NovelToon NovelToon
KAKEK PEMUAS

KAKEK PEMUAS

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: Putri muda

seorang kakek yang awalnya di hina, namun mendapat kesaktian

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri muda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27

Sejak fajar menyingsing, kakek Surya telah duduk termenung di teras kamar kosnya. Penampilannya tampak sempurna dalam setelan rapi yang ia kenakan, pagi ini dia sudah janji dengan si Hera, sang pemilik kos, untuk menemaninya belanja ke pasar.

Saat menunggu begitu. Mata kakek Surya terus menatap ke arah kos Ratna dan Aulia yang masih terbungkus keheningan pagi. Di situ, kakek Surya tenggelam dalam ingatan, tentang kejadian kemarin malam yang mengusik pikirannya.

Kemarin sore, istri Joko, dengan keukeuhnya membujuk kakek Surya untuk menemani makan di warung Bu Eti. Ratna tampak tidak memberi kesempatan bagi kakek Surya untuk menolak, dengan sedikit malas malas, akhirnya kakek Surya mau tidak mau tetap menemani Ratna. Di warung itu, kakek Surya hanya menyeruput minuman yang Ratna bayarkan, seraya mereka saling berjanji dan terus mengobrol. Ratna lalu berbisik pelan, meminta kakek Surya datang ke kosnya malam itu, dan menjanjikan pintu kamar kosnya tidak akan dikunci, memungkinkan segala kemungkinan dalam kesunyian malam. Ratna, dengan nada suara penuh godaan, telah membayangkan malam yang hanya milik mereka berdua, jauh dari mata yang mengintai. Kakek Surya, meskipun dengan hati berat, akhirnya mengangguk lemah, menyerah pada situasi yang telah Ratna rancang dengan begitu rapi.

Juga

Dalam setiap obrolan, yang terjadi di warung Buk Eti, Ratna memancing, dan makin menyerah pasrah, membiarkan kakek Surya membelai dan mengerjainya, di tubuh tubuh pribadinya.

Namun kakek Surya, yang pulang dari warung Eti, merasa tubuhnya letih, lalu merebahkan tubuhnya sebentar di atas kasur, sambil menunggu malam makin larut, untuk ke kos Ratna, tapi, kakek Surya malah tak berdaya, sehingga ia terlelap dalam tidur. Seharusnya hari ini ia menemui Ratna yang sudah lama menantinya di kos-kosan.

Mungkin, kakek Surya sangat lelah, saat tadi pagi menjelang siang, dia melayani istri Joko ini, hingga Ratna sedikit kewalahan. Rasa capek, namun puas itu, mungkin membuat, tidur kakek Surya sangat nyenyak. Hingga pagi menjelang, baru kakek Surya bangun dari tidurnya.

Senyum tipis terukir di bibir keriputnya, saat teringat akan Ratna yang pasti menunggu kedatangannya, yang sudah bersiap untuk bertemu dan melakukan kegiatan bersama lagi, mengeluarkan keringat bersama.

Tiba tiba, suara nyaring Hera memecah keheningan, membuyarkan ingatan dan lamunan kakek Surya.

"Pak sudah siap?" Panggil Hera, dia berdiri di ambang pintu belakang rumahnya, dengan tatapan matanya yang tajam.

Kakek Surya lalu bangkit dan melangkah perlahan mendekati Hera yang kelihatannya sudah tidak sabar.

"Sudah, Non. Apakah kita berangkat sekarang?" suara kakek Surya terdengar lesu, setelah berdiri dekat dengan Hera.

"Iya pak. Kita berangkat sekarang. Perginya kita naik angkot dulu, baru nanti pulangnya pakai taksi. Karena aku punya banyak barang yang harus dibeli," respons Hera penuh semangat.

"Baik, Non," sahut kakek Surya, dengan napas yang berat. Mereka berdua bergegas beranjak, berharap hari ini tidak terlalu menguras tenaga.

Di pagi yang masih menggantung kabut, Hera dan kakek Surya memutuskan untuk mencari angkot menuju terminal. Hening menyelimuti mereka di dalam angkot yang telah dipadati oleh penumpang. Sementara itu, kakek Surya berada di samping Hera, berusaha memberikan rasa aman di tengah keramaian yang mendesak.

Tiba-tiba suasana menjadi mencekam. Seolah hawa dingin menyusup ke dalam angkot, saat dua pria bertampang sangar, seperti preman jalanan yang tumbuh di aspal kotor kota, masuk angkot.

Lalu tanpa minta izin, satu di antaranya tanpa segan-segan menduduki ruang di samping Hera, membuat tempat yang sudah sempit menjadi makin berhimpitan.

Sebelum Hera sempat menyadari apa yang akan terjadi, angkot itu sudah melaju. Namun, gerakan licik itu mulai terlihat dari lelaki sangar itu.

Lengan besarnya yang penuh tato mulai bergerak pelan, dengan sengaja menyentuh lengan mulus Hera dengan niat yang tak berbudi, saat angkot baru berjalan.

Ketegangan semakin terasa, waktu seakan berhenti saat Hera merasakan aura berbahaya mengelilingi dirinya. Dengan mata yang tajam menembus jiwa, Hera menatap lelaki itu, aura penolakan Hera begitu kuat. Dengan sekuat tenaga, dia mendorong tangan kotor itu menjauh dari dirinya, seolah membuang segala niat buruk yang hendak menghancurkan pagi yang seharusnya damai ini.

Kesadaran tumbuh dalam diri Hera seperti bangkit, kalau dia bukan korban, dia adalah pejuang yang akan mempertahankan kehormatannya di tengah perjalanan yang tidak diinginkannya ini.

