NovelToon NovelToon
Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Kantor
Popularitas:13.6k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Shanaya Sanjaya percaya bahwa cinta adalah tentang kesetiaan dan pengorbanan. Ia rela menjadi istri rahasia, menelan hinaan, dan berdiri di balik layar demi Reno Alhadi, pria yang dicintainya sepenuh hati.

Tapi ketika janji-janji manis tersisa tujuh kartu dan pengkhianatan terus mengiris, Shanaya sadar, mencintai tak harus kehilangan harga diri. Ia memilih pergi.

Namun hidup justru mempertemukannya dengan Sadewa Mahardika, pria dingin dan penuh teka-teki yang kini menjadi atasannya.

Akankah luka lama membatasi langkahnya, atau justru membawanya pada cinta yang tak terduga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Tubuh Shanaya terasa ringan di pelukan Reno, seolah tak lagi punya bobot. Setelah memaksa membawanya pulang, kini Reno melemparkannya ke atas ranjang. Shanaya terhempas, lalu terpantul lemah. Ia meringis pelan, menahan sakit—bukan cuma di tubuh, tapi juga di hati.

Reno berdiri di sisi ranjang, napas memburu. Tatapannya tajam, penuh amarah yang sudah lama ditahan dan hasrat yang selama ini ditekan. Ia membuka jas, melemparkannya sembarangan, lalu melonggarkan dasinya.

Sudah hampir sebulan sejak terakhir kali ia menyentuh Shanaya, padahal status mereka masih suami istri. Tapi Shanaya terus menjaga jarak, menolak disentuh, menutup diri rapat-rapat. Dan sekarang, dia malah bicara soal cerai. Seolah semuanya bisa berakhir semudah itu.

Tidak. Reno tak akan membiarkannya pergi. Sekalipun ia harus berbagi tubuh dengan wanita lain, cintanya pada Shanaya tak pernah padam. Selama cinta itu masih ada, Shanaya tetap miliknya. Selamanya.

Reno melangkah maju. Belum sempat Shanaya menjauh, tubuhnya sudah terkunci. Reno menindihnya, meraih kedua pergelangan tangannya, menekannya di atas kepala.

"Reno, lepas!" Shanaya berteriak panik, menggeliat, berusaha kabur.

"Lepas?" balas Reno dengan suara dingin. "Aku cuma minta satu hal. Lakukan kewajibanmu sebagai istri."

Shanaya membelalak. Napasnya tercekat. “Kamu gila... Lepaskan aku!”

Reno mendekat. Wajahnya hanya sejengkal dari wajah Shanaya, sorot matanya membara. “Aku gila?”

Genggamannya mengencang. Shanaya meringis, tapi rasa sakit itu tak sebanding dengan luka yang sudah lama menganga di hatinya.

“Aku bukan milikmu, Reno,” ucap Shanaya lirih, suaranya bergetar. Matanya berkaca-kaca. “Kamu nggak bisa memperlakukanku kayak gini cuma karena status.”

“Aku nggak memperlakukanmu seperti apa-apa,” desis Reno, suaranya seperti bara. “Aku cuma ingin kamu sadar... kita masih suami istri. Dan aku masih cinta kamu.”

Shanaya tertawa pahit. Air matanya jatuh begitu saja.

Cinta? Kamu mencintaiku? Tapi bisa tidur sama wanita lain? batinnya menjerit. Ia ingin berteriak, ingin melawan. Tapi percuma. Reno akan menyangkal, seperti biasa. Akan ada ribuan alasan untuk membenarkan semuanya.

Saat Reno mulai mencium pipinya—mengira itu awal dari hubungan suami istri—Shanaya diam saja. Tubuhnya kaku, tak merespons, tak juga melawan. Seperti patung tanpa jiwa.

Dan sikap itu membuat Reno frustrasi. Ia akhirnya melepaskan Shanaya dengan kasar.

Shanaya tak tunggu lama. Ia bangkit, lari ke kamar mandi, dan mengunci diri. Tak lama, suara muntah terdengar dari dalam. Ia membungkuk di depan kloset, mual hebat, seolah seluruh tubuhnya menolak kejadian barusan.

