NovelToon NovelToon
Rumah Hantu Batavia

Rumah Hantu Batavia

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Action / Misteri
Popularitas:526
Nilai: 5
Nama Author: J Star

Dion hanya ingin menuntaskan misinya di Rumah Hantu Batavia, tapi malam pertamanya di penginapan tua itu berubah menjadi teror yang nyata. Keranda tua terparkir di depan pintu, suara langkah basah menggema di lorong, keran bocor, pintu bergetar, dan bayangan aneh mengintai dari balik celah.

Saat ponselnya akhirnya tersambung, suara pemilik penginapan tidak kunjung menjawab, hanya dengkuran berat dan derit pintu yang menyeret ketakutan lebih dalam. Sebuah pesan misterius muncul, “Hantu-hantu yang terbangun oleh panggilan tengah malam, mereka telah menemukanmu.”

Kini Dion hanya bisa bersembunyi, menggenggam golok dan menahan napas, sementara langkah-langkah menyeramkan mendekat dan suara berat itu memanggil namanya.

”Dion...”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J Star, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rahasia Mulai Terungkap

Ketika Julian menyebutkan bahwa pingsannya berkaitan dengan cermin, jantung Dion berdegup kencang. Ia segera teringat pada permainan yang terjadi malam sebelumnya, bagaimana makhluk dalam cermin itu berhasil dicegah kabur oleh boneka tersebut.

Dari tanda-tanda yang ada, sepertinya makhluk itu belum benar-benar pergi. Ia mungkin masih bersembunyi di balik cermin-cermin yang ada di dalam Rumah Hantu.

“Mas, apakah ini fitur baru yang baru saja ditambahkan ke Rumah Hantu? Mengapa aku belum pernah mendengar sebelumnya?” tanya Dinda yang kini berjalan mendekat, dan tatapan para pengunjung seketika tertuju kepada mereka.

Dion merasakan posisinya kian sulit, tentu tidak bisa secara terbuka mengakui bahwa ada entitas gaib yang menghuni Rumah Hantu itu. Jika mengatakannya, tempat ini bukan hanya akan ditutup, tetapi ia sendiri mungkin akan dianggap tidak waras dan berakhir di rumah sakit jiwa.

“Kurasa bisa dikatakan begitu,” jawab Dion dengan nada tenang, meski pikirannya berkecamuk. “Ini berkaitan dengan video pendek yang aku unggah tadi malam, tapi tidak menyarankan memainkan permainan ini tanpa bimbingan profesional.”

Ia menepuk bahu Julian perlahan, seolah memberikan peringatan. “Jika kalian tidak mendengarkan nasihatku, kalian mungkin akan berakhir seperti pemuda ini. Nah, siapa lagi yang ingin mengunjungi Rumah Hantu? Jangan khawatir, sedikit ketegangan adalah bagian dari hiburan. Tanpa sedikit bahaya, pengalaman ini tidak akan menarik bukan?”

“Menarik pantatmu! Seorang pria sampai pingsan! Ini hanya kunjungan ke Rumah Hantu, mengapa kita harus mempertaruhkan nyawa?” seru salah satu pengunjung dengan nada kesal.

“Benar! Aku akan melupakan ponsel yang rusak, asalkan kamu tidak mengunggah video aneh lagi di tengah malam!” sambung yang lain.

“Terima kasih, tapi aku tidak akan masuk!” kata pengunjung berikutnya.

Ketika Dion mencoba mengulurkan undangan kembali, kerumunan justru mundur serentak, dan membuatnya tertawa kaku. “Mengapa kalian bereaksi seperti ini? Rumah Hantuku tidak semenakutkan yang kalian bayangkan.”

“Tidak menakutkan? Bro, dua mahasiswa forensik yang setiap hari berhadapan dengan mayat, satu menangis, dan satu lagi pingsan! Dan kamu masih mengatakan tempat ini tidak menakutkan? Siapa yang kamu bohongi? Bagaimana kamu bisa mengatakannya tanpa merasa bersalah?”

“Benar! Setidaknya milikilah rasa tanggung jawab!”

Komentar-komentar itu membuat Dion bingung, dulu ketika Rumah Hantu ini dianggap tidak menakutkan, orang-orang enggan datang karena dianggap membosankan. Sekarang ketika atmosfer berhasil dibuat mencekam, justru menimbulkan ketakutan yang berlebihan.

