NovelToon NovelToon
MENGUNGKAP SEJARAH PETENG

MENGUNGKAP SEJARAH PETENG

Status: tamat
Genre:Spiritual / Duniahiburan / Reinkarnasi / Matabatin / Sistem / Tamat
Popularitas:646
Nilai: 5
Nama Author: Artisapic

Dengan sisa-sisa tenaganya, akhirnya Anggapala berhasil membuat tempat untuk berteduh. Ia menyekah keringatnya dengan sebuah kain lusuh. Dalam kondisi seperti itu, terdengar dari samping suara langkah beberapa orang yang mendekatinya.
Mereka akhirnya hidup bersama dengan tujuan membangun sebuah tatanan kehidupan yang pada akhirnya banyak orang-orang yang hidup di daerah itu. Hingga dalam beberapa bulan saja, daerah itu menjadi tempat persinggahan para pedagang yang hendak ke arah Barat.
Pada akhirnya daerah itu sekarang menjadi sebuah daerah yang mempunyai banyak unsur seni dan budaya, bahkan daerah Cikeusik atau Gegesik mendapat julukan Kampung Seni.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB XI PRASADA DAN PRALAYA

    Setiap ada kehidupan pasti ada kematian , itu adalah hak yang nyata. Seperti sebuah wangsalan " gedongana kuncenana , wong mati mangsa wurunga " . Begitupun dengan seorang Ki Bugulun.

   Suatu hari Ki Bugulun sedang berada di Swantipura , beliau duduk dikelilingi Mardi , Mahdi , Madropi dan juga Bulhun. Saat itu Ki Bugulun dalam beberapa hari mengalami penurunan kesehatan atau sakit. Dengan kondisi lemah tubuh beliau terbaring. Sementara mereka para kerani dan kerabat tidak henti-hentinya mendoakan beliau. " dingin pinasti anyar pinanggi, tepat matahari tergelincir ke barat , siang itu , Ki Bugulun menghembuskan nafas terakhirnya , beliau meninggal dengan wajah penuh cahaya , bibirnya tersenyum tipis , dengan posisi tangan terlipat di dada. Semua yang hadir di Swantipura sangat sedih , mereka kehilangan sosok yang amat bersahaja , arif , adil dan bijaksana.

   Prosesi pemakaman pun telah selasai , Ki Bugulun kini telah tiada , tetapi segala apa yang pernah beliau amalkan terasa begitu melekat pada setiap warga , jasanya begitu besar bagi tanah Cikeusik.

   Pada malam harinya , di bangsal pedukuhan banyak kaum kerabat juga para warga dari beberapa pecantilan yang meluangkan waktunya untuk berbelasungkawa kepada Ki Bugulun.

   Sementara di komplek pemakaman , tampak duduk beberapa orang yang menjaganya. Pada masa itu tradisi masyarakat Cikeusik , bilamana ada yang meninggal dunia , kuburannya dijaga hingga 40 hari.

   Di malam yang ke 7 , saat itu tepat malam Senin Legi , para kaum kerabat yang menjaga kuburan Ki Bugulun tak kuat menahan rasa kantuk. Sejak sore hari , suasana di Cikeusik begitu terasa amat dingin. Semua penjaga yang biasanya saling bercengkrama , malam itu mereka terlelap dalam buaian. Tiba-tiba .......kuburan Ki Bugulun bergetar , namun para penjaga tidak merasakan getaran itu. Setelah beberapa lama bergetar , lalu keluarlah asap tipis mengumpul dan lama kelamaan membentuk sosok manusia ," Ki Bugulun ", terdengar suara lirih dar seseorang yang saat itu berada di bawah monumen Prasada. Ia dengan jelas melihat kejadian itu dari awal hingga akhir.

   Setelah asap itu membentuk wujud seseorang , kemudian secara perlahan gumpalan asap itu pergi ke arah langit , lama kelamaan gumpalan asap itu menghilang dari pandangan.

   " Kulonuwun Ki , saya ingin menceritakan kejadian semalam dari kuburannya si Jenat ki Bugulun ," kata seseorang kepada Ki Sumber.

" Manggah , gerangan apa yang akan kamu ceritakan Samira ?" tanya Ki Sumber kepada orang itu yang ternyata Samira , seorang pemuda yang dikenal punya kemampuan indra ke-6.

" Begini Ki , tadi malam saya duduk di bawah prasada , berlima Ki , saya , Boja , Mawa , Dula dan Bowo. Kata mereka waktu itu kantuk berat , tapi saya tidak merasakan apapun .Setelah semuanya tertidur , di Swantipura , di bangsal , di tempat saya juga , pokoknya semuanya tidur Ki. Saya melihat ada asap terus seperti si Jenat itu terbang dan menghilang ", kata Samira dengan tubuh gemetar.

Karena yang bicara itu Samira , Ki Sumber percaya , dan segera menyuruh pembantunya untuk mengundang para kerani. Dalam benak Ki Sumber terbersit kata-kata Ki Bugulun , " jasad orang yang meninggal itu manakala setelah dikubur terus menghilang , itu merupakan salah satu bentuk dari Mokswa , dan ia akan kembali ke Prasada , dan kelak akan diturunkan kembali dengan wujud berbeda supaya tidak mengetahui."

" Apa jangan-jangan Ki Bugulun itu mokswa , soalnya beliau itu berilmu tinggi," kata Ki Sumber kepada Bulhun setelah berkumpul di bangsal. " Bisa jadi ", jawab Bulhun.

   Sementara berita itu menyebar di seluruh pedukuhan Cikeusik . Di sebuah jondol dekat rumah Soma , tampak disitu ada Bowo , Mawa dan Dula.