Di luar, Reno berdiri membeku. Tatapannya tajam, rahangnya mengeras.

“Muntah? Karena aku sentuh dia? Jadi sekarang dia jijik padaku?” gumamnya, marah dan tak percaya.

Ia menggedor pintu kamar mandi dengan keras, tapi terkunci rapat.

“Shanaya!” bentaknya. “Dengar baik-baik. Aku kasih kamu waktu buat mikir. Tapi ingat, apa pun keputusanmu, kita nggak akan pernah benar-benar pisah. Jadi lebih baik kamu siap-siap.”

Tanpa menunggu jawaban, Reno berbalik. Ia keluar dari rumah yang selama tujuh tahun jadi saksi bisu pernikahan mereka. Ia pergi—untuk sementara. Memberi Shanaya waktu untuk ‘berpikir’. Padahal, yang sebenarnya butuh waktu untuk berpikir... adalah dirinya sendiri.

***

“Shanaya? Ada apa?” tanya Wina begitu membuka pintu. Matanya langsung menangkap sosok Shanaya yang berdiri kaku di ambang pintu, wajah kusut dan sorot mata kosong.

Shanaya tak menjawab. Ia langsung terisak, lalu memeluk Wina erat seolah pelukan itu satu-satunya tempat aman di dunia. Tanpa banyak tanya, Wina menariknya masuk dan membiarkannya larut dalam pelukan hangat.

Beberapa menit kemudian, saat tangisnya mulai reda, Wina diam-diam menyiapkan segelas jus alpukat—favorit Shanaya. Ia tahu, kadang pelukan dan kehadiran jauh lebih ampuh dari seribu kata penghibur.

“Jadi sekarang kamu sudah benar-benar keluar dari perusahaan itu?” tanya Wina pelan sambil menyerahkan gelas.

Shanaya mengangguk lemah. “Udah... Tapi kenapa rasanya masih sesak? Aku tahu ini keputusan yang benar, tapi sikapnya, Reno bikin aku merasa kayak sampah. Kayak aku nggak punya harga diri. Dan yang paling nyebelin... aku benci karena aku masih selemah ini.”

Wina duduk di sampingnya, menatap lekat-lekat. “Kamu bukan lemah, Say. Kamu cuma manusia. Sepuluh tahun hidup bareng itu bukan waktu singkat. Kamu butuh waktu buat sembuh. Hati kamu bukan tombol yang bisa langsung dimatikan.”

Ia menggenggam tangan Shanaya. “Kalau kamu memang mau beneran lepas dari dia, kamu nggak cuma butuh marah. Kamu butuh ketegasan. Dinginkan kepala, tutup pintu rapat-rapat. Jangan kasih dia celah buat nyakitin kamu lagi.”

Shanaya mengangguk pelan. “Aku udah siap. Kamu tahu itu.”

“Aku tahu,” sahut Wina serius. “Tapi kata-kata doang nggak cukup. Selama kamu masih kasih dia ruang, dia bakal terus masuk dan nyakitin kamu. Kalau aku yang jadi kamu, udah dari dulu kutendang keluar. Mau dia janji sehidup semati, mau sejarah kita kayak novel, aku nggak peduli. Hapus. Tamat.”

Shanaya tertawa kecil, getir. “Kamu nggak ngerti dia, Win... Dia itu gila. Nekat.”

Wina menyeringai sinis. “Dan kamu terlalu baik buat terus nyangkut di kegilaan itu.”

Shanaya menunduk, menyesap jus alpukat pelan. Hangat di tenggorokan, tapi dingin di hati.

Beberapa menit berlalu dalam diam. Wina melirik jam tangan. “Sha, aku harus pergi. Ada meeting sama klien. Kamu nggak apa-apa sendirian di sini?”

Shanaya mengangguk. Ia tahu betul jadwal Wina yang padat. Sahabatnya itu manajer marketing di perusahaan besar, jago public speaking, selalu tampil meyakinkan, dan tentu—gajinya juga meyakinkan. Bonusnya pun bukan kaleng-kaleng.

“Kerja yang semangat ya, biar nanti aku bisa numpang hidup,” canda Shanaya setengah serius.

