Lionel Danny, adalah pria berpengaruh yang kejam. Karena dendam ia terpaksa menikahi putri musuhnya sendiri.
Namun, tepat setelah pernikahan selesai dilangsungkan, ia justru menghabisi seluruh keluarga istrinya, Maura.
Karena benci dan dendamnya akhirnya Maura sengaja mendekati pria kaya raya bernama Liam. Siapa sangka jika Liam benar-benar jatuh hati kepada Maura.
Mungkinkah Danny luluh hatinya dan berusaha merebut kembali miliknya?
Bagaimana jadinya jika ternyata Liam justru pria yang lebih kejam dari Danny?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Cemburu Buta
Maura masih terbaring lemah di ranjang tidur milik Liam.
Pria berambut coklat itu menatap lekat. Mata birunya membuat Maura merasa gugup ketika berada di dekatnya.
"Mau aku bantu mengganti pakaian?" tanya Liam setengah menggoda.
Maura menggeleng cepat, lalu mengembuskan napas kasar seraya menoleh ke arah lain.
"Jangan melewati batas Tuan Liam. Aku tahu jika kamu adalah seorang bangsawan. Maka jagalah nama baikmu," cetus Maura.
Ucapan gadis itu sungguh membuat Liam yang tadinya ingin sekedar menggoda langsung terhenyak.
"Maura, aku tidak sedikitpun ingin menggodamu. Dan jika memang benar terjadi kecelakaan. Aku tidak keberatan untuk bertanggung jawab menikahimu. Kenapa kau berpikir buruk? Lihatlah, sebelah tanganmu bahkan masih tertusuk jarum infus," terang Liam.
Setelah mengetahui Maura merasa tak nyaman dengan keberadaannya. Dengan situasi yang masih canggung akhirnya ia beranjak pergi.
"Tuan Liam," panggil Maura berusaha menghentikan langkah si pemuda.
"Aku sudah menganggapmu teman, cukup panggil Liam," katanya tanpa membalikkan badan.
Rupanya ucapan Maura sudah membuatnya benar-benar tersinggung.
Maura mengesah berat.
"Maafkan aku Liam. Aku hanya tidak ingin hubungan kita hancur. Aku tidak memiliki siapapun sekarang," bujuk Maura sambil memasang wajah memelas.
Siapa sangka, mendengar pengakuan Maura, Liam merasa tersentuh. Ia langsung berbalik lalu duduk di ujung ranjang.
Dengan tangan gemetar, ia berusaha menggapai dan menggenggam buku jemari Maura dengan kedua tangannya.
"Kalau begitu, kau bisa mengandalkan aku mulai sekarang. Bagaimana kau bisa sendirian? Di mana keluargamu. Jika kamu tidak keberatan, ceritakan padaku. Aku janji akan menjadi pendengar yang baik mulai sekarang."
Mata Maura berkaca-kaca. Ia tak menduga pria yang brutal seperti Liam bisa bersikap baik padanya. Tentu saja Maura tidak langsung percaya.
'Buaya. Kau pasti sama buayanya seperti Danny 'kan, Liam?' tanya Maura dalam hati.
"Seluruh keluargaku dibantai, lalu rumah kami di bakar. Hanya aku yang selamat. Dan beberapa hari lalu, adikku ditemukan selamat, tetapi dia menderita luka bakar di tubuhnya," ungkap Maura dengan guratan sedih di raut wajahnya.
Liam mengangguk. "Aku tidak mau melihatmu sedih dengan mengingatnya sekarang. Ceritakan lain waktu. Sebaiknya kamu beristirahat, aku akan meminta seseorang membantumu mengganti pakaian. Selamat istirahat."
"Terimakasih."
Kini keduanya saling menatap sejenak. Saling mengagumi masing-masing. Entah berapa berapa menit lamanya, hingga akhirnya Liam tersadar lalu meninggalkan kamar.
***
Hari semakin larut. Membuat Maura bersiap untuk tidur. Sebenarnya ia sedang memikirkan Danny. Perempuan itu takut jika suaminya akan menyakiti adiknya yang masih terbaring koma.
Namun, sesaat setelah Maura baru saja memejamkan matanya. Ia dikejutkan dengan suara seseorang dari balik jendela.
Gadis itu mengurungkan niatnya untuk memejamkan matanya. Ia terkejut tiba-tiba Danny sudah berada di kamar yang sama dengannya. Kamar tidur Liam.
Maura mendelik sembari menelan ludah.
"Kau ...?" tanya Maura tak percaya.
Bagaimana mungkin Danny bisa menerobos begitu mudah? Padahal rumah yang lebih pantas disebut istana itu, selain ukurannya sangat luas, tetapi juga memiliki banyak penjaga yang dilengkapi senjata lengkap.
Dan anehnya, bagaimana Danny bisa tahu jika Maura berada di kamar itu? Padahal di sana ada banyak sekali kamar tidur.
Danny terlihat gusar. Wajahnya merah padam menahan amarah.
