NovelToon NovelToon
DIAM DIAM SUAMIKU NIKAH SIRIH

DIAM DIAM SUAMIKU NIKAH SIRIH

Status: sedang berlangsung
Genre:Pihak Ketiga / Suami Tak Berguna / Selingkuh
Popularitas:55.5k
Nilai: 5
Nama Author: Hasri Ani

"Loh, Mas, kok ada pemberitahuan dana keluar dari rekening aku tadi siang? Kamu ambil lagi, ya, Mas?!"

"Iya, Mai, tadi Panji WA, katanya butuh uang, ada keperluan mendadak. Bulan depan juga dikembalikan. Maaf, Mas belum sempat ngomong ke kamu. Tadi Mas sibuk banget di kantor."

"Tapi, Mas, bukannya yang dua juta belum dikembalikan?"

Raut wajah Pandu masih terlihat sama bahkan begitu tenang, meski sang istri, Maira, mulai meradang oleh sifatnya yang seolah selalu ada padahal masih membutuhkan sokongan dana darinya. Apa yang Pandu lakukan tentu bukan tanpa sebab. Ya, nyatanya memiliki istri selain Maira merupakan ujian berat bagi Pandu. Istri yang ia nikahi secara diam-diam tersebut mampu membuat Pandu kelimpungan terutama dalam segi finansial. Hal tersebut membuat Pandu terpaksa harus memutar otak, mencari cara agar semua tercukupi, bahkan ia terpaksa harus membohongi Maira agar pernikahan ke duanya tidak terendus oleh Maira dan membuat Maira, istri tercintanya sakit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KEDATANGAN PANDU

Tiga hari sudah aku tak melihat Namira, terkurung di kamar yang bahkan tak ada yang memberiku makan.

Mereka seolah menginginkan kematianku. Beruntung, Mbok Darsih masih bisa memberiku nasi bungkus yang ia masukkan ke dalam kantong plastik dan aku menariknya ke atas dengan beberapa selendang bayi milik Namira yang kutali menjadi satu agar bisa menjangkau hingga ke bawah.

Kemarin rasa lapar sudah tak bisa aku tahan. Perih yang kurasakan semakin menyiksa, mungkin mag yang aku miliki kambuh sehingga aku dan Mbok Darsih mencari cara agar aku mendapatkan makanan tanpa membuka pintu. Apa yang mereka lakukan sudah mengarah pada penyiksaan.

Aku tak menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini, terutama pekerja di sini yang seolah menutup mata. Pasalnya, Mbok Darsih mengatakan bahwa Pak Hasan dan yang lain mengijinkannya untuk berbicara dan menanyakan keadaanku dari balik pintu karena memang kunci di bawa ibu. Maka bisa dipastikan, bahwa mereka juga berada dalam tekanan dan terpaksa melakukan semua ini padaku, karena tuntutan pekerjaan. Mungkin majikan mereka memperlakukanku tak manusiawi, tapi mereka

nyatanya masih punya nurani. Diam-diam membantu meskipun hanya memberi makanan.

[Nya, ada obat mag, diminum biar nggak tambah sakitnya.]

Secarik kertas di dalam kantong plastik yang dikirim Mbok Darsih barusan, kubaca. Aku tersenyum miris. Ini adalah jatah makanku siang ini. Rendang, nasi, dan sayur bayam Mbok Darsih bungkus dengan kertas dan sayurnya dengan plastik.

Dengan terisak aku memasukkannya ke dalam mulut. Rasanya aku sangat sulit menelan karena memang sesak di dalam dada terus mendera. Seandainya Mas Pandu ada di sini, mungkin tak akan semenyakitkan ini, semua juga tak akan pernah terjadi.

Setiap malam, aku tak bisa walau hanya memejamkan mata, cobaan ini sungguh membuatku hampir gila. Sejak saat Namira di bawa ke rumah sakit, Mas Pandu tak pernah menjawab telepon dari Mbok Darsih. Hal itu membuat dadaku semakin sesak.

"Nya, sudah dimakan?" Mbok Darsih kembali datang dan bertanya dari balik pintu setelah mengetuknya beberapa kali, sebagai tanda pemberitahuan atas kedatangannya.

Aku pun bergegas mendekat.

