Dominic, sang maestro kejahatan, telah menawarinya surga dunia untuk menutup mata atas bukti-bukti yang akan menghancurkan kerajaannya.
Yumi, jaksa muda bercadar itu, telah menolak. Keputusan yang kini berbuah petaka. Rumahnya, hancur lebur. Keluarga kecilnya—ibu, Kenzi, dan Kenzo, anak kembarnya—telah menjadi korban dalam kebakaran yang disengaja, sebuah rencana jahat Dominic.
Yumi menatap foto keluarga kecilnya yang hangus terbakar, air mata membasahi cadarnya. Keadilan? Apakah keadilan masih ada artinya ketika nyawa ibu dan anak-anaknya telah direnggut paksa? Dominic telah meremehkan Yumi. Dia mengira uang dapat membeli segalanya. Dia salah.
Yumi bukan sekadar jaksa; dia seorang ibu, seorang putri, seorang pejuang keadilan yang tak kenal takut, yang kini didorong oleh api dendam yang membara.
Apakah Yumi akan memenjarakan Dominic hingga membusuk di penjara? Atau, nyawa dibayar nyawa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab
Saat Dominic mencapai tempat persembunyian Yumi di balik tembok, ia mendapati wanita itu telah menghilang. Yumi telah berhasil meloloskan diri, namun kealpaannya membuat ia lupa mengambil kunci mobilnya yang tadi jatuh dan hampir membuatnya ketahuan.
Dominic menarik salah satu sudut bibirnya, sebuah senyum sinis dan mengancam, saat melihat kunci mobil itu tergeletak di lantai. Ia mengangkat kunci mobil itu, menghirup aromanya dengan seksama. Aroma itu, yang lembut dan menarik, menunjukkan bahwa kunci mobil itu milik seorang wanita. Dan Dominic, dengan pengalamannya yang luas, segera menebak pemilik kunci mobil itu.
Dominic segera menyimpulkan bahwa pemilik kunci mobil itu adalah Yumi. Hanya Yumi yang cukup berani menantangnya dan memiliki tekad untuk memenjarakannya. Ia mengenali keberanian dan keteguhan hati yang terpancar dari tindakan Yumi.
“Ternyata tekadmu sangat penuh keberanian,” gumam Dominic, suaranya penuh dengan campuran kekaguman dan ancaman. Ia menyimpan kunci mobil Yumi di sakunya, sebuah tanda bahwa permainan belum selesai. Ia akan mencari Yumi, dan ia akan membuat Yumi menyesal telah menantangnya.
“Ayo kita bermain-main, kelinci kecil,” gumam Dominic, suaranya berbisik namun penuh ancaman. Senyum dingin terukir di bibirnya. Ia tidak akan melepaskan Yumi begitu saja.
Yumi, yang terpojok dan hampir tertangkap, merasakan lega setelah Dominic dan anak buahnya pergi. Ia bernapas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berdebar kencang.
“Aku hampir ketahuan,” gumamnya, suaranya masih gemetar karena adrenalinenya yang masih tinggi. “Tapi bagaimana dengan mobilku? Bagaimana bisa aku melupakan kunci ku tadi saat sedang panik?” Ia menyesali kealpaannya itu. Namun, ia tidak memiliki waktu untuk menyesali kesalahan itu terlalu lama. Ia harus segera meninggalkan tempat itu dan menyimpan bukti rekaman yang sebentar lagi akan menghancurkan Dominic.
Malam telah larut, jarum jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Namun, para penumpang kapal pesiar masih asyik menikmati pesta dan kesenangan. Mereka seakan tak menyadari bahaya yang mengintai di balik gemerlap pesta tersebut.
Sementara itu, Yumi telah berhasil mengamankan semua bukti kejahatan Dominic. Ia berada di kamarnya, namun tidur tak kunjung menyapa. Bayangan Kenzi dan Kenzo, putra-putranya, dan ibunya yang telah pergi untuk selamanya, terus menghantuinya.
Karena tak bisa tidur, Yumi memutuskan untuk naik ke dek paling atas, menikmati udara segar di tengah lautan. Angin kencang menerpa wajahnya, membuat topinya hampir terbang. Ia melepas topinya, lalu berdiri di pinggir kapal, memandang lautan yang luas dan gelap dengan pandangan kosong, penuh dengan kerinduan yang mendalam pada keluarganya.
Angin kencang berhembus kaku, menambah suasana sedih dan menegangkan. Yumi tengah berjuang dengan perasaannya, sambil menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan segala bukti yang telah ia kumpulkan.
“Apa pun yang akan terjadi, meski nyawa Mama sekalipun akan melayang, kalian berdua dan Ibu akan mendapat keadilan,” gumam Yumi, suaranya ditelan oleh desiran angin kencang di tengah lautan. Tekadnya bulat, ia bersedia mengorbankan apa saja untuk mendapatkan keadilan bagi putra-putranya dan ibunya. Ia akan berjuang sampai akhir napasnya.
Karena terlalu larut dalam kesedihan dan renungannya, Yumi tidak menyadari kehadiran seorang pria yang berdiri tepat di sampingnya. Pria itu memegang gelas berisi wine, memandang lautan yang tenang dengan tatapan yang tak terbaca.
“Sebegitu ingin kau memenjarakan aku, sehingga kau mengikuti ku sampai ke tempat ini,” suara bariton Dominic memecah kesunyian malam, membuat Yumi tersentak kaget. Ia menoleh dan mendongak, baru sadar bahwa Dominic telah berdiri di sampingnya sejak tadi.
Yumi, yang tak ingin ketahuan keberadaannya, segera berusaha melepaskan diri dan menjauh dari Dominic. Namun, Dominic yang telah mengantisipasi gerakannya, dengan cepat menarik keras lengan Yumi. Yumi menjerit kesakitan.
“Argh!” rintihan Yumi terdengar sayup di tengah desiran angin kencang. Ia terpaksa berhenti, merasakan sakit di lengannya yang ditarik keras oleh Dominic.
Dan salam kenal para reader ☺️☺️😘😘