Azzam Syauqi Atharis pria yang dulunya memilik sifat ceria dan jahil berubah menjadi sosok pria dingin setelah tragedi na'as yang terjadi di dalam keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joelisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Leo membawa Azzam pulang ke manssion Athariz.
sedangkan David ia langsung kembali ke rumah sakit setelah mendapat panggilan.
"Ya ampun, Tuan. Apa yang sudah terjadi?"
Bik Asih tampak panik melihat ke adaan Azzam yang terlihat pucat, pria yang tadi bilangnya tidak apa-apa saat ini terlihat pucat.
Berjalan saja di bantu oleh Leo, mendadak kepalanya terasa pusing,tidak mampu berjalan sendiri.
"Bik, tolong ambil makanan dan minuman Azzam belum makan sejak pagi."titah Leo
"Baik, Tuan."
Leo memapah Azzam menuju kamarnya,lalu membantu pria itu berbaring di ranjangnya. Sedikit kesal karena tadi Azzam sempat menolak bantuannya. Lihat lah sekarang pria itu bahkan tidak memiliki tenaga sama sekali.
Nyuuut!
"Akh!" erang Azzam saat rasa sakit yang menusuk menghantam kepalanya.
Yap, migrannya tiba-tiba kambuh.
"Sial," gerutu Azzam. Dengan menahan rasa sakit di kepalanya.
"Lo kenapa?" tanya Leo sedikit panik.
"pusing!"
Leo merogoh sakunya mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi dokter pribadi keluarganya.
" Lo bisa tahan,kan? Gue udah telpon dokter. Bentar lagi sampai."
"Hmm."
Selang beberapa menit.
Tok,tok,tok
Ketukan di pintu membuat Leo beranjak dari samping Azzam Bik Asih berdiri di depan pintu bersama seorang dokter,Leo mempersilahkan mereka masuk.
Bik Asih meletakkan nampan yang berisikan makanan di atas meja di sudut kamar itu, lalu pamit undur diri.
" Gimana keadaannya,Dok? Dia baik-baik aja kan?!"
tanya Leo yang sudah terlihat sangat takut.
"Tuan Azzam tidak apa-apa cuman butuh banyak istirahat aja."ucap Dokter yang baru saja selesai memeriksa Azzam.
"Syukurlah" Leo merasa lega.
Dokter itu memberikan beberapa obat,dia berpesan untuk meminumnya secara teratur namun sebelum itu sebaiknya Azzam mengisi perutnya terlebih dahulu sebelum meminum obat.
Leo mengangguk mengerti setelah itu mengantarkan dokter itu keluar
"Nih makan dulu." ucap Leo menyerahkan nampan yang berisi makanan yang tadi di tinggalkan Bik Asih,kepada Azzam setelah kembali ke kamarnya.
Azzam yang tengah duduk bersandar pada kepala ranjang menerima nampan yang di berikan Leo padanya. Perlahan ia menyuap nasi yang terasa hambar di mulutnya. Setelah selesai ia meneguk obat yang di berikan Leo,lalu kembali membaringkan diri, Leo keluar dari kamar Azzam setelah memastikan sepupunya itu benar-benar tertidur.
"Loh, Leo kamu disini?" tanya Oma Riana yang baru saja datang dari arah luar entah darimana.
"Iya Oma habis nganterin Azzam, dia demam."
"Apa? Demam,terus gimana dia sekarang?"
Oma Riana panik mendengar Azzam tiba-tiba saja demam padahal kemarin dia baik-baik saja. Memang tadi pagi dia tidak bertemu Azzam karena anak itu sudah pergi pagi-pagi sekali.
Leo mencoba menenangkan Oma Riana, mengatakan Azzam baik-baik saja hanya butuh istirahat. Setelah wanita tua itu sedikit tenang Leo pun pamit pulang.