"Gimana, Mbok sudah ada kabar tentang Namira?" Hal yang selalu aku tanyakan setiap kali Mbok Darsih datang adalah Namira.

"Belum, Nya."

Aku mendesah, semakin cemas.

"Nggak ada yang pulang?" tanyaku lagi tanpa gairah.

"Nggak ada, Nya."

"Pak Danu atau yang lain nggak ada yang ke sana lagi?"

"Belum ada yang disuruh ke sana, Nya."

Hening.

"Nya, Nyonya baik-baik saja?"

"Kalau Mas Pandu?!"

"Nggak ada kabar juga, Nya. Hp-nya sering mati."

Itu itu dan itu yang selalu aku tanyakan, tak ada hal lain yang lebih penting dari Namira dan kabar tentang Mas Pandu yang tak seperti biasa. Mungkin aku terlalu tinggi melambungkan harapan pada Mas Pandu dan saat harapan itu datang rasa patahnya pun terus bertambah.

"Mbok apa mereka ingin membunuh saya?" tanyaku meneteskan air mata.

"Ada Mbok, Nya, Mbok akan tetap berusaha sebisa Mbok." Suaranya kini mulai bergetar. Aku tahu, posisi Mbok Darsih juga sama sulitnya dengan yang lain. Ia hanya bisa berusaha memberiku makanan agar aku tidak mati kelaparan dan obat agar aku tidak mati kesakitan.

"Mbok, mbok, bapak kayaknya datang," suara dari Pak Totok terdengar olehku. Aku tersentak.

"Bener, Tok? Alhamdulillah... Nya, Bapak datang, Nya." Mbok Darsih kembali berseru.

"Mbok, cepat temui, Mbok," ujarku tak sabar. Dadaku berdebar, senyumku mengembang. Segera aku hapus air mata dan bangkit dari depan pintu.

Tak berselang lama, pintu pun dibuka.

"Maira." Suara Mas Pandu terdengar nyata.

Beban yang seolah menghimpit pun dada lenyap seketika kala kulihat Mas Pandu berdiri di sana.

"Mas...." Aku berlari menyambutnya, tak sanggup lagi berkata, aku langsung masuk dalam dekapan itu. Memeluknya erat. Tak peduli akan Mbok Darsih dan Pak Totok yang tengah melihatku saat ini. Yang aku tahu, aku hanya butuh melampiaskan semua yang ada di dalam sini. Penat, lelah, dan sakit.

"Namira, Mas, Namira." Dalam tubuh kokoh Mas Pandu aku terus tergugu. Rasa rindu yang menggebu sekaligus pelampiasan atas penderitaanku kuluapkan dalam pelukan itu. Namun, Mas Pandu hanya diam, seolah tak merespon kalimatku, bahkan tangannya tak membalas pelukanku.

"Dia yang menyebabkan semua ini terjadi, Mas. Dia ingin melenyapkan Namira." Suara Viona terdengar dari balik pintu, membuatku terperangah. Cepat aku mengurai pelukan dan melihat ke arahnya.

Viona dan Namira ada di sana. Ya Allah, terima kasih,

bagaikan berada di padang pasir diterpa hujan, aku yang kehausan menunggu kabar akan keadaan Namira, kini dahaga itu seolah lenyap saat dia ada di hadapanku.

"Namira," ujarku tersenyum bahagia saat Namira terlihat baik-baik saja dan sudah sehat dalam gendongan Viona. Air mata kebahagiaanku pun menetes tanpa aku sadari.

Bergegas aku mendekatinya, namun tiba-tiba tanganku dicekal kuat oleh Mas Pandu. "Jangan dekati Namira, Mai!"

Degh! Kata-kata pertama yang keluar dari mulut Mas Pandu sukses membuat jantungku berdentam dan terhujam.

Aku menoleh ke arah Viona, ia tersenyum puas. Lalu aku beralih menoleh ke arah Mas Pandu, menatap manik hitam miliknya yang terlihat berbeda. Apa ini?

"Vi, bawa Namira pergi dari sini. Aku akan bicara dengan Maira. Mbok, Pak, tinggalkan kami," seru Mas Pandu tanpa melihat ke arah mereka, netranya terus menatapku dengan tatapan sendu namun juga tajam. Tatapan yang aku sendiri tak bisa mengartikan. Cengkeraman tangannya pun begitu kuat. Menyiratkan hal yang membuatku semakin tak paham arti dari semua yang ia lakukan.

