《Terdapat ****** ******》
Harap bijak dalam membaca.....
William dan Nozela merupakan sahabat sejak mereka masih kecil. Karena suatu kejadian tak disengaja membuat keduanya menjalani kisah yang tak semsestinya. Seiring berjalannya waktu, mulai tumbuh benih-benih cinta antara keduanya.
William yang memang sudah memiliki kekasih terpaksa dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Akankah dia mempertahakan kekasihnya atau memilih Nozela??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 6
Sementara di luar, Clarissa berkali-kali menghembuskan nafas lelah. Dia tak bisa menyembunyikan lagi bahwa ia bosan setengah mati. Suara bising hewan yang bersahut-sahutan di klinik itu membuat kekesalannya semakin bertambah.
"Lama banget sih, Liam. Aku capek nih," keluhnya, terdengar begitu tajam.
"Sebentar, Cla, tadi kamu sendiri, kan, yang bilang mau ikut," jawab William, berusaha menenangkan, meski tahu itu mungkin hanya akan menambah rasa kesal di hati kekasihnya.
Clarissa duduk sambil menyedekapkan tangan di dadanya, jelas menunjukkan ketidaksenangan. Tubuhnya bersandar pada kursi dengan tatapan jengah.
"Ya kan aku nggak tahu kalau bakal selama ini," sahutnya, suaranya agak tersindir.
William diam sejenak, menatap kekasihnya yang cemberut. Dalam hati, ada sedikit keresahan yang tak bisa kupungkiri.
"Aku marah, aku capek. Tapi aku juga nggak rela kamu berduaan sama Nozela begitu lama," batin Clarissa sendiri.
Ada cemburu yang aneh ketika melihat bagaimana perhatian William berpindah pada Nozela. Meski hanya sahabatan, tapi tetap saja dia tak suka.
"Aku nggak mau ini berakhir jadi adu argumen lagi." William mencoba menyingkirkan kekesalannya sendiri, meski hal itu agak sulit.
Dia kemudian menatap Clarissa dan tersenyum. "Jangan cemberut dong, Cla," ujarnya pelan sambil menggoda, mencolek pipinya. Semoga, dengan cara ini, dia bisa sedikit saja melepas kesal.
"Tck, jangan pegang-pegang."
Clarissa menepis tangan William dengan raut wajah cemberut. Meski begitu, sudut matanya menangkap tawa kecil William yang menyebalkan. Wajahnya tampak ceria, seolah-olah tak merasa bersalah sama sekali.
"Sayang, jangan ngambek dong," ucapnya sambil tersenyum.
Clarissa menggerakkan bibirnya menirukan ucapan William dengan penuh ejekan, meskipun di dalam hati, ada rasa hangat yang perlahan menjalari dirinnya. Memanggilnya 'sayang' di depan umum seperti ini, dia tidak bisa memungkiri bahwa hatinya sedikit berbunga-bunga. Tapi, Clarissa tetap bertahan dalam acara ngambeknya. Dia ingin tahu seberapa keras William berusaha membujuknya kali ini.
"Mau apa? Nanti aku turutin," katanya dengan nada serius bercampur santai.
Clarissa melirik William dari sudut mataknya, perlahan mulai merasa tergoda oleh tawarannya. Tapi dia tidak mau terlihat mudah luluh.
"Beneran mau diturutin?" tanyanya memastikan, masih mencoba menjaga kesan dingin di depan matanya. William mengangguk dengan penuh keyakinan.
"Iya beneran, janji deh."
Hati Clarissa mulai berdebar-debar, tapi dia menahan diri untuk tidak langsung menunjukkan antusiasme. Dia tahu William akan melakukan apa saja untuk membuatnya tersenyum lagi. Mungkin ini cara dia menunjukkan betapa pedulinya padanya—tapi Clarissa masih ingin bermain sedikit sebelum memberikan kemenangan padanya.
"Yakin?"
William merangkul pudak kekasihnya sambil membisikkan sesuatu. "Yakin sayang."
"Ehem"
Clarissa dan William sepontan menoleh saat mendengar suara deheman keras, Nozela berdiri di samping mereka entah sejak kapan.
"Nanti lagi pacarannya, anterin gue pulang. Smooky butuh istirahat." Ucapnya lalu pergi.
William meraih jemari Clarissa lalu mengenggamnya. "Kita anterin Ojel pulang dulu."
