Arlena dan Dominus telah menikah lebih dari enam tahun. Tahun-tahun penuh kerja keras dan perjuangan untuk membangun usaha yang dirintis bersama. Ketika sudah berada di puncak kesuksesan dan memiliki segalanya, mereka menyadari ada yang belum dimiliki, yaitu seorang anak.
Walau anak bukan prioritas dan tidak mengurangi kadar cinta, mereka mulai merencanakan punya anak untuk melengkapi kebahagian. Mereka mulai memeriksakan kesehatan tubuh dan alat reproduksi ke dokter ahli yang terkenal. Berbagai cara medis ditempuh, hingga proses bayi tabung.
Namun ketika proses berhasil positif, Dominus berubah pikiran atas kesepakatan mereka. Dia menolak dan tidak menerima calon bayi yang dikandung Arlena.
》Apa yang terjadi dengan Arlena dan calon bayinya?
》Ikuti kisahnya di Novel ini: "Kualitas Mantan."
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Arlena 4
...~°Happy Reading°~...
Arlena melihat kemarahan Calista sambil mengelus perutnya berulang kali. "Sssssttt.... Cal, mari duduk di sini. Kalau kau begitu terus, aku makin bingung. Aku minta dirawat di sini, supaya bisa berpikir. Aku sangat malu untuk masuk kantor dan melihat karyawan." Arlena berkata dengan wajah sedih.
"Mengapa kau yang merasa malu? Tunjukan siapa dirimu dan kuasamu untuk kendalikan kantor itu." Calista mengepalkan tangan dengan geram sambil berjalan kembali ke kursi dekat tempat tidur.
"Bagaimana ngga merasa malu, Cal... Selama ini para karyawan menghormati kami dan menganggap kami adalah pasangan yang harus dijadikan contoh. Sekarang Dominus mencoreng muka kami dengan perbuatannya yang terang-terangan di depan karyawan."
"Berhenti berpikir begitu... Karyawan sekarang bukan orang bodoh yang tidak bisa menilai yang baik dan buruk. Pikirkan apa yang akan dilakukan 'Bajing' itu, karena kau sudah tahu perbuatannya."
Apa yang dikatakan Calista membuka pikiran Arlena agar bisa ambil tindakan yang tepat dan cepat. Dia mengerti maksud Calista. "Tolong aku lagi, Cal. Aku kembali seperti dilempar ke jurang, setelah dibalur kotoran." Pikiran Arlena butuh, karena terkejut melihat kenyataan hubungan Dominus dan Selina.
"Pasti...! Dengan dia sudah berikan jabatanmu kepada perempuan itu, berarti dia hanya menunggu waktu untuk membuangmu. Penolakan bayi di perutmu hanya alasan untuk menutupi bobroknya."
"Itu yang aku pikirkan saat melihat mereka. Apa lagi melihat senyum perempuan itu di balik punggung Dominus, aku yakin dia sedang lakukan tindakan licik untuk menjauhkan Dominus dariku."
"Kalau kau ngga ngerti situasi sekarang, berarti kau juga sudah berhasil dimanipulasi oleh ular berlipstik itu. Baik hati harus, tapi jangan berikan hal baik kepada orang yang ngga layak."
"Aku sudah bilang, kalian sedang di puncak. Sangat jelas terlihat oleh berbagai mata orang baik dan jahat. Ada berbagai orang yang mendekat dengan berbagai motivasi."
"Apa lagi kondisi si Bajing itu sangat menggoda perempuan yang tidak mau kerja keras, tapi mau hidup enak. Dia akan jadi sasaran empuk." Calista jadi kesal, hingga menyebut Dominus dengan sebutan 'Bajing'.
Arlena mengangguk mengiyakan yang dikatakan Calista. Dia setuju karena sudah lihat dengan matanya sendiri. "Tolong panggil pengacara, Cal. Mungkin kita bisa bicarakan keadaan ini untuk berjaga-jaga." Arlena memutuskan.
"Bagus...! Aku kira kau masih berpikir hanya kau satu-satunya wanita yang dicintai oleh si Bajing. Perempuan itu sudah meracuni dia. Istirahat.... Aku akan telpon pengacara untuk konsultasi, agar kau bisa dapat pengacara yang cocok." Calista bersemangat mendengar keputusan Arlena.
"Ngga usah cari pengacara lain, Cal. Biar pengacara Muel yang tangani. Aku tidak mau berdebat dengan Dominus karena bayi ini."
Arlena tidak mau cari pengacara lain. Dia mau pengacara Calista yang tangani masalahnya, karena sudah saling kenal. Dan dia tidak bisa berbicara dengan pengacara keluarga, karena pasti akan berpihak kepada Dominus.
"Baik. Aku akan telpon Muel, supaya bisa konsultasi. Mungkin Muel bisa berikan solusi buat kita jadikan tameng sebelum datangnya badai." Calista mengerti maksud Arlena.
