NovelToon NovelToon
Chaotic Destiny

Chaotic Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Action / Fantasi / Epik Petualangan / Perperangan / Light Novel
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Kyukasho

Ratusan tahun lalu, umat manusia hampir punah dalam peperangan dahsyat melawan makhluk asing yang disebut Invader—penghancur dunia yang datang dari langit dengan satu tujuan: merebut Bumi.

Dalam kegelapan itu, lahirlah para High Human, manusia terpilih yang diinkarnasi oleh para dewa, diberikan kekuatan luar biasa untuk melawan ancaman tersebut. Namun kekuatan itu bukan tanpa risiko, dan perang abadi itu terus bergulir di balik bayang-bayang sejarah.

Kini, saat dunia kembali terancam, legenda lama itu mulai terbangun. Para High Human muncul kembali, membawa rahasia dan kekuatan yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan segalanya.

Apakah manusia siap menghadapi ancaman yang akan datang kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyukasho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 11 Remake: Serangan Mendadak

Langit mendung bergulung pelan di atas kepala mereka, awan tipis memagari sinar matahari yang mulai condong ke barat. Sho dan Aria berjalan berdampingan di jalan setapak yang membelah hutan lebat. Ini adalah hari keempat mereka dalam perjalanan menuju Vixen, dan berdasarkan peta, mereka kini hanya beberapa jam dari Desa Zeen—desa tetangga Rivera.

Desa itu adalah tempat terakhir mereka bisa mendapat bantuan nyata: menyewa kereta kuda untuk mempercepat perjalanan mereka ke Vixen.

“Aku tidak sabar bisa duduk santai di atas kereta...” gumam Aria sambil menepuk bahunya yang pegal.

Sho tersenyum tipis. “Kau terus mengeluh sejak dua hari lalu.”

“Karena aku bukan pengelana. Kaki manusia punya batas, Sho.”

Angin semilir menyapu hutan, membawa aroma daun basah dan tanah lembap. Burung-burung kecil berkicau di kejauhan, menandakan bahwa mereka masih berada di wilayah yang relatif aman.

Namun perasaan itu lenyap dalam sekejap.

Sho menghentikan langkahnya. Matanya menyipit.

Aria ikut berhenti, merasakan ketegangan yang tiba-tiba muncul di udara. “Ada apa?”

“Sunyi...” bisik Sho.

Dan saat itulah—tanpa peringatan—pepohonan di depan mereka meledak.

Batang pohon mencuat dari tanah, terlempar ke udara. Asap, debu, dan serpihan kayu beterbangan. Dari tengah kabut itu, keluar sosok besar, berdiri dengan tubuh menghitam berurat ungu, dan matanya bersinar seperti bara.

Invader Tingkat Menengah.

Sendirian. Seperti domba yang terpisah dari kawanannya. Tapi bahkan satu dari makhluk ini cukup untuk menghancurkan satu peleton manusia biasa.

Aria segera bersiap mengambil busur dari punggungnya, tapi Sho menghalangi langkahnya.

“Jangan!” teriaknya panik. “Ini... Ini bukan sesuatu yang bisa kita hadapi begitu saja!”

Invader itu tertawa. Suaranya bukan suara tawa manusia, tapi seperti logam yang bergesek dengan tulang.

“Menarik... Auramu terasa kuat, bocah... Tapi kau tidak tahu cara menggunakannya. Hahaha... Benar-benar ironi. Aura sang Dewi Musim Semi... Di tubuh lemah seperti itu.”

Sho menggertakkan giginya. Tangannya gemetar.

Dia ingin lari. Tapi tubuhnya tidak bisa bergerak.

Dia ingin melindungi Aria. Tapi bagaimana caranya?

Lalu suara itu muncul lagi, seperti desir angin lembut di telinganya.

“Sho. Cabut kalung itu.”

Suara itu... Persephone.

“Kau tidak akan bertahan dengan tangan kosong. Saatnya kau menyentuh takdirmu, meski sebagian kecil saja.”

Sho meraih kalung kristal hijau di lehernya. Kristal itu berpendar samar, seolah merespons ketakutan dan tekadnya yang bertabrakan.

“Cepat, anakku. Sebelum makhluk itu menyerangmu. Cabut, dan arahkan kehendakmu.”

Dengan satu tarikan, Sho mencabut kalung itu dari lehernya.

Dalam sekejap—cahaya hijau meledak dari batu kristal itu, memelintir dan memanjang dalam sekejap. Cahaya itu berbentuk, berubah, lalu menyatu menjadi senjata bercabang dua: Bident berwarna hijau zamrud, berkilau dan berpendar seperti api hidup.

Aria menatapnya dengan mata lebar.

“Sho... Apa itu...?”

