NovelToon NovelToon
Tumbal (Di Angkat Dari Kejadian Nyata)

Tumbal (Di Angkat Dari Kejadian Nyata)

Status: tamat
Genre:Misteri / Horor / Tamat
Popularitas:564
Nilai: 5
Nama Author: Rosy_Lea

Erik koma selama 3 Minggu, setelah jatuh & terjun bebas dari atas ketinggian pohon kelapa, namun selama itu pula badannya hidup & berinteraksi dengan keluarga maupun orang-orang di sekelilingnya, lalu siapa yang mengendalikan dirinya jika jiwanya sedang tak bersama raganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosy_Lea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kalap

“Pindah ke depan lagi aja, Yuu...”

Katanya dengan nada merengek tapi ngegas.

Dalam hati aku teriak, “Ya Allah, baru juga punggung ini lurus lima menit!”

Tapi yang keluar dari mulut cuma,

“Iya, iya, bentar ya Mbeeb...”

Senyum ditahan, otot di cengkram, jiwa dipeluk.

Kasurnya diangkat lagi, bantalan digeser, napas ditata ulang.

Fix, hari itu aku bukan istri, tapi tukang angkut berjiwa sabar.

Akhirnya, balik lagi aku gotong-gotong pindahin Pak Su beserta segala printilan hidup nya ke ruang tamu.

Kasur, bantal, selimut, obat, termos air, dan segunung perintilan lain yang bikin aku serasa jadi porter rumah sakit keliling.

Yaa begini lah... demi kenyamanan Pak Su, ruang tamu pun resmi berubah fungsi jadi kamar VIP dadakan lagi.

Raga capek udah nggak terkira, pikiran apalagi, letihnya udah nggak ketulungan. Tapi tampilan? Tetep harus manis, full senyum, setangguh SPG yang lagi bagi-bagi brosur di tengah terik jalanan.

Karena kalau aku ikutan lelahnya keliatan, bisa makin runyam suasana rumah. Jadi ya... senyum aja dulu, walau dalam hati udah pengen rebahan sambil ngilangin sinyal seminggu.

Alhamdulillah, akhirnya kelar juga mindahin baby big-ku. Habis itu langsung aku suapin makan, barengan sama para bocil, sekalian biar capeknya nggak dobel shift.

Multitasking mode on, tangan nyuap, mulut nyuapin, mata? Ya tetep standby action: ngasih kode peringatan ke bocil-bocil biar nggak banyak gaya. Soalnya tahu sendiri... gerak dikit bisa kena semprot dari Pak Su yang masih sensi tingkat dewa.

Beres makan, langsung deh aku giring para bocil beneran masuk ke kamar. Misi utamanya adalah menyelamatkan mereka dari potensi serangan mental tak terduga.

Soalnya Pak Su lagi susah dibaca, kadang kalem, kadang bisa meledak tanpa aba-aba. Jadi, sebelum ada yang kena semprot cuma gara-gara tawa bocil yang kencengan dikit,, mending dikarantina dulu di zona aman.

Habis itu aku melipir ke dapur lagi, mulai sesi tumbuk-menumbuk rempah-rempah.

Tenaga yang tinggal sisa-sisa, udah kayak baterai merah nyala, tetep aku kerahkan buat ngangkat alu. Demi tiket jadi bidadari surga, ya udah, dihajar aja!

Tubuh sih udah kayak mati rasa... antara pegel, capek, lelah batin, saking nano-nanonya beban hidup hari ini.

Setelah bermenit-menit jungkir balik di dapur, akhirnya jadi juga racikan rempah lulur kesehatan buat Pak Su.

Campuran penuh cinta, keringat, dan sisa tenaga terakhir... semoga khasiatnya semujarab harapannya.

Dengan binar bahagia dan senyum dari harapan yang masih tersisa, aku berjalan mendekati Pak Su.

“Mbeeb, pake rempah yuk, biar anget... kita oles minyak habis itu kompres dulu ya...”

Oh iya, pada akhirnya aku juga setiap hari harus ngompres badan bagian kanan suamiku, besty.

Bedanya, aku pakai air panasnya aja, tanpa mendidih. ya, karena ilmu kebalku belum lulus.

Aku olesin dulu badan Pak Su pake minyak, sesuai wasiat Pak Ustadz.

Habis itu, aku kompres pelan-pelan pakai lap yang udah direndam air panas, pelan-pelan, biar nggak kaget.

Sambil terus aku niatin dalam hati, semoga ikhtiar ini jadi jalan kesembuhan buat Pak Su.

Ekspresinya kaku, datar…

Nggak ngeluh, nggak komentar, cuma nurut aja waktu badannya aku olesin pake minyak, terus aku kompres.

Lumayan bikin hati agak adem, kayak ada harapan kecil yang tumbuh.