*
*
*
Letta sedang dalam perjalanan pulang menuju apartemen,tadi dia sempat mampir ke kafe untuk bertemu Bella sahabatnya. Bella sudah tahu kalau pria yang di jodohkan dengan sahabatnya adalah Azzam.
Ponsel milik Letta berdering,tertera nama Oma Riana disana.Ia menepikan mobilnya untuk mengangkat panggilan itu.
"Hallo, Letta kamu bisa kesini sekarang" suara oma dari sebrang telpon.
"Ada apa ya oma?"
"oma butuh bantuan kamu, kamu sedang tidak sibuk,kan?"
tidak butuh waktu lama panggilan itu terputus, Letta merasa bingung kenapa tiba-tiba Oma Riana menghubunginya dan memintanya segera ke manssion Athariz. Namun wanita itu tidak ambil pusing dia langsung melajukan mobilnya kembali menuju kediaman Azzam.
Mobil berwarna biru muda itu tiba di depan manssion megah milik keluarga Athariz. Satpam yang berjaga langsung membukakan pagar besi setinggi dua meter lebih itu setelah mengenali gadis yang duduk di balik kemudi mobil itu.
Setelah memarkirkan mobilnya Letta berjalan menuju pintu utama, di lihatnya Oma Riana sudah menunggunya di teras rumah.
"Akhirnya kamu datang juga."
Letta meraih tangan wanita tua itu untuk dia salimi.
"Ayo, masuk."
Oma Riana mengajak Letta masuk,langsung membawanya menuju ruang tamu. Oma Riana langsung mengutarakan niatnya, dia harus pergi karena ada urusan mendadak yang tidak bisa di tunda dan meminta Letta untuk menemani Azzam yang sedang sakit.
Letta sempat terkejut saat mendengar Azzam sakit, dia benar-benar tidak tahu. Pantas saja pria itu tidak masuk kantor hari ini bahkan tak ada satu pesan masuk darinya sama sekali.
"kamu mau,kan temani Azzam? Kalau nggak keberatan, bisakan kompresi Azzam?"pintanya dengan wajah memohon.
Letta tidak bisa menolak,karena Omanya Azzam langsung yang memintanya. Ia mengangguk pelan, padahal ia sudah merasa kikuk, lebih ke tidak nyaman. Mengingat dia dan Azzam juga baru saja kenal. Meski ia tahu jika pria itu adalah calon suaminya sendiri.
"Boleh, Oma."
"Kalau begitu, makasih ya Letta." Oma mengusap bahu atas Letta.Oma Riana memanggil salah satu maid untuk mengantar Letta menuju kamar Azzam, takut gadis itu nyasar.
Letta pun bangkit dari duduknya lalu mengikuti maid yang tadi di panggil Oma.
Letta tiba di depan sebuah kamar, maid tadi langsung pergi setelah mengantarnya. Letta beberapa kali mengetuk pintu kamar namun tidak ada sahutan dari dalam jadi dia memberanikan diri untuk membuka pintu yang kebetulan tidak di kunci.
Saat pintu terbuka mata Letta mengedar. Kamar yang luas dengan warna abu-abu dan putih yang mendominasi. pandangannya langsung terfokus pada Azzam yang terbaring lemah di tempat tidurnya, Letta mendekat lalu duduk tepat di samping Azzam. Ia menurunkan suhu AC tentu karena Azzam sedang demam.
"Kenapa tidak bilang,sih. Kalau kamu lagi sakit?" gumam Letta.
Letta mengambil handuk kecil yang tersedia di atas nakas samping tempat tidur dengan telaten dia mengelap keringat Azzam yang terlihat mengucur di kening pria itu. Samar-samar Letta mendengar Azzam menggumamkan nama Razzan beberapa kali tampaknya pria itu sedang bermimpi.