Sho tidak menjawab. Napasnya berat, jari-jarinya menggenggam erat gagang senjata yang belum pernah ia lihat seumur hidupnya, tapi terasa seperti bagian dari dirinya.

Bident itu bergetar. Cahaya hijaunya menyebar, menyelimuti tubuh Sho seperti jubah cahaya lembut, namun kuat.

Invader itu terdiam sejenak, lalu kembali tertawa.

“Akhirnya kau menunjukkan taring mu, bocah. Biar kupastikan... apakah taringmu cukup tajam.”

Sho menelan ludah.

Dia tidak punya teknik.

Tidak punya pengalaman bertarung.

Tapi satu hal yang dia miliki—adalah alasan untuk berdiri di sini.

Dia melirik ke belakang, ke arah Aria yang tetap berdiri dengan busur di tangan tapi tubuhnya siap melindungi.

"Jangan sampai dia menangis lagi." suara Persephone menggema di dalam dirinya. "Jangan biarkan gadis itu terluka... Atau aku sendiri yang akan menyeretmu ke dunia bawah."

Dan untuk pertama kalinya, Sho maju satu langkah, mengangkat Bident-nya.

Meskipun tubuhnya gemetar, sorot matanya mulai berubah.

Api hijau menyala pelan di sekeliling Bident itu. Tidak membakar—tapi berdenyut, hidup, dan siap menyulut kehendak pemiliknya.

---

Sho menggenggam Bident erat. Suara detak jantungnya bergema lebih keras daripada tawa makhluk di depannya.

“Rasakan sekitarmu, Sho.” Suara Persephone terdengar tenang namun tegas. “Kau adalah aku, dan aku adalah kau. Alam akan mendengarkanmu—karena kehidupan adalah bagian dari kekuatan kita.”

Sho mengatupkan rahangnya. Ia menancapkan ujung Bident ke tanah.

Udara di sekelilingnya mendadak terasa berat—tanah bergetar.

Akar-akar hitam kecokelatan merangkak keluar dari bawah rerumputan. Mereka berdesir seperti ular, memutar, lalu melesat ke arah Invader, mencoba mencengkeram kakinya, memanjat tubuhnya, bahkan mencoba melilitkan diri ke leher makhluk itu.

Namun...

SLASH!

Dalam sekejap, semua akar itu terpotong.

Tidak ada gerakan. Hanya suara. Potongan akar beterbangan, terlempar seperti ranting rapuh di tengah badai.

Invader itu menyeringai, matanya menyala lebih terang.

“Kekuatan dewi musim semi, dan hanya segini? Mengecewakan!”

Dan sebelum Sho sempat mundur atau menarik napas—makhluk itu sudah menghilang dari pandangan.

WHAM!

Tubuh Sho terpental.

Bident-nya lepas dari tangan, dan ia melayang ke udara lalu menghantam pohon besar di belakangnya. Batangnya seharusnya keras seperti batu, tapi entah bagaimana, pohon itu melunak seperti bantal daun tebal—mencegah tubuh Sho hancur akibat benturan.

Sho terjatuh, tersungkur di tanah, menggeliat menahan nyeri di seluruh tubuhnya.

"Ugh..."

Namun luka parah tak tampak. Seakan-akan hutan itu sendiri sedang melindunginya.

“Aku menahan dampaknya.” Suara Persephone kembali. “Tapi kau tak akan selamat jika tidak bertindak. Dia akan membunuhmu.”

Seketika hawa dingin menyelimuti Sho.

Dan benar—sesosok bayangan telah berdiri tepat di hadapannya. Hanya beberapa jengkal dari wajahnya.

Tangan Invader itu mencengkeram leher Sho.

Cengkeraman Invader itu sangatlah kuat. Sho berusaha melawan, tapi jari-jari makhluk itu seperti baja hidup. Kuku tajamnya menggali ke kulit.

Sho terangkat dari tanah.

Kakinya menendang-nendang kosong. Pandangannya mulai bergetar.

Suara Bident di kejauhan, tergeletak beberapa meter darinya, tak bisa dijangkau.

Aria menjerit di belakang sana. Tapi suaranya terdengar sayup, seolah tenggelam di antara suara napas Sho yang terputus-putus.

“Sho!”

“SHO!!”

Dunia mulai menggelap di pinggiran matanya.

Invader itu mendesis dekat telinganya.

“Layu... Sebelum mekar. Memalukan bagi cahaya seperti itu.”

Cengkeraman Invader di leher Sho semakin kuat. Nafasnya tercekat. Dunia mulai berputar dalam kabut. Bident miliknya terjatuh, tergeletak di tanah tak jauh, memancarkan cahaya hijau redup seperti nyala lilin yang hampir padam.

