Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 11
"Berenang?" tanya Anya, matanya membulat sempurna.
Walaupun kini ia berada di tubuh Arka, seorang lelaki, tetap saja mustahil baginya untuk berenang dengan tiga lelaki itu.
Ia harus berada satu kolam bersama mereka, melihat dengan jelas bentuk tubuh mereka—pikiran itu membuatnya merinding sekaligus senang. Namun, ia juga merasa malu. Ini seperti mencari kesempatan dalam kesempitan, batinnya.
Belum sempat ia menolak, Lex dan Jasper sudah merangkul pundaknya, menyeretnya keluar.
"Sudah, jangan banyak alasan. Berenang bisa buatmu segar. Kita sudah lama gak berenang," kata Lex, senyumnya lebar.
Anya hanya bisa pasrah mengikuti langkah mereka.
Mereka telah sampai di sebuah gedung tertutup tak jauh dari perusahaan. Di sanalah mereka akan berenang.
Tempat itu di jaga dengan ketat karena gedung kolam renang itu memang milik perusahaan, khusus untuk artis mereka.
Anggota yang lain segera mengganti pakaian renang mereka. Namun, Anya masih terpaku di depan pintu ruang ganti, tangannya meremas ujung bajunya.
Jakson menoleh, mengerutkan kening, lalu menariknya masuk. "Kenapa bengong? Ayo cepat ganti bajumu."
"A ... aku lihatin kalian aja ya. Kayaknya lagi gak mood untuk berenang," sahut Anya, suaranya sedikit bergetar.
Anya menutup matanya dengan kedua tangan saat mereka mulai melepas pakaian. Tapi ia masih bisa melihatnya dari sela-sela jarinya, pipinya merona.
"Sejak kapan kau gak mood berenang? Padahal selama ini, kau yang paling marah kalau kita malas berenang," celetuk Lex, matanya menyipit curiga.
Anya mengusap pelipisnya, mencoba mengarang alasan yang bisa diterima akal sehat.
"Sudah, ayo! Jangan banyak alasan," ajak Lex, senyum jahil bermain di bibirnya.
Anya tak berdaya. Ia ditarik ke ruang ganti, Jasper membimbingnya menuju lokernya.
Mereka keluar hanya dengan celana renang, tubuh bagian atas telanjang. Anya menelan ludah, terpana melihat tubuh atletis di hadapannya. Otot-ototnya terpahat sempurna, memancarkan kekuatan dan keindahan.
"Kami duluan, ya!" seru Lex sambil melangkah bersama yang lain.
Anya mengangguk kecil. Ia mulai membuka kausnya, tangannya menyentuh perutnya yang rata.
"Dia benar-benar merawat tubuhnya," bisik Anya kagum.
Ia menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah tampan yang selalu berhasil membuat para wanita berteriak histeris.
Mata yang tajam namun teduh. Rahang kokoh, hidung mancung—sebuah kombinasi yang memabukkan. Dulu, Anya sendiri pernah terpesona oleh pesona pria di balik tubuh itu.
"Baiklah, aku akan berenang. Lagipula, sekarang aku laki-laki, jadi tidak masalah, kan?" gumamnya sambil terkikik geli, menutup mulutnya dengan tangan.
Ia mengganti celananya dengan celana renang. Namun, tiba-tiba sebuah pikiran menghantamnya. Ia tidak bisa berenang!
"Gawat, aku kan gak bisa berenang! Gimana ini?" Anya baru menyadari fakta yang membuatnya panik.
Kemudian, secercah harapan muncul di benaknya. "Tapi, tubuh ini kan jago berenang. Seharusnya, aku juga bisa, dong."
Dengan sedikit ragu, Anya melangkah keluar, bergabung dengan yang lain.
Jakson dan teman-temannya sudah asyik berenang, meliuk-liuk di dalam air dengan lincah. Anya hanya bisa terpukau melihat kehebatan mereka.
Sekarang, ia benar-benar bisa berada di antara mereka, bahkan berbagi kolam renang yang sama. Dulu, meskipun ia seorang asisten, Anya tidak pernah benar-benar bisa berinteraksi sedekat ini.
Ia harus menjaga sikap profesional. Selesai bekerja, mereka kembali menjadi orang asing.
Semua orang menyadari kedatangan Anya.
"Cepat masuk! Kita lomba renang, yang kalah traktir makan!" seru Lex, tangannya melambai ke arah Anya.
Anya ingin segera bergabung ke kolam, namun ragu karena takut kolamnya dalam. Ia gengsi untuk bertanya tentang kedalaman kolam itu.
'Ayo, Anya, pasti bisa!' batinnya menyemangati diri.
Di ujung kolam, Jakson memperhatikannya dengan seksama. Ia menyadari keraguan di wajah Anya.
Namun, Jakson tak menghiraukannya dan memilih untuk terus berenang, tanpa berniat bergabung dengan yang lain.
Anya duduk di tepi kolam, memperhatikan yang lain tengah asyik berenang di tengah. Saat tak ada lagi yang memperhatikannya, Anya mulai menurunkan kakinya satu per satu ke dalam air. Kemudian, ia memberanikan diri terjun ke kolam.
Anya merasa aneh, kakinya tak menyentuh dasar kolam. Tanpa ia ketahui, kolam itu memang sangat dalam, dibuat khusus untuk latihan para artis di agensi.
Kolam dengan kedalaman hampir 3 meter itu berfungsi untuk melatih pernapasan, agar saat bernyanyi mereka memiliki napas yang panjang dan tidak mudah kelelahan.
Anya berusaha keras meraih tepian kolam, namun panik membuatnya semakin terdorong ke tengah. Kakinya bergerak tak terkendali, menjauhkannya dari harapan.
"To ... tolong!" Suaranya tercekat, bercampur dengan air kolam yang menyesakkan, membuatnya nyaris tak terdengar.
Dengan sisa tenaga, Anya terus mengayunkan tangan dan kakinya, namun sia-sia. Ia semakin tenggelam.
Air dingin mulai memenuhi rongga tenggorokannya, membakar paru-parunya. Napasnya tersengal-sengal, matanya berkunang-kunang.
Kepala dan tubuhnya terasa semakin berat, menyeretnya turun semakin dalam ke dasar kolam yang gelap dan dingin.