Clarissa mengangguk. Mereka keluar dari klinik kemudian mengantarkan Nozela pulang.
"Gimana si beagle?" Tanya William.
"Cuma flu biasa." Jawab Nozela cuek.
William hanya mengangguk lalu kembali fokus pada jalanan didepannya. Disampingnya, Clarissa tersenyum smrik saat tak ada lagi pembicaraan antar dua orang sahabat itu. Setidaknya hatinya sedikit lebih tenang sekarang.
"Thanks udan anterin." Ucap Nozela saat mobil William berhenti di gerbang rumahnya.
"Kaya sama siapa aja lo. Kalo gitu gue duluan, mau anter Clarissa."
Nozela mengangguk lalu melambaikan tangannya. "Babay Clarissa, makasih lo ya udah ngaterin gue sama smooky."
Clarissa tersenyum amat sangat manis. "Sama-sama Ojel. Gue pulang dulu ya, semoga smooky cepet sembuh."
"Oke, hati-hati ya kalian."
"Sialan, wajahnya ngeledek banget sih. Ihhhhh, nyebelin." Batin Clarissa kesal, namun dia berusaha keras menahannya.
William terkekeh melihat interaksi sahabat serta kekasihnya. Tak lama kemudian dia menutup jendela mobil lalu pergi. Saat ini, dia akan mengantarkan Clarissa ke apartemen gadis itu. Sesuai janjinya, dia akan menuruti semua keinginan Clarissa.
Sampai di unit apartemen, mereka masuk ke dalam. Clarissa yang merasa gerah melepaskan blazer crop yang membungkus tubuh indahnya. Kini dia hanya memakai rok pendek dengan atasan tanktop saja.
Gluk.
William menelan ludahnya kasar melihat sesuatu yang mengintip dibalik tanktop kekasihnya.
"Sial, gue selalu kehilangan kendali saat sama Clarissa." Batinnya.
"Aku mandi dulu ya, kamu bisa nunggu di atas." Ujar Clarissa dengan suara yang dibuat-buat.
William mengangguk, dia mengikuti langkah kekasihnya naik ke tangga menuju kamarnya. William membasahi bibirnya dengan lidah saat melihat b0k0ng penuh Clarissa yang nampak bergoyang saat melangkah.
"Tahan Liam, tahan." Ucap batinnya berteriak.
Sampai di kamar, William langsung duduk di sofa sementara Clarissa masuk ke ruang ganti. Dia sengaja keluar hanya menggunakan bathrobe pendek sebatas paha.
"Bentar ya Liam."
William seolah terhipnotis oleh kemolekan tubuh kekasihnya, selama pacaran setahun baru kali ini dia amat berminat pada Clarissa. Dia merasakan bagian bawahnya bereaksi hanya karena membayangkan paha mulus itu.
Ceklek.
William tersadar dari lamunannya saat mendengar pintu kamar mandi tertutup. Dia melirik ke bawah, tepatnya di pangkal pahanya. Celananya menggembung dan mulai terasa sesak.
"Apa ini waktunya?" Gumam William.
Beberapa kali dia mencoba menjernihkan pikirannya, namun h4sr4t itu tak bisa di bendung lagi. Dia segera berdiri lalu melepas jaket yang terasa mencekiknya. Dia mulai berjalan menuju kamar mandi.
Tepat di depan pintu kamar mandi, dia menatap handel berwarna silver. Dari tempatnya, dia bisa mendengar suara gemricik air. Setelah meyakinkan dirinya, perlahan William menekan handel pintu ke bawah.
"Nggak dikunci." Gumamnya.
"Kayanya Clarissa sengaja." Lanjutnya dalam hati.
Tanpa pikir panjang, William segera masuk. Baru beberapa langkah masuk dia bisa mencium aroma mawar, sepertinya dari sabun mandi yang digunakan kekasihnya. Baru menghirup aromanya saja, miliknya sudah semakin tegang.
William berjalan ke arah kamar mandi terpisah, dibalik kaca buram dia melihat siluet tubuh Clarissa yang tengah berdiri di bawah shower.
"Sial, gue nggak tahan lagi."
William segera melepaskan pakaian yang melekat pada tubuhnya, dan membuangnya ke sembarang arah. Dengan tekad penuh, dia mulai membuka pintu buram itu.
"William." Ucap Clarissa sambil tersenyum miring.