tentang dia yang ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik. kehidupan pertamanya yang di perlakukan buruk hingga mati tragis dalam penyiksaan, membuat dia bertekad untuk memperbaiki hidupnya dengan mengambil keputusan yang berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUA
"Ini.. " tuan Gema dan nyonya Fera tidak bisa mengatakan apapun setelah melihat Gladis.Foto gadis cantik yang mereka lihat di data panti tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedangkan Gladis hanya diam seolah-olah tak tau apa-apa, padahal dalam hati dia sudah tertawa.
"bukankah mereka ingin anak yang cantik? sekarang lihatlah kecantikan ku ini" batin Gladis. Mereka ingin yang cantik, maka Gladis akan mengubah jauh dari bayangan mereka. Lagi pula ibu Luna tidak akan memperhatikannya, lebih tepatnya ibu panti itu terlalu acuh terhadap anak asuh, dia lebih peduli dan perhatian dengan anak yang dekat dengannya, padahal di sini ada lebih dua ratus anak asuh. Jadi ibu Luna tidak akan mengenali jelas wajahnya, dan lagi selama di panti dia jarang bertegur sapa dengan ibu Luna.
Gladis tersenyum. Dia memperhatikan tiga orang yang duduk di sana.
"Kamu Gladis? " tanya nyonya Fera ragu.
"Iya nyonya, salam kenal" jawab Gladis sambil tersenyum. Gladis melihat kearah bu Luna yang dari tadi masih diam.
"Kenapa ibu manggil Gladis? Kata Ayu, ada yang mau mengadopsi Gladis, bener bu? " tanya Gladis, dia juga menunjukkan ke antusiasan, seakan-akan dia benar-benar berharap sekali. Ibu Luna melihat kearah nyonya Fera dan tuan Gema. Dua orang itu kompak menggeleng pelan.
"Maaf Gladis, Ayu salah menyampaikan pesan ibu" kata bu Luna sambil tersenyum ke arah Gladis. "ibu panggil kamu untuk membantu adik-adik belajar. Bukankah mereka akan masuk sekolah tahun ini? " lanjutnya.
"Cepat sekali dapat alasan" batin Gladis. Dia lalu mengeluarkan ekspresi sedih sambil menunduk. " aku pikir ada yang mau mengadopsiku. Ya sudah ibu, kalau begitu aku pergi dulu" ucap Gladis lalu dia berlalu pergi setelah menunduk sedikit.
"Lagian siapa yang mau mengadopsi anak sepertimu? " batin bu Luna sambil menggeleng- gelengkan kepalanya.
"Aku akan malu jika punya anak berwajah seperti itu " batin tuan Gema kesal.
"Menjijikkan! Membuat ku ingin muntah saja" batin nyonya Fera. Dia melihat ke arah bu Luna dengan kesal. "Kenapa bisa wajahnya tidak sesuai dengan foto yang ada di data? " tanyanya.
"Maaf nyonya.. saya tidak tau jika wajah Gladis akan sangat jauh berbeda dengan yang dulu. Padahal itu foto ketika dia berumur 12 tahun" jawab bu Luna. Nyonya Fera hanya bisa mendengus kesal.
"Bagaimana bisa kamu tidak tau, sedangkan dia anak asuhmu? " tanya Gema heran.
"Itu... " ibu Luna tidak bisa menjawab, tidak mungkin jika dia mengatakan tidak terlalu peduli dengan anak asuhnya. Itu akan membuat citranya buruk.
"Ya sudah, kami akan memilih anak yang lain saja" ucap nyonya Fera sambil kembali membolak balikkan kertas data anak panti untuk usia 12 tahun ke atas.
Tidak jauh dari sana, Gladis mendengar semuanya. Dia tersenyum kecil. Dia sudah mengubah jalan hidupnya di awal, sekarang dia bisa tenang. Lagian hidup di panti juga tidak buruk, walau tidak di perhatikan setidaknya di sini masih di beri makanan yang layak dan tempat tidur yang nyaman meski kasurnya agak keras. Seingatnya, setelah dia diadopsi seminggu setelahnya putri kandung keluarga Fandra kembali. mengingat itu benar-benar membuatnya marah.
*******
Gladis duduk di bangku taman belakang panti, sudah seminggu sejak kedatangan keluarga Fandra. Mereka mengadopsi salah satu teman sekamarnya, Vina. Biarlah itu bukan urusannya, lagian Vina tidak dekat dengannya bahkan cenderung seperti membencinya. Dia juga tidak tau kenapa, padahal rasanya dia tidak melakukan sesuatu yang membuat Vina membencinya. Hati seseorang siapa yang tau?