“Ck. Jangan sok miskin, deh. Aku tahu saldo kamu. Kalau cerai beneran, setengah harta dia bisa kamu bawa,” sahut Wina sambil mencibir gemas.

Shanaya cuma nyengir hambar.

Andai saja ia tak menabung diam-diam selama ini, mungkin rekeningnya udah kering kerontang. Dari awal nikah, gaji Reno selalu dikirim ke rekening mertuanya, Bu Astuti. Shanaya cuma dikasih 20 persen, itu pun harus cukup buat belanja rumah tangga. Alasannya? Karena dia punya penghasilan sendiri—yang kenyataannya nyaris tak pernah dihargai.

Begitu Wina pergi, Shanaya duduk termenung di ujung sofa. Ruangan yang hening membuat pikirannya kembali mengembara ke kejadian di kantor Reno tadi—saat matanya tak sengaja bertemu pandang dengan Sadewa.

Tiba-tiba, ia teringat sesuatu. Jas hitam yang pernah dipinjamkan Sadewa padanya.

“Ya ampun... jas itu...” bisiknya. “Kecipratan oli... dan aku buang sembarangan.”

Ia mendesah. “Harus aku ganti. Tapi... ukuran berapa ya jasnya?”

Tangannya buru-buru meraih ponsel. Ia berniat menghubungi sopir Sadewa untuk menanyakan ukuran jas dan biaya perbaikan mobil. Tapi tanpa sengaja, jempolnya malah membuka fitur Story di media sosial.

Dan di sanalah matanya terpaku.

Sebuah unggahan baru, foto Malika bersandar mesra di bahu Reno, tersenyum manja. Tulisan di bawahnya mencolok,

“Kamu milikku, sayang.”

1
Chacha
alhamdulillah...akhirnya yg di nanti" up jg kak💖❤
iqbal nasution
teruss
Chacha
waowwww...apa yg akn terjadi selanjutnya di antara mereka??
Chacha: hrus tutup mata ini mahhh😎
Hayurapuji: mungkin anu kak
total 2 replies
Chacha
semangat Sadewa...kamu pasti bisa, jgn menyerah ya💪
Chacha: siappp menunggu kelanjutan perjuangan si Komodo nichhh😂
Hayurapuji: si komodo, mau berjuang, kita lihat seperti apa, hahhaha
total 2 replies
Chacha
duhhh...reno dtang, apakah dewa akn berubah pikiran
Chacha
nah lohhh...duh shanaya sprti nya akn ada yg makin dingin nichhh auranya...
Chacha
tuhh kan...bru hari pertama dah bikin jagung ga baik" az...sabar mu hrus seluas samudra ya shanaya...semangat 🤗🤗
Chacha
semangat ya shanaya...semoga ga darah tinggi ngadepin bos mong kodomo mu😂😂😂
Chacha
semangat sahanaya...semoga bisa cpet lepas dri reno...n menjalani hidup kedepannya lebih baik lgi💪💪
Chacha: sama-sama kak🤗
Hayurapuji: harus, ini. terimakasih kakak
total 2 replies
Chacha
berharap Sadewa yg akn menolong shanaya
Eca Elsa Srilya
ceritanya bagus bangett, jangan lupa mampir di karya aku yaa "ASI untuk CEO Manja"
mommy Fadillah
cerita nya menarik kak👍
css
Sadewa cemburu dg Arya🤣
Hayurapuji: cemburu sama asisten sendiri, kyak bakal jadi. protektif ya kak 🤣
total 1 replies
css
next 💪💪💪
knp update nya Arsen buk bgt y🫢🫢🫢
Sadewa JD anak tiri 🤔
Hayurapuji: biar cepet tamat dan fokus dimari kak hehehhe
total 1 replies
css
next kakak, tak tunggu karyaMu 💪
Hayurapuji: siap kakak terimakasih
total 1 replies
Nunung Nurhayati
bagus aku suka
Hayurapuji: terimakasih kakak, ditunggu ya updatenya
total 1 replies
Nunung Nurhayati
lanjutkan kakak aku suka novel mu
css
next 💪
Miss haluu🌹
Apa jangan-jangan emg si Reno kampret mandul??🤔
Miss haluu🌹
Suruh aja calon mantu barumu itu, Bue😐
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!