" Kalian sudah mendengar belum berita orang mokswa ," tanya Mawa kepada temannya. " Sudah lah , beliau kan orang sakti , wajar lah ," kata Bowo sambil makan jambu.

" Dari dulu juga sudah banyak berita tentang orang bisa mokswa , yang dikawatirkan itu justru nanti kepada anak cucu kita , saya takut kalau mereka nanti pada mokswa," kata Dula.

" Itu benar Wo , justru mokswa nya itu gara-gara persangkutan masalah hutang piutang , baru saja kita ngobrol , tapi begitu ada yang menagih hutang , tahu-tahu hilang," sahut Mawa. " ha ha ha ha ha" , ketiganya tertawa bersama.

Suasana senja kala itu , pedukuhan Cikeusik seperti biasanya masih banyak aktifitas warga , seperti mengambil air di sungai , mandi , memasukan ternak ke kandang , dan kegiatan lain hingga matahari terbenam.

Bulhun , Mahdi dan Soma sudah berada di bangsal bersama Ki Sumber. Mereka berdiskusi tentang keadaan Cikeusik yang sedang dilanda hama wereng , terutama padi-padi mereka yang siap panen.

" Tak kusangka panen kita nanti bagaimana Ki , hama wereng melanda , musim kemarau begitu panjang , persediaan air bersih mulai menipis , sumur-sumur kering , sementara hanya air di Kedung saja , itupun agak berbau," kata Bulhun membuka pembahasan.

" Baiknya kita bahas buku peninggalan Ki Bugulun saja , coba Soma , kamu buka BAB PANGGEBLUG," sahut Mahdi sambil menyerahkan buku. Soma segera membuka buku itu lembar demi lembar , lalu berkata ," ini dia , bab panggeblug , nanti saya cari hewan kecil.....nah ini , saya baca ya!? Kata Soma sambil mencari di buku.

" wanci jaya ing ngarsanira , panggeblug abyor ing mangsa , kawedar maring jalma linuwih , kairing aji japamantra , samiya bubar tetawuran ing pepada."

" Apa artinya Ki ?" tanya Soma.

Bulhun menjawab ," maksudnya itu manakala kita dalam keadaan jaya atau mulya , maka akan ada masalah , itu bisa diatasi oleh orang yang mengerti masalah itu , dan bisa memulihkannya seperti sediakala. Kalau begitu kita harus datangi Mardi , Ki ", kata Bulhun.

" Ya sudah , kalau bisa Mardi suruh ke sini saja ," perintah Ki Sumber.

Berangkatlah Soma dan Sabar ke rumah Mardi. Dalam perjalanan ke sana mereka melewati jalan sawah dan jembatan sungai.

Akhirnya mereka sampai juga di rumah Mardi. " Kulanun " kata Soma.

" Manggah " jawab orang dari dalam rumah. Dibukalah pintu rumah itu . " oh kalian , silahkan masuk ," kata Mardi.

" Begini Ki , kami disuruh Ki Sumber untuk menjemput Panjenengan , guna membahas masalah wereng," kata Soma.

" Hmmmmm.....nanti saya tulis saja ramuan obatnya , katakan sama Ki Sumber bahwa saya ada keperluan , ada warga yang sedang sakit dan butuh pertolongan," kata Mardi.

Setelah selesai menulis , Mardi menyerahkan secarik kertas yang berisikan ramuan obat untuk wereng. Soma dan Sabar akhirnya berpamitan. Mereka kembalj ke pedukuhan sambil membawa kertas tadi.

Di bangsal pedukuhan masih tampak Ki Sumber , Bulhun , Mahdi dan juga beberapa kerabat. Setelah memberi salam , Soma dan Sabar lalu duduk dan menyampaikan kertas tadi sebagai amanat dari Mardi.

" Ya sudah , besok tolong sampaikan kepada warga untuk mencari buah Bernuk , terus bratawali , sama biji pohon Mahoni," kalau sudah dapat terus kalian racik dan racikan itu sebarkan di setiap sawah yang terkena wereng," kata Ki Sumber sambil memerintahkan kepada Soma dan yang lainnya.

Beberapa hari kemudian , banyak warga berkumpul di depan bangsal pedukuhan sambil membawa bungkusan yang berisikan makanan olahan warga , seperti bubur lemu , talam , juadah , opak angin , krupuk gendar , pipis , dawet , dan beberapa jenis minuman wedang jahe , bandrek , tehbruk , dan teh manis. Mereka sangat bersyukur dan berterimakasih atas penanggulangan hama wereng.

Bagaikan pesta rakyat , hari itu di pedukuhan Cikeusik diadakan acara makan makanan olahan warga hingga sore hari. Dalam kondisi seperti itu , Cikeusik menjadi daerah pertanian yang subur dan banyak tanah garapan yang dibuka sebagai lahan pertanian. Untuk melestarikan budaya keberhasilan itu hingga sekarang dikenal dengan nama Barikan.

1
ArtisaPic
Sebagai generasi muda perlu untuk mengenal sejarah, baik sejarah lokal maupun sejarah negara atau benua atau sejarah alam semesta. Dengan sejarah kita akan mengenal diri kita dengan norma-norma yang ada, tidak gegabah dan tidak rakus akan dunia. Hanya kedunguan yang menjadikan diri kita sebagai budaknya. Manusia bukan BUDAK DUNIA.
Jihan Hwang
salam kenal thor... yuk saling dukung
ArtisaPic
Gegesik kota asyik , Desa wisata , Gudangnya seni dan budaya.
Q.Sambling Gegesiklor
Cirebon
Jawa Barat
Kaylin
Bikin baper, deh!
ArtisaPic
ok , makasih , semoga sukses sll
Aiko
Hebat!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!