Detik berselang, pintu pun ditutup entah oleh siapa. Viona atau Mbok Darsih, aku bahkan tak bisa mengalihkan pandang dari tatapan Mas Pandu ini. Aku

masih menerka tatapan yang saat ini seolah mengunci pandanganku.

"Mas...."

Ucapan yang ingin aku sampaikan harus terjeda karena Mas Pandu langsung melepaskan tangannya dari tanganku kemudian berbalik memunggungiku.

"Mas, kenapa nggak mengijinkan aku melihat Namira? Udah berhari-hari aku memikirkan Namira, kenapa sekarang justru melarangku untuk bertemu?"

tanyaku pada Mas Pandu yang tak biasanya ia menyerahkan Namira pada Viona dengan begitu mudah.

Ia bergeming dan masih setia memunggungiku.

"Oh, iya, Mas, kemarin Namira jatuh, jendela ada yang buka. Aku yakin, ada yang masuk ke kamar diam-diam, Mas. Dan kamu ke mana nggak bisa dihubungi?"

Penjelasan hingga pertanyaan yang sudah beberapa hari ini mengganjal di dalam dada, aku keluarkan semua agar tak ada lagi sesak dan tak akan ada kesalah pahaman.

"Mas."

Mas Pandu membalikkan badan ke arahku. Sorot matanya tajam menusuk langsung ke jantung, dadanya pun terlihat naik turun.

"Udah, Mai? Udah kamu ngomongnya?" tanyanya setelah beberapa saat kami saling tatap dalam diam. Dia dengan tatapan marah dan aku dengan tatapan yang diliputi ribuan tanya.

"Ada apa, Mas?"

"Ada apa kamu bilang?! Setelah apa yang terjadi pada Namira, sekarang kamu tanya ada apa? Maira, seharusnya kamu katakan kalau kamu nggak sanggup jaga Namira. Aku bisa mempekerjakan Babysitter atau biar Viona sendiri yang merawatnya dengan bantuan Babysitter. Kamu nggak perlu repot-repot. Tapi jangan kayak gini!" Dengan nada tinggi Mas Pandu berujar, bahkan otot-ototnya terlihat jelas keluar. Ia marah.

"Kok gini, Mas? Kamu nyalahin aku? Mas, ini kecelakaan. Kalau Namira jalan dan jatuh apa Mas juga akan menyalahkan aku, Mas?!" protesku tak terima.

"Maira, ini bukan kecalakaan, kamu lalai!" tukasnya.

"Baru beberapa menit aku tinggal, aku juga udah menyuruh Pak Totok untuk naik, jaga Namira dulu. Nggak serta merta aku tinggal gitu aja," jawabku membela diri.

"Tapi pada kenyataannya apa, Mai? Hah?!" Ia semakin tak terima, bahkan ia tak segan mencengkeram ke dua pundakku dangan kasar dan menatapku bak orang kesurupan.

Sekuat tenaga aku menghempaskan tangannya dari pundakku. "Berapa kali aku bilang, Mas, ada yang masuk. Dan aku yakin mereka...."

"Viona? Ibu? Mama? Itu maksudmu? Mereka nggak akan segila itu, menyakiti Namira, darah dagingnya. Ngawur kamu!"

"Mas, terlepas dari itu semua. Nyatanya, memang ada yang masuk. Berarti ada yang emang niat nggak baik, Mas. Bukan karena ...."

"Dan kalau kamu nggak meninggalkan Namira demi egomu yang terus mementingkan Zahra maka Namira nggak perlu harus di rawat dan mengalami cidera kepala."

Degh! Cidera kepala? Aku menautkan ke dua alis, bingung. Pasalnya, aku sudah meraba bagian kepala dan memeriksanya, semua bagian tubuh Namira sudah aku periksa dan lihat. Tak ada luka, memar atau bahkan benjolan di sana. Apa artinya dia mengalami luka dalam? Ya... Tuhan.

Aku menutup mulut, tak menyangka bahwa apa yang terjadi sudah berdampak besar pada keselamatan Namira.