“Sho... Bertahanlah...” Suara Persephone terdengar, namun kini bukan dengan ketenangan seorang dewi—tapi dengan ketakutan. Ketakutan yang murni.

“Tidak... Tidak... Tidak lagi...”

“Mengapa hal ini terjadi lagi...”

Getaran tanah tak mampu menjangkau tubuh Sho yang tergantung di udara. Akar-akar yang sebelumnya mematuhi perintahnya kini membeku, seolah bumi pun ikut membeku dalam kepanikan dewi mereka.

“Kau tak boleh mati...”

“Kau... Tak boleh seperti mereka...”

Suara Persephone pecah. Bukan suara dewi megah dari dunia bawah. Tapi suara seorang ibu, suara seorang jiwa yang menyaksikan anaknya terenggut oleh takdir yang kejam.

“Jangan ulangi siklus ini...”

“Jangan mati seperti mereka... Seperti semua inkarnasiku sebelumnya...!”

Dan di kejauhan—Aria menyaksikan semuanya.

Matanya membelalak. Bibirnya gemetar. Dunia terasa bergeser. Suara di sekelilingnya menghilang.

“Sho...?”

Tangannya terjulur—namun hanya sebatas niat.

Tubuhnya menolak bergerak.

Lututnya lemas. Ia jatuh berlutut di tanah. Tanpa kekuatan. Tanpa suara. Tanpa cahaya.

“Kenapa...?” bisiknya.

Suara angin melewati rambutnya. Bau darah, tanah, dan kehancuran menusuk hidungnya. Tapi ia tetap terdiam.

“Kenapa... aku tidak bisa bergerak...?”

“Aku ingin bergerak. Tapi tubuhku menolak. Aku ingin menyelamatkanmu, tapi aku bahkan tak bisa berdiri. Apa gunanya kekuatanku, jika aku bahkan tak bisa melindungi Sho?”

Air mata mengalir perlahan di pipinya. Hatinya seperti diremas. Tapi tubuhnya tetap lumpuh.

Dan di hadapannya, Sho dicekik, tubuhnya nyaris tak bergerak lagi. Suaranya telah hilang. Matanya mulai kehilangan sinar.

Persephone menjerit—dari dalam tubuh Sho.

“BERGERAKLAH, SHO!!”

Namun jeritannya hanya bergema ke langit yang kosong. Dan tak satu pun dari mereka bisa menjawab.

Dan saat air mata Aria jatuh ke tanah... Sesuatu mulai bangkit didalam dirinya.

1
J. Elymorz
lucuuuu
J. Elymorz
lucuuuu, sifat mereka berbanding terbalik
J. Elymorz
yahh hiatus/Cry/

semogaa hp nya author bisa sehat kembali, dan semoga di lancarkan kuliahnya, sehat sehat yaa author kesayangan kuu/Kiss//Kiss/
J. Elymorz
gila... hollow bener' gila
Soul Requiem
Ini Saya, Kyukasho, untuk sementara Chaotic Destiny Akan Hiatus dikaenakan HP saya rusak/Frown/
J. Elymorz: /Cry//Cry//Cry/
total 1 replies
J. Elymorz
ouh oke.. kelakuan bodoh dari krepes ternyata berguna, bagus krepes
J. Elymorz
si krepes dateng tiba-tiba banget plss, krepes jangan jadi beban yh/Grievance//Grievance/
J. Elymorz
akh... gantung banget plss/Grievance//Grievance/
J. Elymorz
SJSKSKKSK APASI SHO, PINTER BGT GOMBALNYA
J. Elymorz: aku pas baca chapter ini
awal: /Grimace/
tengah: /Hey/
akhir: /Kiss/
total 1 replies
J. Elymorz
aduh... perasaan yg rumit..
J. Elymorz
yara santai banget pls/Shame/
J. Elymorz
BAGUSS LIORAA
J. Elymorz
Ayooo lioraaaa, kamu pasti bisaaa/Determined//Determined/
J. Elymorz
AKHIRNYAAA SHO BALIKK/Joyful//Joyful/
J. Elymorz: "Kau adalah matahari ku.." KSSKKSKSKSKSKS APASI SHO, GOMBAL BGT/Hammer//Hammer/
total 1 replies
J. Elymorz
Persephone sayang banget sama sho/Cry//Cry/
J. Elymorz
wamduh ada plagiatnya sho, dasarr
J. Elymorz
baguss/Cry//Cry/
J. Elymorz
Ga tidur sama makan selama 3 hari? Bener-bener gila!! /Skull//Skull/
J. Elymorz
lucuuu, pertemuan liora dan cresswell membawa nostalgia saat pertama kali mereka bertemu/Hey//Hey/
J. Elymorz
akhirnya liora jadi high human/Smile//Smile/
J. Elymorz: ikut senangg/Smile//Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!