"Kau berani melarikan diri dariku?" Danny langsung mendekati Maura, lalu menarik tengkuknya.
Tanpa aba-aba, ia langsung mendaratkan ciuman di bibir Maura. Membuat gadis itu nyaris tidak bisa bernapas. Sesak.
Maura berusaha meronta dan mendorong tubuh Danny, tetapi sayang usahanya sia-sia kali ini. Danny memiliki tubuh kekar dan tenaga yang kuat.
"Kenapa kamu mengorbankan diri?" Danny mengamati manik mata Maura yang bergerak-gerak.
"Apa kamu jatuh cinta padanya?" tanya Danny berusaha mencecar.
Namun, belum sempat Maura menjawab, ia dikejutkan suara pintu diketuk.
Tok ... Tok ... Tok!
Semakin lama suaranya semakin terdengar saya keras.
Maura terperanjat. Ia langsung menatap Danny.
"Nona, Tuan memintaku membawakan kudapan hangat dan susu agar kau menyantapnya lebih dulu," ucap salah seorang pelayan.
Bisa dipastikan jika pelayan itu sedang berdiri di balik pintu sambil membawa nampan sekarang. Suaranya bahkan terdengar setengah berteriak.
Danny terus menciumi tengkuk Maura, seperti sengaja membuatnya tak nyaman dan tertekan. Dan penolakan Maura menciptakan sedikit suara gaduh.
"Tidak perlu, aku sudah berbaring. Pergilah!" teriak Maura.
Degup jantungnya berdegup kencang. Ia sangat takut, apa jadinya jika Liam memergoki pria lain menciumi dirinya di kamar milik Liam sendiri?
Membayangkan saja Maura merasa takut.
"Tidak, Danny... pergilah." Maura mendorong tubuh Danny.
Diperlakukan seperti itu oleh istrinya sendiri yang kini terbaring di kamar pria lain, ia benar-benar tak terima.
Danny mencengkeram kuat pinggang Maura hingga tubuh keduanya tak berjarak. Mata Maura melotot lebar dibuatnya.
"Kenapa, sakit? Kamu belum jawab aku, Maura. Kenapa kamu mengorbankan diri untuk pria itu!"
Liam benar-benar marah, ia mulai kasar kepada Maura. Gadis itu mulai kesakitan karena bahunya ditekan menggunakan ibu jari Danny dan mengakibatkan darahnya mengalir deras.
Maura meringis kesakitan.
"Ini bukan urusan, Danny!" seru Maura.
***
Sementara itu, pelayan dari balik pintu yang sejak tadi menempelkan telinganya di daun pintu, merasa ada yang aneh di dalam kamar.
Dengan langkah cepat, ia setengah berlari mencari Tuannya.
"Tuan William," panggilnya saat Liam berdiri di tengah-tengah anak tangga hendak menuju ruang kerjanya.
Kepanikan sang maid membuat pemuda itu urng melangkah. Lalu berbalik dengan kening berkerut.
"Ada apa?" tanya Liam.
Pria itu sangat tenang, meskipun ia dan Danny sama-sama memiliki sikap dingin. Tetapi Liam tidak emosional. Liam adalah pria yang memiliki kepribadian tenang dan pemikiran matang.
"Nona Maura menolak diberikan makanan dan susu," terangnya.
"Jalau begitu biarkan saja. Mungkin ia ingin beristirahat dengan cepat," cetus Liam membela Maura.
Pelayan itu tetap menggelengkan kepalanya.
"Bukan Tuan, saya seperti mendengar kegaduhan dari dalam. Sepertinya, ada seseorang di dalam kamar Anda. Dan Nona Maura sedang ketakutan. Bisa jadi sekarang ... dia dalam bahaya."
Liam tersentak. Ia langsung berlari menuruni anak tangga.
"Panggil beberapa orang, suruh mereka menuju kamarku. Katakan aku butuh bantuan!" perintah Liam.
Pemuda itu berbicara dengan napas memburu sambil setengah berlari menuju kamarnya.
Dan di depan pintu, ia menempelkan telinganya. Mencoba mencari tahu apakah yang dikatakan maid kepadanya adalah benar?
"Maura! Kau baik-baik saja di sana? Kenapa menolak makananku?" tanyanya mencoba sabar.
Danny mendengarnya. Ia semakin kesal tahu sendiri jika pria lain kini memberikan perhatian lebih kepada istrinya.
Kini Maura menjadi sangat panik.
"Danny, cepat pergi dari sini. Aku janji pulang besok pagi dan gak akan pergi lagi. Aku janji. Pergilah, aku tidak mau ada keributan setidaknya malam ini. Mereka punya banyak pistol." Air muka Maura terlihat cemas ketika berbicara.
Danny tercengang. "Pistol?"
Sementara itu, di luar Liam semakin cemas dan penasaran.
"Maura, aki akan mendobrak pintunya!" teriak Liam tak sabar.
Bersambung....
update lebih bnyk lgi sehari 2-3 bab hehe...