"Aku minta maaf, Mas...," ujarku dengan suara bergetar.

"Kamu tau, Mai. Seberapa pentingnya Namira buat aku? Sangat penting. Harusnya kamu sadar Mai, Namira lebih penting dari Zahra atau lainnya."

Seketika aku terperangah oleh ucapan Mas Pandu. Aku tak percaya Mas Pandu bisa mengatakan hal semenyakitkan ini. Zahra?

"Waktu, tenaga, semua aku curahkan pada Namira.

Apa yang aku berikan pada Zahra bahkan nggak ada apa-apanya dibanding apa yang aku berikan pada Namira. Sekarang, dengan mudahnya kamu mengatakan itu semua. Sayang boleh, tapi buta jangan lah, Mas!" murkaku

Tak terima.

Zahra anak piatu, hanya punya bude dan aku. Lalu sekarang, orang yang diharapkan bude bisa menggantikan posisinya kelak seolah menyalahkan mereka hanya karena sesuatu yang siapa saja bisa mengalaminya. Sakit, hati ini sangat sakit mendengar Zahra dan Bude yang tidak tahu apa-apa tapi dipersalahkan.

"Buta? Ini apa, Mai!"

Ia merogoh ponsel dari dalam saku celana, lalu terlihat menggesernya, mencari sesuatu di sana entah apa.

"Lihat!" ujarnya seraya menunjukan beberapa slide foto kala aku sedang berada di dapur memasak untuk Zahra. Dadaku bergemuruh seketika. Jelas ini sudah dirancang sedemikian rupa. Viona!

"Jadi kamu lebih percaya sama dia, Mas? Mas, untuk Zahra atau bukan, apa salahnya jika seorang istri masak di dapur?"

"Jelas salah kalau ngurus anak, Mai! Kamu lihat akibatnya. Aku sudah mempekerjakan Mbok Darsih, setidaknya kamu bisa menyuruh Mbok Darsih saja. Selama ini aku berusaha diam, tapi kamu tetap nggak ngerti juga!"

"Kalau pun aku masak, Namira selalu aku taruh stroller, nggak jauh dari aku dan pasti ada yang jaga, kok. Cuma sekali dan aku pun udah nyuruh Pak Totok buat gantiin aku. Zahra dan Bude juga penting buat aku, Mas. Ngerti lah, Mas!" jelasku mencoba memberinya pengertian.

"O... gitu, jadi Zahra lebih penting dari Namira?! Namira itu anak kamu...."

"Dan Zahra sudah lebih dulu ada sebelum Namira ada. Ingat, Mas!" pungkasku memotong ucapannya.

Ia tersenyum samar. Lalu menganggukkan kepala. "Jadi gini, Mai, balasanmu. Setelah semua aku lakukan untukmu. Kamu tahu, Mai? Aku bahkan memberinya nama Namira agar terdengar mirip dengan nama Maira. Untuk apa? Agar Namira bisa melengkapi keluarga kita, agar kamu nyaman, agar kamu nggak lagi mikir perpisahan. Agar kamu terhibur dan bahagia. Tapi ...." ucapannya terjeda. Ia tampak menghela napas. Sedangkan aku, aku merasa terenyuh mendengar penuturan itu.

"Tapi kamu masih saja memikirkan Zahra. Apa Namira belum cukup?"

Konyol, ini benar-benar konyol. Bagaimana bisa Mas Pandu seperti ini pada Zahra? Aku menghela napas. Sebisa mungkin aku menurunkan emosi. Mencoba melawan api tanpa api.

"Zahra adalah keluargaku, dia pelipur lara juga kan sebelum kamu punya Namira? Ingatlah, Mas. Jangan menyalahkan Zahra atas ini semua. Namira punya keluarga utuh, bahkan dikelilingi orang yang begitu mencintainya. Tapi, Zahra, dia hanya mempunyai Bude dan aku." Aku berujar, dengan suara yang sedikit aku turunkan. Aku berharap, Mas Pandu bisa mengerti dan

menghilangkan pikiran-pikiran yang kurasa sudah di luar nalar.

"Apa kamu tidak bisa di sini, fokus pada Namira saja?"

Suaranya semakin melemah.

"Aku bisa di sini untuk Namira, tapi untuk abai pada Zahra, aku nggak bisa," tegasku pada Mas Pandu.