“Jadi kalian datang dari seluruh penjuru kota hanya untuk berdiri di depan pintu dan menonton? Sedikit keberanian tidak akan merugikan siapa pun. Sesekali mengalami ketakutan bisa mempercepat detak jantung dan melancarkan sirkulasi darah, bukankah itu bermanfaat?” ujarnya berusaha meyakinkan.

“Bahkan jika kamu memberi uang, kami tidak akan masuk. Dan soal sirkulasi darah? Jangan-jangan kamu akan mengatakan Rumah Hantu ini bisa menyembuhkan penyakit juga,” sindir pria yang ponselnya rusak sebelum memutar badan untuk pergi.

Namun sebelum ia sempat melangkah, seorang pria paruh baya di sampingnya tiba-tiba angkat bicara dengan suara mantap, “Mas, berikan aku satu tiket!”

Nada suaranya tegas, seolah keputusan itu telah dipertimbangkan matang-matang.

“Sial, benar-benar ada orang yang mencari sensasi,” bisik seseorang di kerumunan.

“Paman, jangan gegabah! Rumah Hantu lain hanya mengambil uangmu, tapi yang ini bisa mengambil nyawamu!” seru pengunjung lain.

“Paman, aku kagum dengan keberanianmu! Silakan saja, jangan khawatir. Kamu bisa meninggalkan istri dan putrimu bersamaku,” sahut yang lain sambil tertawa kecil.

Pria paruh baya itu tampak berusia lebih dari empat puluh tahun, dengan kepala yang sudah botak mengilap. Ia melangkah keluar dari kerumunan, menyerahkan uang sepuluh ribu rupiah kepada Dion. “Satu tiket, tolong.”

“Paman akan masuk sendirian?” tanya Dion dengan nada takjub. ’Pria ini berani melakukannya setelah menyaksikan peristiwa sebelumnya?’

Setelah menerima uang tersebut, Dion memberikan tiket. Ia hendak menjelaskan prosedur keselamatan, ketika pria itu justru berjalan menjauh dari pintu masuk Rumah Hantu.

“Paman, pintu masuk ada di sini…” panggil Dion.

“Aku tahu,” jawab pria itu tanpa menoleh. Ia terus berjalan ke sudut yang lebih fotogenik, lalu mengeluarkan ponselnya. Dengan telaten ia mengatur sudut kamera, memastikan seluruh bangunan Rumah Hantu masuk ke dalam bingkai. Ia mengambil dua foto, kemudian segera mengunggahnya ke media sosial. “Cuaca hari ini sempurna untuk berjalan-jalan, aku pribadi merekomendasikan Rumah Hantu Batavia ini. Benar-benar pengalaman mendebarkan, sangat direkomendasikan,” tulisnya sebagai keterangan.

Kerumunan hanya bisa memutar mata, ’Kamu hanya berdiri di depan pintu selama dua puluh menit dan membeli tiket, lalu menyebut itu pengalaman menakutkan?

Sebelum siapa pun sempat menanggapi, unggahan pria itu telah mendapat banyak suka dan komentar dari lingkaran sosialnya.

Lina (HRD): Mas Bagas, kamu penakut bahkan sama tikus, tapi berani mengunjungi Rumah Hantu? Hebat, Mas!

Dira: Kalau Mas Bagas saja berani, berarti Rumah Hantu itu tidak terlalu menakutkan (emoji senyum licik).

Istrinya: Makan malam sudah siap, cepat pulang!

Putrinya, Raisa: Ayah, kami tahu persis seberapa besar keberanianmu, hentikan pura-pura pemberani itu.

Pak Bagas hanya menanggapi komentar itu dengan santai, menuliskan balasan dengan senyum nakal, ’Kalau kalian merasa lebih berani dariku, silakan datang sendiri. Jangan sampai kalah dengan Ayah, oke.’

Serangkaian tindakan ini membuat kerumunan terpana.

“Paman, betapa cerdiknya kamu! Untuk membuktikan kamu bukan penakut, lalu menjebak istri dan anakmu sendiri…” komentar pria yang ponselnya rusak. Setelah menyaksikan semua itu, ia justru berbalik menghampiri Dion dengan mata penuh tekad.