*
*
*
Azzam terbangun dengan sentakan kasar, nafasnya memburu seolah habis berlari jauh. Tangannya mencengkeram sprai dengan erat, sementara keringat dingin mengalir di pelipisnya. Matanya membelalak, jantung nya berdetak kencang masih terperangkap dalam bayangan mimpi yang begitu nyata.
"Azzam!"
Pria itu menoleh mendapati Letta yang duduk di sampingnya tengah memperhatikannya, tidak ada pelukan atau apapun itu Azzam selalu menjaga batasannya sebagai lelaki, ia tidak mau menyentuh sembarang gadis yang bukan muhrimnya.
"Sejak kapan kamu disini?"
" Sejak tadi, mungkin sudah satu setengah jam yang lalu."
Azzam menghembuskan nafas pasrah, sebenarnya ia tidak suka terlihat lemah begini tapi mau di apakan lagi sudah terlanjur.
"Maaf, sudah merepotkan."
Letta menggelengkan kepalanya." Its okay. Bukankah kedapannya ini akan jadi kebiasaan?." melihat wajah Azzam yang menegang Letta menggeleng mencoba meralat ucapannya." Ah, maksudnya bukankah kedepannya hal seperti ini lumrah. Aku tidak mendoakan kamu sakit terus."
Azzam mengangguk. Ia menyembunyikan senyumannya. Letta yang gugup seperti ini benar-benar terlihat manis.
"Letta." Letta terlonjak perhatiannya kembali pada Azzam." kamu kenapa?
"Nggak apa-apa. Kamu minum dulu obatnya." Letta menyodorkan obat dan juga air minumnya, Azzam beringsut bangun meminumnya dengan perlahan.
"Oh,ya. Udah malam aku pulang ya, kamu tidak apa-apa kan sendirian."
sebenarnya Azzam tidak masalah sendirian di rumah, lagi pula banyak maid di rumahnya. Hanya saja dia merasa tak enak jika Letta pulang sendirian. Pria itu mencoba menegakkan duduknya.
"Kalau begitu biar aku antar."
"Tidak." tolak Letta cepat." kamu baru saja minum obat, bisa jadi ada efek sampingnya. Terlalu berbahaya. Aku bisa kok pulang sendiri lagi pula aku kesini bawa mobil."
Kini giliran Azzam yang menggelengkan kepala." Aku tidak tenang kalau kamu pulang sendirian, maka aku harus mengantarmu pulang."
Letta menghembus nafas panjang. Masih mencoba untuk bersabar." Aku tidak akan mampir kemana-mana."
Azzam memijat kepalanya yang masih terasa pening." Bukan itu, Letta. Ini masalah tanggung jawab"
Letta tertegun. Dalam keadaan seperti ini, Azzam masih bisa mengatakan tentang tanggung jawab."Aku tidak tenang, kecuali kamu pulang di antar supir."
Letta terdiam ia tidak bisa lagi mendebat,jalan satu-satunya ya menuruti kemauan Azzam pulang dengan di antar supir. Dari pada harus Azzam sendiri yang mengantarnya pulang. Itu jauh lebih berbahaya.
Azzam mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang,tak lama kemudian seorang maid datang.
"Tuan. Mobilnya sudah siap." ucap maid yang saat ini berdiri di ambang pintu.
"Kalau begitu, aku pulang dulu ya."
"Hmm,kasih kabar kalau sudah sampai."
"Iya." Letta melangkah meninggalkan ruangan itu,tidak lupa menutup pintu kamar Azzam saat keluar.
Sebenarnya Letta tidak tega meninggalkan Azzam, tapi dia merasa tidak nyaman berada satu ruangan dengan seorang pria, apalagi ini pengalaman pertamanya. Seumur hidup ia baru kali ini masuk ke kamar seorang pria. Bahkan saat pacaran dengan Bima saja ia tak pernah masuk ke kamarnya, atau sekedar berada di ruangan tertutup berdua.
Itu sebabnya tadi ia membiarkan pintu kamar Azzam terbuka lebar.