"Glad".
Gladis melihat ke asal suara, ternyata Ayu. Dia berjalan ke arah Gladis lalu duduk di dekatnya.
"kenapa ngelamun di sini? " tanya Ayu. Gladis hanya tersenyum saja tidak berniat menjawab pertanyaan Ayu.
"Oh ya, tentang minggu lalu, kenapa kamu buat wajahmu jadi jelek? bukannya kamu sangat ingin punya keluarga? " tanya Ayu penasaran. Dia terkejut minggu lalu melihat penampilan Gladis ketika menemui keluarga Fandra. Dia tidak sempat menanyakan hal itu kemarin-kemarin sebab terlalu sibuk membantu ibu Lina.
"Aku hanya ngerasa kalau mereka tidak bisa menjadi rumah yang hangat untukku" jawab Gladis.
"kamu bahkan belum tinggal dengan mereka, dari mana kamu tau hangat atau tidak? "
"Jika misalkan terjadi sesuatu padamu lalu hati mu mengatakan tidak, apa kamu akan mengikuti nya? " Gladis bertanya balik sambil tersenyum. Ayu terdiam.
"Tapi Glad, terkadang apa kata hati gak selalu benar, terkadang itu hanya ketakutan kita saja".ucap Ayu setelah lama terdiam.
"Sayangnya aku percaya kata hatiku. Karena aku gak mau salah lagi".
" maksudmu? " Ayu bingung dengan ucapan terakhir Gladis. Tapi gadis itu hanya tersenyum tanpa menjelaskan apapun. Ayu hanya bisa menghela napasnya.
"Omong-omong ibu Luna masih marah sama kamu sampe sekarang karna kamu menipu mereka kemarin" kata Ayu kemudian.
"hahah.. " Gladis hanya bisa tertawa mengingat wajah kesal bu Luna setelah keluarga Fandra pergi. Dia merasa di permainkan setelah melihat wajah Gladis yang sama seperti foto di data bahkan wajah Gladis nampak terlihat lebih cantik dari pada di foto.Gladis? Dia tidak merasa bersalah sama sekali dengan perbuatannya.
*******
Gladis berjalan dengan santai pagi ini, dia sudah meminta izin pada bu Luna untuk keluar panti dan kembali nanti sore, dengan dalih dia ingin melihat sekolah SMA yang cocok untuk nya.
" untuk apa mencari sekolah Glad? Anak-anak panti ini sudah mendapat biaya gratis sekolah di SMA Bangsa. Jadi tidak perlu mencari sekolah lain kecuali kamu punya uang" kata bu Luna tadi pagi. Kata-kata itu benar-benar membuat Gladis kesal, Seolah-olah meremehkannya karena tidak mungkin bisa sekolah di tempat bagus. Padahal dia lebih pintar dari Ayu si anak kesayangan ibu panti. Buktinya dia sudah lulus SMP sekarang, sedangkan Ayu masih sekolah di sana.
"Aku kan pintar bu, kali aja aku bisa masuk sekolah elit melalui beasiswa" jawab Gladis percaya diri. Pada akhirnya bu Luna mengizinkannya pergi. Seperti biasa bersikap acuh, jangan kan di kasih jajan lima ribu, bertanya nanti siang gimana makan saja tidak. Gladis? Bodo amat. Yang penting dia bisa keluar panti sebentar, kalaupun dia pulang besok juga gak bakalan di cariin. Jika teman nya panik dia hilang dan melapor pada bu Luna? Wanita paruh baya itu tinggal pura-pura panik saja seperti sebelum-sebelumnya. Di cariin? Tentu saja tidak, bahkan anak yang hilang sebelumnya belum kembali. Jika di pikir- pikir, seharusnya dia tidak perlu minta izin buat keluar, toh bu Luna juga tidak peduli. Hanya saja dia masih menghormati bu Luna sebagai pemilik panti.
Sudah hampir dua jam dia berjalan kaki dan itu juga sudah sangat jauh dari panti. Tapi dia senang, bisa melihat gedung-gedung yang menjulang dan sekolah- sekolah menengah yang bagus. Gladis berhenti di taman kota, di sana masih sepi karena orang-orang masih sibuk beraktivitas. Ah kaki nya terasa sakit sekarang, dia juga haus dan lapar. Tapi gimana, dia tidak punya uang sepeser pun. Mungkin setelah istirahat di sini, dia akan kembali ke panti sebelum makan siang. Tidak mungkin dia terus jalan sedangkan dia tidak punya uang untuk makan siang.
Gladis terdiam melihat seseorang yang di kenalnya. "Dia... "