“Berikan aku satu tiket juga!”

Dion tidak memiliki jawaban untuk perkembangan ini, tapi sebagai pengelola usaha tentu tidak bisa menolak pelanggannya. Setelah menyerahkan tiket kepada pemuda itu, ia memperhatikan bagaimana pemuda tersebut berusaha menggunakan ponsel rusaknya untuk mengambil foto. Tidak lama kemudian, foto itu diunggah ke media sosial dengan keterangan, “Ya Tuhan, apa yang sedang aku lakukan? Aku sadar sangat mudah ketakutan. Siapa yang bersedia menemani dan memegang tanganku ketika kita menantang Rumah Hantu ini bersama?”

Membaca komentar yang segera bermunculan, pemuda itu tersenyum penuh arti.

“Berikan aku satu tiket juga,” ucap seorang pengunjung lain.

“Aku juga!” sahut yang lain.

“Diskon lima puluh persen, bukan? Kalau begitu, berikan aku dua tiket!”

Dalam sekejap, tiket yang ada di tangan Dion menghilang satu per satu. Meskipun, belum ada satu pun pengunjung yang benar-benar masuk ke dalam Rumah Hantu. Hanya dalam beberapa menit, hampir setengah tumpukan tiket telah terjual. Kerumunan pun perlahan mulai bubar, sementara Dion dengan penuh kegembiraan menghitung penghasilan hari itu.

“Mas, tiket yang kita jual pagi ini lebih banyak daripada total penjualan tiket dalam sebulan penuh!” seru Dinda sambil berjongkok di samping Dion. Sorot matanya memancarkan antusiasme yang sulit disembunyikan.

“Kita hanya sedang beruntung hari ini,” jawab Dion sambil tersenyum tipis. “Untuk memastikan pengunjung terus berdatangan, kita harus meningkatkan konten terlebih dahulu.” Ia merapikan uang tunai, memasukkannya ke dalam saku, lalu berbalik untuk kembali ke dalam Rumah Hantu. Saat itulah pandangannya tertuju pada dua korban kejadian hari itu, ternyata masih berada di lokasi.

“Apakah kalian berdua sudah merasa lebih baik?” tanya Dion sambil berjalan mendekat, menawarkan sebotol air mineral. Bagaimanapun juga, dua orang inilah yang tanpa disadari berperan besar dalam ledakan penjualan tiket hari ini.

“Ya, terima kasih, dan maaf sudah merepotkan,” ucap Julian dengan canggung, duduk di anak tangga.

Di sampingnya, wajah Tiara masih tampak pucat. Ia menatap Dion dan Dinda bergantian, lalu berkata dengan suara pelan, “Aku punya dua pertanyaan. Boleh kutanyakan?”

“Tentu saja.” Dion mengangguk mantap.

“Pertama, di dalam Paviliun Kanan, aku bersumpah melihat wajah perempuan ini di dalam cermin. Bagaimana mungkin ia tiba-tiba muncul di belakangku?” Tiara mengungkapkan kebingungannya. Ia masih sulit menerima kenyataan bahwa sempat begitu ketakutan hingga menangis.

“Kamu mengira itu cermin biasa, padahal bukan,” jelas Dion. “Sebenarnya, itu adalah pilar segitiga yang dilapisi cermin di setiap sisinya. Dua sisi biasanya tersembunyi di balik dinding dan bisa diputar dengan dorongan kecil. Pintu keluar menuju skenario Pernikahan Hantu ada di balik salah satu cermin itu. Adapun sosok yang kamu lihat, itu hanyalah gambar yang ditempatkan pada sudut tertentu. Dengan bantuan pencahayaan, pantulan cermin lainnya, dan ilusi optik, terciptalah kesan seolah kamu melihat orang sungguhan. Sementara itu, Dinda bersembunyi di balik panel cermin tersebut, dan suara langkah kaki yang kamu dengar hanyalah efek suara.”

Tiara mengangguk perlahan setelah mendengar penjelasan itu, “Baiklah… pertanyaan kedua.”

Tatapannya beralih kepada Dinda, “Perempuan ini jelas masih hidup. Tapi mengapa, ketika melihatnya aku justru merasa seperti sedang melihat mayat?”

1
Gita
Membuat penasaran dan menegangkan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!