KEKASIHKU BERUSIA DUA RATUS TAHUN

Mata bulat Rania terus melihat ke spion. Mereka begitu dekat—Rania bergeser jalur, namun mobil lain di sampingnya kembali menabrak.

Grugh!!

“Aaakkhh!” jerit Rania—mobilnya oleng dan menabrak palang penutup jalan, hingga masuk kedalam jalur jalan yang sedang di bangun menuju jembatan di atas sungai besar Velmora.

Rania menghela napas, namun mereka ternyata ikut masuk kejalan baru yang kosong itu. Dua Mobil di belakangnya terus melaju semakin mendekat. Di sisi kiri, para pekerja melambaikan tangan menahan—memberi tahu jika itu jalan buntu, karena belum selesai.

“Heii, berhenti! Itu jalan buntu!”

Teriak mandor, segera menyalakan motor dan mengejarnya.

Benar saja, di depan sana jalan baru ini sudah habis. Rania dengan cepat menginjak pedal rem, lalu membuka sabuk pengaman berniat lari keluar mobil—namun dua mobil di belakangnya dengan kencang menabrak mobinya.

Brukk!!

Prenk!!

“Aaaakkkkhh!”

Jerit Rania ketakutan, hatinya sudah pasrah… namun dalam sepersekian detik. Sosok pria aneh itu muncul lagi, kali ini duduk di kursi samping kemudi menatapnya panik. Rania sempat menoleh, matanya membelelak kaget.

Sosok tampan itu memeluk Rania erat, lalu…

Jebrusssss!

Mobil menghantam permukaan air, orang-orang suruhan ayah Sierra menatap puas dari atas jembatan yang belum jadi.

Benturan keras membuat Rania tak sadarkan diri, sebelum mobil masuk lebih dalam ke dasar sungai— Arven dan Rania menghilang.

Anak buah ayah Sierra segera melapor.

“Hallo, sudah beres bos!” ucapnya bangga. Di ujung sana, seorang mandor berdiri menatap menyaksikan semuanya dengan wajah ketakutan.

Dua pria kekar dengan cepat mengejarnya, lalu memukulinya hingga babak belur.

“Kalo lo buka mulut… lo dan anak buah lo, mati di jembatan ini!”

“Ampun bang! Jangan bang! Saya tutup mulut bang…”

Suara pria itu bergetar, memohon ampun.

*

Sierra berdiri di depan jendela besar di ruangannya. Jemari lentik masih memegang ponsel yang menempel di kupingnya. Senyum di wajahnya—lebar meraup kemenangan. Tatapan mata tertuju pada model-model yang sedang melakukan photo syut.

Beberapa model pria terlihat sangat tampan, membuatnya menelan ludah—meronta ingin mencicipi.

Sierra Lune adalah putri bungsu Magnus Lune. Pengusaha yang bergerak di bidang exibhition, namun didalamnya ia juga menjual barang haram dan menggelapkan senjat4 ilegal.

Kakak Sierra Bernama Maxim Lune, teman dekat Garren—namun meninggal dunia karena oper dosis. Awal kedekatan Garren dan Sierra adalah saat kematian kakaknya itu, Sierra nampak prustasi dan kembali ceria setelah Garren mencoba menghiburnya.

Namun semua tak berhenti disana, melihat Garren muda yang tampan dan kaya. Sierrapun berambisi ingin merebutnya, dari tangan Rania sebagai istri sah—dengan menunggangi ego Marlena Luxford yang tidak pernah menyukai menantunya.

*

Di Venhouse, Eldarion dan Kaelis duduk diam, tak ada obrolan tak ada candaan. Hingga ruangan itu nampak hening, hanya denting jam dinding yang berjalan cepat—mengingatkan bahwa waktu terus berjalan.

Wajah Eldarion masih nampak kesal, karena Arven meninggalkannya begitu saja—demi menemui mahluk bumi yang mulai mengambil perhatiannya.

Tiba-tiba Arven muncul tepat di hadapan mereka, membawa seorang manusia lemah yang tak berdaya. Tubuh mereka basah, wajah keduanya pucat—terutama Arven, dia sangat panik, berpikir jika wanita ini mati.

Eldarion berdiri cepat, matanya menatap tajam merah penuh amarah. Ia melirk Kaelis dengan rahang yang menegas. Kaelis segera menunduk—ia tahu Eldarion sedang marah.

“Pangeran Arven Han, untuk terakhir kali saya akan mengingatkan. Kita ini Archeon, mahluk energi yang berasal dari Eryndor. Dan Archeon di larang keras terikat pada manusia. Jangan pernah lupa, jika manusia pernah hampir menghancurkan Eryndor dimensi dunia kita. Tugas kita adalah menjaga portal agar mereka tidak melakukannya lagi!” tegas Eldarion.

Arven tak menjawab, hanya menatapnya datar. Seolah ia sudah menentukan takdirnya sendiri—dan tak pedulu dengan peraturan dunia Eryndor.

Tiba-tiba angin besar masuk memenuhi ruangan, lalu berputar di sekitar Eldarion, seolah menarik tubuh kekarnya menjadi kepingangn Cahaya yang indah, lalu melebur bersama angin—dan menghilang.

“Hhh! Tuan…”

Kaelis menestkan air mata, ia tahu tak akan bisa bertemu Eldarion lagi. Sementara Arven masih diam—tak mengatakan apapun, ada sedikit rasa bersalah merayap di dad4nya, namun ada sebuah rasa yang tak bisa di pahami, seolah mengikatkan dengan wanita bumi ini.

Rasa itu selalu membuatnya ketagihan, sesuatu yang beda yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Arven meletakan Rania di atas ranjang besarnya yang mewah. Lalu ia melirik Kaelis. “Lakukan sesuatu!” titahnya panik.

Kaelis dengan cepat maraba nadi Rania, “Dia masih hidup tuan.” ucapnya tenang.

Arven mengangguk lega. Segera duduk disamping Rania, lalu menyentuh luka di keningnya, hanya dengan terpejam, luka itu sembuh tak berbekas.

Kaelis kaget, karena selama ini ia tdiak pernah melihar Eldarion melakukan hal itu. Bahkan Ketika dirinya terluka.

Setelah beberapa jam, Rania pun sadar. Matanya perlahan terbuka, langit-lnagit ruangan itu mewah. Ia pun bergeser kearah lampu kristal yang membuatnya terpukau.

“Apa aku sudah di surga?” gumamnya.

“Kau sudah sadar?” tanya Arven datar, berdiri disamping sambil melipat kedua tangan.

Rania menoleh cepat, “Aaaakhhhh!” ia kembali berteriak kaget.

“Jin penunggu hutan? Kenapa keu terus membuntutiku?” Rania kembali menatap kaki Arven, lalu menelan ludah. “Tapi dia menapak, “ gumamnya lagi.

*

Terima kasih sudah mengikuti kisah ini.

Jangan lupa kasih bintang terbaik dan ulasan manis ya. Setiap komentarmu adalah seperti percikan api yang bikin semangatku menyala untuk terus menulis.

Ayo, tulis pendapatmu, teorimu, atau bagian favoritmu_aku baca semuanya, lho!