Seorang gadis muda yang memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun ke dalam laut lepas. Tetapi, alih-alih meninggal dengan damai, dia malah bereinkarnasi ke dalam tubuh putri buangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nfzx25r, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi Dan Kenyataan Yang Sama Buruknya
Pagi itu seperti biasa.
Putri Minghua terbangun dari tidurnya dengan mata yang terasa berat. Namun ketika membuka mata sepenuhnya, rasa lelah itu berubah menjadi kejutan. Kantung matanya membesar, tanda jelas ia tidak tidur nyenyak semalam.
Mimpi buruk tentang Sanghyun menghantui benaknya sepanjang malam, membuatnya gelisah hingga fajar. Dengan kepala yang masih pusing, ia meraba-raba laci dan mengambil cermin kecil.
"AAAHHHHHH...."
Teriakan histeris menggema dari dalam kamarnya.
Putri Minghua terperangah menatap pantulan dirinya di cermin. "Ya ampun... kenapa mataku jadi begini?!" ucapnya panik, kedua tangan langsung menutupi kantung matanya yang bengkak.
Mendengar teriakan itu, Mei berlari masuk tergesa-gesa. "Ada apa, No... AAAHHH!! Hantu!"
Tanpa sempat menyelesaikan kalimatnya, Mei berteriak lebih keras dan langsung kabur dari kamar sambil berlari kesana-kemari seperti ayam kehilangan induk.
Putri Minghua terpaku sejenak. Ia menghela napas pelan, suaranya bergetar lirih, "Jadi... aku sejelek itu, ya?" Matanya mulai berkaca-kaca, wajahnya murung. Ini bukan hari yang menyenangkan untuk memulai pagi.
Penampilannya benar-benar berbeda dari biasanya. Ia yang biasa tampil segar dan memesona, kini justru terlihat seperti habis bertarung semalaman dengan bayang-bayang masa lalu.
Beberapa waktu kemudian...
Setelah mandi dengan ramuan racikan sendiri, perlahan kantung mata itu mulai mereda. Wajahnya kembali menunjukkan rona cerah meski masih tampak sedikit lelah.
Mei pun akhirnya kembali ke kamarnya setelah kejadian pagi tadi. Dengan wajah sedikit malu dan canggung, ia berkata, "Eum... maaf, Nona. Tadi pagi saya benar-benar tidak mengenali Anda."
Putri Minghua tersenyum kecil, memandangi bayangannya di cermin. "Tidak apa-apa. Penampilanku memang luar biasa buruk pagi tadi. Bahkan mungkin lebih buruk dari hari-hari sebelumnya."
Mei tertawa canggung, kemudian mulai menyisir rambut hitam panjang sang putri yang berkilau di bawah cahaya pagi. Helai demi helai disisir rapi, menambah kecantikan alami yang tak pernah pudar.
Hari itu, Putri Minghua terlihat lebih bersinar.
Saking terbiasanya dengan dunia ini, ia kadang lupa bahwa dirinya berasal dari dunia lain... dunia yang kini hanya terasa seperti mimpi jauh di belakang.
"Yang Mulia Putri Minghua..."
Terdengar suara seorang pelayan dari luar, memanggil namanya dengan nada tergesa dan cukup keras.
Putri Minghua segera melangkah menuju pintu, wajahnya penuh kebingungan. "Ada apa ini?!" tanyanya cepat.
"Yang Mulia..." napas sang pelayan tersengal-sengal, mencoba menyampaikan kabar dengan terburu-buru. "Putri Xiaolan..."
Belum sempat kalimat itu selesai, Putri Minghua langsung berlari secepat mungkin, nalurinya mengatakan sesuatu yang buruk sedang terjadi.
Saat tiba di depan kamar Putri Xiaolan, pintunya terbuka lebar. Ia mendapati Kaisar telah berada di dalam, berdiri dengan wajah murung. "Ayahanda, izinkan hamba menyembuhkan adik Xiaolan!" ucapnya sambil menundukkan tubuh dalam-dalam, tanpa ragu.
Kaisar menatapnya lekat-lekat, sorot matanya penuh harapan sekaligus kepedihan. "Baiklah... Aku serahkan dia padamu, karena aku mempercayaimu," katanya pelan, suaranya terdengar berat dan sedih.
Tanpa menunggu lebih lama, Putri Minghua menghampiri Putri Xiaolan yang terbaring lemah. Gadis kecil itu tampak kesulitan bernapas, wajahnya pucat dan tubuhnya mulai dingin.
"Bertahanlah, dik..." bisiknya lirih, sambil menggenggam tangan adiknya.