Alhamdulillah…

Setidaknya capekku nggak sia-sia,

setidaknya dia masih menunjukkan kalau dia menghargai usaha ini,

meski tanpa kata.

Tinggal rempah-rempah...

Step terakhir yang harus aku selesaikan hari ini.

Tubuh udah nyaris tumbang, tapi semangat masih kupaksa nyala, karena kalau bukan aku, siapa lagi?

Rempah-rempah ini mungkin sederhana,

tapi buatku ini bentuk cinta, bentuk ikhtiar,

yang kubalut dari sisa-sisa tenaga dan harapan yang belum benar-benar padam untuk Pak Su tercinta.

Tapi Pak Su tiba-tiba menatapku tajam, matanya menyala dengan emosi yang sulit ku artikan.

Aku yang sedang membalurkan tumbukan rempah ke tangannya, sontak terdiam.

"Bau apa ini? Kamu pakai minyak wangi apa yu?!" ucapnya, nada suaranya meninggi.

Lalu, tanpa jeda, Pak Su melemparkan kalimat yang menusuk hati:

"Perempuan murahan..."

Sekujur tubuhku membeku. Bukan karena ucapannya semata,

tapi karena kekagetanku, dari orang yang selalu ku bela, dengan seluruh jiwa dan ragaku kini justru menyerang

Aku syok dengan kejadian ini. Tubuhku membeku di tempat, tak mampu bergerak sedikit pun.

Teriakannya yang kalap, amarahnya yang meledak-ledak, justru tidak membuatku lekas pergi.

Sebaliknya, aku malah terpaku seperti orang linglung.

Perlahan, dengan gemetar, aku mencoba mengendus bajuku sendiri.

Kucium bagian lenganku, dadaku, bahuku,

tapi aku tak mencium apa-apa.

Tak ada bau mencolok, tak ada wangi yang menusuk.

Hanya aroma rempah yang tadi ku genggam, sederhana, alami.

Lalu kenapa aku diperlakukan seperti ini?

Pertanyaan itu menggantung di udara, tanpa jawaban.

Teriakan Pak Su masih menggema di seluruh ruangan, membuat udara terasa berat.

"Bu, dia bau minyak wangi laknat! Bau perempuan jalanan!"

"Usir dia, Bu! Jangan biarkan dia mendekat ke sini lagi!"

Setiap katanya menamparku lebih keras dari tamparan fisik.

Di hadapan mama mertua, aku dihina tanpa belas kasihan, seolah-olah aku tak punya harga diri.

Aku hanya berdiri di sana, tubuhku kaku, mataku basah tapi belum menangis.

Bukan karena takut, tapi karena kecewa, dihancurkan oleh seseorang yang sangat aku bela sangat aku percaya.

Tepukan lembut di bawah pundakku menyadarkan ku dari keterpakuan.

Sentuhan itu datang dari ibu mertuaku, tatapannya tak setajam Pak Su, tapi tetap sulit aku baca.

"Kamu mundur dulu, Yu. Ke ruangan lain ya... ganti baju dulu," ucap beliau pelan, tapi tegas.

Tidak ada amarah, tapi juga tak ada pembelaan.

Aku hanya mengangguk pelan, tak sanggup berkata apa-apa.

Langkahku berat, tapi ku paksa bergerak, meninggalkan ruangan yang masih penuh dengan sisa teriakan dan luka yang belum sempat dijahit.

Di belakangku, Pak Su masih meluap-luap.

Emosinya tak terbendung, suaranya terus menggema.

Kata-katanya mengalir tanpa jeda, penuh sumpah serapah, tanpa saring, tanpa kendali.

Setiap langkahku menjauh, justru membuat suaranya terdengar makin tajam,

seolah ingin memastikan bahwa setiap kata kasarnya menancap dalam di telingaku, di hatiku.

Tapi aku tetap berjalan, meski lututku lemas,

karena aku tahu, bertahan di situ hanya akan membuatku hancur lebih cepat.

Aku menyeret langkahku pelan, tertatih hingga ke kamar anak-anakku.

Begitu pintu ku tutup, seluruh kekuatan yang ku paksakan sejak tadi runtuh seketika.

Aku terduduk lemas di lantai, punggung bersandar ke dinding.

Air mata yang sedari tadi mati-matian ku tahan, kini tumpah tanpa bisa dibendung.

Tak ada lagi yang bisa ku tahan, tak ada lagi yang harus ku kuatkan.

Di ruang ini, aku akhirnya jujur pada luka yang kubawa, sendiri, diam-diam.

1
Odette/Odile
Hebat deh penulisnya!
ナディン(nadin)
Dapet insight baru dari cerita ini
Rosy_Lea: Alhamdulillah, semoga insight-nya bermanfaat ya besty.. dan bisa jadi penguat juga buat jalanin hari-hari 💖✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!