~*
Menjelang sore, Arlena memutuskan tidak jadi menginap di rumah sakit setelah berbicara dengan pengacara Samuel dan Calista. "Mau aku antar pulang?" Calista bertanya setelah berada di tempat parkir rumah sakit. Dia khawatir melihat tangan Arlena yang masih diperban.
"Ngga usah, Cal... Aku bisa nyetir pelan-pelan. Jangan sampai dia sudah di rumah dan melihatmu bersamaku." Arlena tidak mau Dominus tahu, Calista bersamanya.
"Ok. Kalau begitu, hati-hati. Tiba di rumah, kabari." Calista memeluk Arlena, sebelum mereka berpisah.
"Ok. Thanks. Kau juga hati-hati." Ucap Arlena saat membalas pelukan Arlena.
"By, sayang. Jaga Mommy, ya." Calista melepaskan pelukan, lalu mengelus perut Arlena.
"Thanks, Aunty cantik..." Jawab Arlena mewakili calon bayi lalu masuk ke mobil. Dia berpikir, harus gerak cepat untuk hadapi Dominus, sebab melihat sikapnya terhadap Selina.
~*
Beberapa waktu kemudian, mobil Arlena masuk halaman rumah. Arlena memarkirkan mobilnya begitu saja di halaman, lalu berikan kunci kepada sopir yang sudah menunggu.
Sopir terkejut dan melongo melihat baju nyonyanya ada bercak darah kering dan tangan kanan berbalut perban. "Ibu perlu bantuan dokter?" Sopir bertanya serius, karena melihat wajah nyonyanya sangat pucat.
"Tidak perlu. Saya sudah dari dokter." Arlena langsung masuk ke rumah. Dia perlu mandi dan ganti pakaian, karena tidak nyaman dengan pakaian yang dipakai ke kantor dan masih ada banyak noda darah.
"Ibuuu... Apa yang terjadi?" Tari yang menyambut di pintu masuk, juga terkejut melihat kondisi nyonyanya.
"Saya perlu mandi." Arlena tidak menjawab pertanyaan Tari. Dia langsung naik tangga menuju kamar.
"Ibu mau minum sesuatu?" Tari terus mengikuti Arlena, karena sangat khawatir.
"Nanti saya pikirkan setelah mandi." Arlena tetap naik tangga. Tari hanya bisa melihatnya dari kaki tangga. Banyak pertanyaan di kepalanya dan membuat dia takut.
Setelah tiba di kamar, Arlena mengunci pintu lalu melepaskan semua pakaian penuh darah dan biarkan di lantai. Dia segera masuk ke kamar mandi, sebelum ada yang memanggilnya. Dia yakin, sopir atau Tari akan membicarakan keadaannya kepada Dominus.
~*
Di sisi lain; Setelah tiba di rumah, Dominus jadi emosi melihat mobil Arlena sudah parkir di halaman. "Di mana Ibu?" Tanya Dominus kepada sopir Arlena, saat turun dari mobilnya.
"Sudah di dalam, Pak." Sopir menunjuk dengan jempol ke dalam rumah.
"Tapi, Pak. Sepertinya Ibu terluka. Tadi pulang dengan baju yang ada darah. Di mobil juga ada bercak darah." Sopir mencegah majikannya yang mau masuk ke dalam rumah. Dia khawatir akan dimarahi lagi karena tidak melapor.
"Apa maksudmu?" Dominus menghentikan langkah lalu melihat sopir.
"Tadi baju Ibu penuh darah dan mobil juga ada darah, Pak." Sopir menunjuk ke arah mobil.
Tadi dia mau merapikan mobil ke tempat parkir, tapi tidak jadi diteruskan, karena melihat ada darah di stir dan lantai. Sehingga dia tidak berani melakukan apa pun sebelum ada perintah dari nyonyanya.
Dominus tidak jadi meneruskan langkahnya, tapi balik menuju mobil dan diikuti oleh sopir Arlena yang sudah membuka kunci mobil. Dominus terkejut melihat ada banyak percikan darah dan tissu penuh darah di lantai mobil seperti yang dikatakan sopir.
'Jadi tetesan darah yang ada di lantai lift itu miliknya?' Dominus bertanya dalam hati mengingat tetesan darah yang ada di lift saat mengantar pulang Selina.
"Tolong dibersihkan semua baru dibawa ke car wash." Perintah Dominus serius, setelah memeriksa isi mobil. "Baik, Pak..." Sopir sigap melakukan yang diperintahkan, tanpa bertanya lagi.
Kemudian Dominus masuk ke dalam rumah dan langsung naik tangga menuju kamar. Dia membuka pintu dengan kekuatan, tanpa menghiraukan ada Arlena atau tidak.
Dia sangat marah mendengar yang dikatakan Selina bahwa Arlena masuk ke ruang kerja dan membentak juga memaki, sebelum keluar menuju ruang kerjanya.
...~*~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
up Thor makin penasaran aja aku