Saat itulah, ia mengerahkan seluruh kekuatan yang berasal dari jiwa Putri Minghua yang asli. Aura hangat mulai menyelimuti tubuhnya, namun rasa sakit segera menyusul. Tenaganya seolah tersedot keluar, tubuhnya melemas, dan wajahnya memerah menahan perih yang luar biasa.
Keringat dingin mengucur deras dari pelipis dan lehernya, membasahi pakaian yang melekat. Tapi ia tidak berhenti. Ia menolak menyerah. Karena bagi Putri Minghua... adiknya harus tetap hidup.
Sudah cukup lama Putri Minghua terus-menerus mengerahkan seluruh energinya demi menyelamatkan Putri Xiaolan.
Hingga akhirnya, ketika tubuhnya tak lagi sanggup menahan beban yang begitu besar, ia ambruk seketika.
Di dalam mimpinya yang gelap dan sunyi, ia bertemu dengan sosok Putri Minghua yang asli.
"Clara, aku tahu semua ini sangat berat bagimu. Aku sangat berterima kasih atas semua usahamu. Kau akan menemukan pelaku di balik semua ini… asalkan kau tetap bersama Sanghyun. Jangan khawatir, kalian tidak akan terpisahkan, tapi akan ada waktu di mana kalian harus berpisah... sementara."
Begitu kalimat itu diucapkan, bayangan Putri Minghua perlahan menghilang, dan kegelapan kembali menyelimuti alam bawah sadarnya.
Tak lama setelah itu, Clara dalam tubuh Putri Minghua terbangun. Ia langsung memegang kepalanya yang terasa berdenyut nyeri, sementara seluruh tubuhnya juga dipenuhi rasa sakit yang menusuk.
"Mei..." panggilnya lirih.
Mei yang duduk tak jauh dari ranjang, segera menghampiri. Ia membantu sang putri duduk perlahan. "Nona, bagaimana perasaan Anda?" tanyanya dengan wajah yang tampak sangat khawatir.
"Aku... hanya pusing," jawab Putri Minghua pelan, meski rasa sakit yang ia rasakan jauh lebih dari sekadar pusing.
"Lebih baik Nona istirahat dulu. Saya akan menjaga anda sampai pulih," ucap Mei dengan nada tulus, penuh keteguhan. Entah karena niatnya yang sungguh ingin menjaga sang putri… atau karena ia tak ingin mengulangi kesalahan yang sama di masa lalu.
Mei membawakan semangkuk air racikan dan beberapa butir obat dari meja di sebelahnya. "Nona, Yang Mulia Kaisar meminta saya untuk memberikan ini kepada Anda," ucapnya pelan sambil menyerahkan minuman itu kepada Putri Minghua.
"Apa ini?" tanya Minghua, memandangi cairan itu dengan rasa penasaran. Ekspresinya mencerminkan keraguan, mencoba menebak ramuan apa yang diracik oleh tabib istana atas perintah ayahandanya.
"Saya kurang tahu, Nona. Tapi katanya ini baik untuk kesehatan Anda," jawab Mei dengan nada jujur. Wajahnya tampak polos, tanpa tanda-tanda kebohongan.
Putri Minghua mengambil mangkuk itu dan mencium aromanya perlahan. Bau herbal biasa... tak tercium aroma mencurigakan seperti racun.
Namun saat ia hendak meminum ramuan tersebut, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari luar kamarnya. Putri Minghua tersentak. "Mei, suara apa itu?" tanyanya panik.
"Saya akan periksa dulu, Nona!" sahut Mei cepat, lalu berlari menuju pintu dengan wajah cemas.
Ia menengok ke kiri dan ke kanan, mencoba mencari tahu sumber kekacauan di luar sana. Tak butuh waktu lama, Mei kembali masuk, napasnya memburu, wajahnya pucat.
"Nona, ada siluman menyusup ke istana!" katanya gemetar, antara takut dan bingung.
Putri Minghua langsung tercengang. Ia tahu siapa yang dimaksud... Sanghyun. Tapi ketakutan menyelimuti hatinya. Jika benar itu Sanghyun… bagaimana jika dia dibunuh?
"Bantu aku ke sana," ucapnya tegas, meski suaranya terdengar lemah.
Dengan susah payah, Putri Minghua bangkit. Kepalanya pusing, tubuhnya masih terasa berat, namun hatinya dipenuhi kekhawatiran. Dia tidak peduli pada ramuan atau kesehatannya saat ini. Yang dia pikirkan hanya Sanghyun.