"Baiklah, Mai. Aku nggak mau perhatianmu pada Zahra membuat Namira dalam bahaya. Aku bahkan hampir berhenti bernapas melihat keadaan Namira. Tapi, kamu tetap nggak mau mengerti. Kamu mau ketemu Zahra, kan? Kamu mau kembali ke sana?!"

Aku tak menjawab. Aku hanya bisa menatap nanar Mas Pandu yang kita ni berubah sendu. Dadaku berdebar, meraba apa yang hendak ia katakan.

"Mengertilah, Mas, mereka hanya punya aku,"

mohonku dengan suara bergetar. Air mataku menetes saat melihat lebih dalam sorot mata Mas Pandu yang mengisyaratkan hal buruk akan terjadi.

"Pulanglah, kembalilah pada mereka. Aku membebaskan kamu dari hubungan ini. Maaf jika kamu harus tersiksa dan menunggu lama. Sekarang kamu bebas."

Seketika tulangku terasa lemas. Apa dia telah mengucapkan talak?!

Ia berbalik badan memunggungiku. Aku masih terpaku, seolah tak percaya dengan kalimat itu.

"Aku akan mengurus semuanya. Pak Totok akan mengantarmu ke rumah," ujarnya kemudian melangkah meninggalkan aku yang masih membeku.

1
Munji Atun
Ok thor makasih crazy upnya tiap hari😍 tetep jaga kesehatan ya semangat😍💪❤🥰
Hasri Ani: shiaap say.. 😁😁😁
total 1 replies
Mundri Astuti
mang komporin terus tuh si pandu nji, biar sadar, jangan suudzon ma jutek" sama arina ntar jadi bucin beneran aja
Euis Maryam
terimakasih othorr
Hasri Ani: sama sama say
total 1 replies
Mundri Astuti
oalahhh
Mundri Astuti
tah ...seriusin aja pandu, sapa tau jodoh kau itu pandu 😄
Euis Maryam
lanjutkan
Mundri Astuti
nah kan...dah pandu sama arina aja 😄 cocok deh
Euis Maryam
wowo
Euis Maryam
lanjutkan
Euis Maryam
🤣🤣🤣
Euis Maryam
makasih otor
Hasri Ani: sama2 say
total 1 replies
Mundri Astuti
pandu di arahin ke kamar arina kayanya nih
Munji Atun
ok thor makasih crazy upnya😍jaga kesehatan ya tetep semangat💪❤🥰
Hasri Ani: siap say hehe makasi sllu mampir
total 1 replies
Ma Em
Alhamdulillah rumah tangga Maira dgn Sean selalu kompak dan rukun meskipun ada saja keributan kecil tapi secepatnya diselesaikan dan saling memaafkan , semoga pernikahan Maira dgn Sean selalu diberikan kebahagiaan dan dijauhkan dari segala cobaan 🤲🤲 apalagi beberapa bln lagi akan bertambah anggota keluarganya yg akan lahir baby twins semoga semakin bertambah bahagia .
Mundri Astuti
bisa beud daah si Sean dramanya
Mundri Astuti
Yo wes Sean mamamu masih merasakan lukanya, kamu sebatas bakti nyembuhin papamu aja.
Munji Atun
Othor zeyyyeeenks makasih crazy upnya tiap hari 😍 iiih makin syukaaa deh 😍
tetep jaga kesehatan yuuk semangat 💪❤🥰
Euis Maryam
novel bagus gini gak banyak yang komen
Hasri Ani: mngkin blm msuk rekomendasi say jdi blm bnyk yg nemu crtanya hehee..
total 1 replies
watini
semoga semua bahagia dan saling memaafkan.makasih banyak up nya thor.kopi untukmu,biar makin semangat....
Hasri Ani: hihihi.. mksi kmbali say sdah mampir
total 1 replies
Ma Em
Semoga pernikahan Maira dgn Sean langgeng jgn ada konflik lagi apalagi gangguan dari si Pandu , Arina atau pelakor Bu Puspita jgn sampai mengganggu kebahagiaan Maira dan Sean , semoga kandungan Maira baik2 dan disehatkan sampai hari persalinannya dan pasti anaknya kembar sepasang .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!