Memang penampilan Hera saat ini sangat seksi dan memesona, dengan penampilan sedikit glamor, yang membuat setiap mata lelaki yang melihat, mempunyai bayangan pada hal-hal tabu.

Saat Hera duduk berdempetan di bangku sempit, dia merasa terjepit dan tak bisa bergerak dengan leluasa. Ia berusaha keras untuk tidak menarik perhatian penumpang lain, meski hatinya berkecamuk.

Ketika tatapan jahat preman itu bertemu dengan tatapan mata Hera, preman itu langsung nyengir, penuh kepercayaan diri yang mencolok, seolah-olah mampu menembus batas privasi Hera dengan pandangan tak senonohnya itu.

Rasa jijik dan marah bergemuruh dalam dada Hera, namun dia tetap mencoba menahan diri dengan tarikan nafas dalam-dalam. Memang ini bukan pertama kalinya ia mengalami perlakuan tak senonoh begini saat naik angkot. Seperti sentuhan singkat preman itu pun sudah cukup untuk menyalakan api amarah di hatinya.

Preman itu terlihat tidak peduli dengan tatapan menjijikkan yang dilayangkan padanya, malah dia bertindak semakin lancang, mulai mengusap-usap lengan Hera yang halus dengan keberaniannya.

Dalam rasa kesal dan rasa tidak nyaman yang kian meningkat, Hera mengubah posisi duduknya, makin mendekatkan diri pada kakek Surya, dan berusaha mengalihkan pandangannya dari preman itu, mencari sedikit ketenangan dalam dekapan pandang orang yang lebih tua itu. Sekarang Hera sedikit memunggungi preman itu, dan menjauhkan tangannya dari jangkauan preman itu.

Entah sengaja atau tidak, saat Hera mengubah posisinya, membuat dada lembutnya secara halus bersinggungan dengan lengan keriput kakek Surya. Refleks, kakek Surya menoleh dengan tatapan terkejut yang langsung bertemu dengan senyuman manis Hera, yang diam-diam memberikan isyarat menggunakan gerak cepat matanya. Kalau ada bahaya yang mengintai di samping mereka.

Hera lantas mendekatkan bibir seksinya ke telinga kakek Surya, dengan suara serak lalu berbisik,

"Tolong, bapak diam saja. Orang di sebelah saya ini sangat kurang ajar."

Setelah berbisik begitu, Hera kembali menjauh sedikit wajahnya, dengan mempertahankan ekspresi waspada.

Kakek Surya, dalam posisi yang kurang menguntungkan untuk menjawab, hanya bisa membalas dengan pandangan penuh kebingungan dan kekhawatiran.

Tapi Hera, masih dengan senyuman yang membingungkan, membiarkan kontak itu tetap ada; sebuah sentuhan sederhana yang terasa berat dengan makna. Apalagi, sentuhan itu makin terasa saat itu, karena getaran mobil yang sedang berjalan… hingga kontak mereka bergesek-gesekan.

Kakek Surya, dihantui rasa tidak pasti, memilih untuk tidak mengubah posisi, membiarkan kehangatan yang ambigu itu terjalin di antara mereka, tanda sebuah perlindungan dalam ketidakpastian.

Karena dalam perjalanan dengan mobil yang sempit, lengan keriput kakek Surya tanpa sengaja makin bersentuhan dengan dada Hera yang kenyal. Hera, yang tampak acuh tak acuh, seakan tidak menyadari, atau sengaja membiarkan sentuhan yang sengaja atau tidak sengaja menggoda itu.

Setelah sekian lama, rasa penasaran kakek Surya memuncak, namun dia cepat tersadar dan mengingat bahwa dia harus menjaga perilaku. Lalu wajah keriputnya tersenyum, sambil sibuk mengubah posisi duduknya, dengan melipat tangannya di dada, menghindari kontak lebih lanjut dengan lengannya. Namun sekarang, punggung tangan keriputnyalah yang langsung menemukan tempatnya, di dada Hera yang semakin dekat, seolah memberikan peluang untuk berbuat lebih.

Kakek Surya ingin membuktikan ilmu yang diberi Kakek Udin padanya, maka dalam keadaan terjepit, kakek Surya ingin mengetahui sikap Hera. Apa ada penolakan atau tidak. Kakek Surya tak bisa membayangkan, bagaimana rasanya, kalau perempuan sok jual mahal, dan selalu memandang rendah dirinya selama ini bertingkah. Saat tangan akan mengelus dada perempuan ini, kakek Surya berani berbuat begitu dalam keramaian ini, dengan tangan sedikit tersembunyi di balik sikunya sendiri, tersembunyi dari pandangan orang-orang di sana.

Situasi menjadi semakin tegang ketika Hera mendekatkan wajahnya ke telinga kakek Surya dan berbisik dengan nada menggoda.

"Pak, jangan macam-macam, ada banyak orang di sini." Suara bisikannya yang lembut menyentuh relung hati yang paling dalam, meninggalkan getaran di udara yang sesak dengan emosi yang terpendam.

Namun, saat mendapat peringatan dari Hera begitu, tangan kakek Surya bukan diam dan menyingkir dari area dada, namun malah sengaja, makin membuat gerakan, ingin tahu respons Hera.

Tapi,

Hera bukan menjauh, tapi malah tubuhnya makin mendekat. Hingga tangan itu makin leluasa,,,,,,,,,

Bersambung.

1
Haru Hatsune
Cerita yang bikin baper, deh!
Apaqelasyy
Bagaimana cerita selanjutnya, author? Update dulu donk! 😡
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!