona Ivy, No! Berhati-hatilah!" teriak Jimmy sehingga membuat Noah menghentikan ucapannya.
"Jika sudah terjebak, kamu akan sulit lepas! Jadi, pastikan kamu tetap bertahan dengannya apa pun yang terjadi! Dia sebenarnya perempuan yang baik, cuma matre aja."
Noah terdiam, hanya menatapnya sekilas sebelum akhirnya masuk lagi ke mobil. Ivy hanya meliriknya sekilas, menahan tawa mati-matian. Dia tak menyangka lelaki tersebut akan berbuat hal demikian.
***
Malam semakin larut ketika Noah sampai di rumah. Tanpa sepatah kata pun, Noah membuka pintu dan langsung melangkah masuk. Ivy yang sedang duduk di ruang tamu melirik Noah sekilas, sebelum akhirnya kembali fokus pada layar ponselnya.
Noah hanya diam, tetapi napasnya berat dan tatapannya gelap. Bau alkohol masih samar dari mulutnya. Begitu pintu tertutup, suara benturan terdengar. Noah melemparkan kunci mobil ke atas meja dengan kasar.
“Apa kamu pikir aku buta, Vy?” tanya Noah tiba-tiba dengan suara rendah, tetapi penuh bara.
Ivy menoleh pelan. “Apa maksudmu?”
“Jangan pura-pura polos. Tangan Jimmy, sentuhan itu, lalu wajahmu. Bahkan ekspresimu waktu dia menggenggam tanganmu. Kalian—” Noah berhenti sejenak, rahangnya menegang. “Kalian pernah tidur bersama, ya?”
Suasana langsung membeku. Ivy menatapnya dengan mata melebar, tak percaya Noah mengatakannya begitu saja. Dia tak menyangka kejadian siang tadi ternyata masih dipikirkan oleh Noah.
“Tidak,” jawab Ivy datar.
“Kamu bohong!” Noah meraung, matanya menyala.
“AKU BILANG TIDAK!” Ivy membalas dengan nada tinggi. “Kamu mabuk, Noah!”
Noah tak menggubris. Dia melangkah cepat, mencengkeram lengan Ivy dan menariknya mendekat.
“Aku ingin tahu sejauh apa kamu dengan Jimmy pernah berhubungan,” desis Noah.
“Noah, lepasin aku." Ivy menggeliat, tetapi cengkeraman Noah terlalu kuat.
Tatapan Noah kabur antara amarah dan alkohol yang masih menguasai logikanya. Dia menunduk, bibirnya mengejar bibir Ivy. Perempuan itu menghindar panik, mendorong dada Noah.
“LEPAS, NOAH! Kamu gila!”
“Buktikan kalau kamu nggak pernah ngelakuin apa-apa sama dia!” teriak Noah. “Buktikan sekarang juga!”
Dalam hitungan detik, Noah mendorong Ivy ke sofa. Perempuan itu jatuh terduduk, panik. Matanya mulai basah. Dia mencoba bangkit, tetapi Noah sudah menindihnya, mencium paksa leher dan wajahnya.
“Noah, stop! Jangan lakukan ini!” Ivy meronta. Napasnya memburu, tangan mendorong bahu lelaki itu sekuat tenaga. “Tolong!”
Seketika gerakan Noah terhenti. Matanya membelalak saat dia merasakan sesuatu yang berbeda. Tubuh Ivy kaku, menangis dengan tubuh gemetar.
“Noah ... aku benar-benar masih perawan,” isak Ivy dengan suara kecil.
Suara itu seperti petir menyambar langit malam. Noah terdiam di tempat. Seakan tubuhnya membeku. Pandangannya buram karena alkohol dan amarah, kini perlahan disapu oleh kesadaran.