Terpaksa Menikahi Keponakan Tiriku

Tiara Lestari

Aku hamil sebelum pernikahan ini terjadi, pengakuan paling menyakitkan yang harus aku lakukan dan kenyataan yang selama ini aku sembunyikan.

Kupikir semuanya telah tertutup rapi... Kenyataannya suamiku tau segalanya.

Semua ini terjadi karena aku tidur dengannya, Robert Lewandowski mantan kekasihku... Yang tidak pernah mau melepaskanku.

Berawal dari setahun lalu, aku melihatnya di pelaminan bersama sahabat ku Theresa Serhafim Maharani.

Ya, dia suami Sera. Orang yang paling membenciku sekarang— pusat orbit Universitas Valley.

Itulah alasan mereka semua membenciku, julukan drama queen... Itu bukan tanpa sebab.

Pertengkaran ku dengan Sera saat itu mengubah seluruh kehidupan kampusku.

Aku mencintai Robert, tapi keadaan memisahkan kami.

Tapi aku juga mencintai suamiku Deva.

Obsesi dicintai oleh banyak lelaki sudah ada sejak aku SMA.

Perasaan itu bagai euforia yang membuatku ketagihan.

Aku akui ini tidak normal, tapi aku tidak merasa salah.

Aku hanya ingin dicintai.

Jangan salahkan aku.

Aku tau suamiku memiliki cinta yang lain, tapi aku tidak peduli.

Dia suamiku, bukan milik orang lain.

Dia milik ku "Tiara Lestari"

Pernikahan ini bukan karena kehamilanku, sejujurnya Mas Deva tidak akan menikahi ku hanya karena aku hamil. Dia menikahiku karena ginjal mama ada dalam tubuhnya.

Entah apa yang mama ceritakan pada adiknya itu.

Jelas aku tidak percaya apapun omongan mama.

Benar kata Mas Deva, mama adalah pelakon yang handal.

Tapi aku bingung kenapa Mas Deva percaya.

Dengan cerita mama.

Aneh

Yang pasti motif mama hanya satu... Harta keluarga

Alfod—suamiku adalah pewaris tunggal.

Setelah pertengkaran beberapa hari yang lalu, suamiku tak pernah pulang lagi.

"Bu Tiara" suster memanggil ku untuk masuk keruang dokter.

Aku sekarang berada di Rumah sakit Serhafim Distrik pusat dekat kampusku.

"Silahkan Bu" ucap seorang dokter bernama Kanastania Brenda. M. Aku membacanya di depan pintu sebelum memasuki ruangan dokter.

Wajah nya membuatku terpaku.

"Cantik"bisik ku dihati.

lamunanku buyar saat suaranya mengalun indah ditelinga ku.

"Ibu Tiara silakan naik ke ranjang Bu... Biar saya periksa sekarang kondisi bayi ibu."

Dia tersenyum ramah padaku, tapi entah kenapa aku merasa dia memancarkan aura kebencian walau bibirnya menyunggingkan senyum.

Aku menepis pikiran buruk ku... "Mungkin hanya perasaanku saja"

Aku berbaring di atas tempat tidur, "Nah lihat Bu, ini Kaki, mata, wajah dan tangan kecilnya sudah bisa dilihat."ucap dokter Kana sambil menunjuk layar. "sesuai sama usai kandungannya dua belas Minggu."lanjut dokter Kana.

dugggh... Dughh..., suara detak jantung bayiku terdengar.

Aku meneguk ludah, "apa bayiku baik-baik saja dok?" tanyaku pada dokter.

"Ya... bayi ibu sehat,"ujar sang dokter.

Syukurlah aku hanya ingin semuanya baik-baik saja, Aku menatap kearah lain saat air mataku menetes.

...****************...

Setelah selesai.

Aku ingin segera kembali kerumah. Karena semenjak hamil tubuhku mudah lelah.

Tiga puluh menit kemudian aku sudah sampai dirumah.

Rumah ini masih sepi, tak ada perubahan.

"Nyonya Tiara, tadi Tuan Deva pulang tapi pergi lagi" dia ada perjalan bisnis untuk satu Minggu ini." jelas pembantuku.

"Ya bi, sekarang kamu masak buat aku.... Aku laper"titah ku.

"Kenapa nggak masak sendiri nyah??" Dia cekikikan saat mengatakannya.

Aku mengerutkan dahiku. Teringat moment saat aku mengatakan pada mama. Masakannya adalah masakan ku.

"Aku nggak bisa masak bi! Bibi kan tahu itu!?"  Matanya melotot mendengar sentakanku." Kenapa masih disini? Sana, cepat ke dapur!

"Dihh... Jangan berperan jadi nyonya deh... Nggak usah bentak-bentak gitu!"bentak bi Surti."Kamu itu cuma istri—"

Belum sempat bi Surti melanjutkan kata-katanya.

Aku melempar Vas bunga dimeja melayang ke lantai,

Pranggg!!!!!

"Cukup Bi, jangan seenaknya ya! Aku bisa ngelakuin apapun untuk membuat mulutmu terbungkam! Sadar kamu cuma pembantu di rumahku!"Teriak ku berang pada Bi Surti. "bibi mau aku pecat!? hah! Jadi pembantu mulutnya nggak ada sopannya!"Bentak ku padanya

Dia tergelak mendengar teriakanku, "Kamu? Membungkam ku? Apa yang bisa kamu lakukan ? "Ucapnya mengejek. "Memecatku? Aku bekerja bukan untuk kamu! Jadi kamu nggak punya hak memecatku! Harusnya kamu sadar."sambungnya.

Dia benar aku tak berdaya, aku menolak takdir ini! kenapa hanya aku yang tidak di inginkan? kenapa hanya karena mencintai seseorang aku jadi berdosa?

"Aku bisa memecatmu! Karena aku nyonya rumah ini!"mataku menatapnya geram.

Seketika mata bi Surti menggelap, tangan Bi Surti mengepal disisi tubuhnya.

Aku melangkah mundur, jantungku terdengar lebih kencang dari detak jam dinding saat ia mulai bicara.

"Hei—aku tahu semua tentang mu Tiara!" Ucap Bi Surti, Suaranya tajam."Tuan Deva Punya Istri yang lain, dan dia adalah Nyonya ku!"jelasnya.

"Nggak! Nggak mungkin! bibi bohong!"batahku.

"Nyonya, sebaiknya nyonya berubah dan menyelesaikan semuanya! Sebelum.... Nyonya menyesal."jelas bi Surti sebelum meninggalkan ku sendiri.

Tak ada kata yang mampu keluar dari bibir ku—nafasku sesak...

isakan yang mulanya kecil perlahan membesar.

Aku luruh ke lantai.

Kata-kata Bi Surti menghantam ku, membuatku bertanya-tanya apa benar perkataanya.

Jadi.... bukan hanya tidak di inginkan—Aku juga bukan satu-satunya?

Kedua tangan ku menutupi wajahku, Aku mencoba meredam isakan ku. Tapi aku tidak bisa. Perutku tsakit tapi hatiku jauh lebih sakit.

"Aku hanya ingin di cintai"