Ini cerita sederhana seorang pemuda di pedesaan. Tentang masalah pertumbuhan dan ketertarikan terlarang. Punya kakak ipar yang cantik dan seksi, itulah yang di alami Rangga. Cowok berusia 17 tahun itu sedang berada di masa puber dan tak bisa menahan diri untuk tak jatuh cinta pada sang kakak ipar. Terlebih mereka tinggal serumah.
Semuanya kacau saat ibunya Rangga meninggal. Karena semenjak itu, dia semakin sering berduaan di rumah dengan Dita. Tak jarang Rangga menyaksikan Dita berpakaian minim dan membuat jiwa kejantanannya goyah. Rangga berusaha menahan diri, sampai suatu hari Dita menghampirinya.
"Aku tahu kau tertarik padaku, Dek. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu?" ucapnya sembari tersenyum manis. Membuat jantung Rangga berdentum keras.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2 - Di Sekolah
Lidah Rangga hanya bisa berdecak kesal saat menyadari aset pribadinya aktif. Ia terpaksa melakukan olahraga tangan sendiri malam itu. Rangga juga terpaksa memasang headset saat tidur, agar suara berisik malam pertama kakaknya tak terdengar lagi.
Keesokan harinya, mentari pagi menyapa dengan cerah. Sosok mengerikan berwajah sangar muncuk dari balik pintu kamar Rangga. Dia berkacak pinggang dan siap mengomel.
"RANGGA! BANGUN!" pekiknya. Dia tidak lain adalah Yuli, ibunya Rangga.
Namun meski sudah berteriak, Rangga masih tidur. Seolah teriakan sang ibu tidak mengancam. Ya bagaimana mau mendengar? Headset di telinga masih terpasang. Memperdengarkan alunan musik nan indah.
"Rangga!" karena kesal, Yuli membuka selimut sang putra. Betapa terkejutnya dia saat melihat celana Rangga basah. Karena itulah kasurnya juga ikut basah.
"RANGGAAA!" Kali ini suara pekikan Yuli nyaring sekali dan sukses membuat Rangga terbangun. Dia langsung melepas headsetnya.
"Eh, iya, Ma! Aku bangun!" kata Rangga.
"Pantas kesiangan tidurnya. Mimpi enak ya? Cuci sprei sendiri ya!" timpal Yuli.
Ketika mendengar ibunya bicara begitu, barulah Rangga sadar kalau celananya basah. "Astaga!" umpatnya dengan wajah memerah. Dia kembali menutup celananya dengan selimut.
"Anak Mama sudah dewasa ternyata. Cepat mandi sana! Nanti telat ke sekolahnya. Ini udah siang loh," kata Yuli seraya beranjak dari kamar putranya. Dia tersenyum tipis karena merasa lucu melihat Rangga malu. Namun sebagai orang tua, Yuli sadar kalau apa yang terjadi pada sang putra adalah hal normal.
...***...
Rangga baru memarkirkan motornya di parkiran. Dia baru tiba di sekolah. Sebuah tangan tiba-tiba merangkulnya.
"Gimana tadi malam? Kocok-kocokkan nggak? Bwahaha!" ujar pemilik tangan yang kini merangkul Rangga. Dia tidak lain adalah Junaidi. Tertawa keras bahkan saat Rangga belum bercerita.
"Ayo ceritain, Ga! Seheboh apa Bang Firza sama Kak Dita?" tanya Ifan. Dia cengengesan bersama Junaidi
"Brengsek emang kalian!" balas Rangga sambil menjitak kepala temannya secara bergantian. "Semalaman aku tidur pakai headset tahu nggak!" ungkapnya.
"Lah, kok kau malah marah. Harusnya senang dong. Kau menghadapi pengalaman dewasa secara gratis dan langsung. Kalau aku sih, malah aku nikmati suara surga itu. Jika perlu, aku menghayal aja sekalian," ucap Ifan.
"Gila! Menghayal main sama Kak Dita maksudmu?" tebak Rangga.
"Iya. Hubungan panas dengan kakak ipar. Kayak di film yang lagi buming itu loh," sahut Ifan.
"Dih! Kau aja kali yang suka. Jangan didengerin, Ga. Fetish Ifan emang begitu. Dia suka nonton bokep yang seting main sama kakak ipar atau kakak tiri gitu. Jijik kali aku," imbuh Junaidi.
"Loh kok malah aku yang kena ejek. Kita kan satu tim loh tadi, Junaedi!" balas Ifan tak terima.
"Udah. Terima saja. Kau itu emang omes. Otak mes*m!" ledek Rangga. Dia lalu tertawa bersama Junaidi. Ketiganya berjalan menyusuri koridor bersama.
"Kayak kalian enggak," gerutu Ifan.
Bersamaan itu, mereka berhenti melangkah saat melihat anak kelas satu main basket. Ketiganya lalu bergabung dan meletakkan tas ke bangku panjang. Mereka bermain basket dadakan. Namun sayang itu tak berlangsung lama karena Nisa si ketua osis menegur. Para siswa kelas satu yang takut, langsung patuh. Berbeda dengan Rangga, Ifan dan Junaidi yang memilih tetap main.
"Kalian sebagai senior harusnya bisa jadi contoh. Ini malah menjerumuskan," omel Nisa seraya memperbaiki kerudungnya. Ia lalu sigap mengambil bola basket dan langsung membawanya pergi.
"Eh, Nisa! Hidup itu jangan terlalu bener! Dibawa santai aja loh," protes Rangga. Namun Nisa tak mendengarkan dan menjauh pergi.
"Sabar, Ga. Nanti malah jatuh cinta. Bahaya!" celetuk Junaidi.
"Hah? Jatuh cinta? Jijik banget aku suka sama cewek model Nisa." Rangga langsung membantah tegas.
"Makanya aku tadi bilang bahaya kan? Cewek kayak gitu bikin ribet," sahut Junaidi.
"Ayo ke kelas!" ajak Ifan sembari mengambil tas. Rangga dan Junaidi lantas menyusul.
Rangga lebih mengerti dita sebaliknya juga begitu rasanya mereka cocok
mangats thor sllu ditunggu up nya setiap hari