Kisah gadis ekstrover bertemu dengan dokter introvert..
Awal pertemuan mereka, sang gadis tidak sengaja melukai dokter itu. Namun siapa sangka, dari insiden itu keduanya semakin dekat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Fey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
*********
Keesokan harinya, sekitar pukul 7 pagi Suina tengah membersihkan halaman depan sekedar untuk merapikan rumput rumputnya.
Sementara bibi Yan sedang membersihkan area dalam rumah.
" Hati-hati! tangan malah tangan kamu yang kepotong gunting itu!" seru bibi Yan yang melihat Suina terus mengayun-ayun guntingnya di atas rumput yang panjang.
" Siapa bibi Yan, Suina akan hati-hati kok! " Jawab Suina sambil memberikan hormat.
" Iya, jangan sampai kena gunting." sahut Bibi Yan dengan nada khawatir.
"Tenang, Bibi! Suina udah pro kok potong rumputnya dengan gunting ini. " jawab Suina penuh percaya diri sambil terus merapikan rumput yang tumbuh panjang.
"Nah, kalo udah selesai, jangan lupa buang semua sampahnya, ya. Jangan sampai menumpuk dan bikin halaman kita jadi semrawut," ingat Bibi Yan lagi.
"Iya, Bibi! pasti Suina beresin. Nggak ada sampah yang nangkring deh! " Balas Suina dengan semangat, menghentikan sejenak aktivitasnya untuk mengangguk pada Bibi Yan.
Setelah memotong semua rumput yang terlihat panjang, gadis itu langsung memasukkannya kedalam kantong sampah sesuai perintah bibinya.
" Huuff... Capek juga. " Gumam Suina dengan bercucuran keringat di wajahnya.
Setelah memasukkan semua sampah itu, ia langsung membawanya ketempat sampah yang berada tidak jauh di depan rumahnya.
" Beratnya. " Gumamnya sambil menyeret dua kantong sampah berukuran besar itu.
Setibanya di tempat pembuangan sampah, Suina langsung ingin memasukkannya kedalam satu persatu.
" Hah! Kok penuh sih? Apa hari ini semua orang pada buang sampah ya? " Gumam Suina bingung.
Kemudian ia mulai melihat lihat area sekitar, untuk mencari tempat sampah lain.
Gadis itu kembali menyeret kedua kantong sampahnya menuju tempat pembuangan sampah yang lain.
" Nah itu ada satu lagi. " Gumam Suina menemukannya.
Sebelum memasukkannya, Suina memeriksanya terlebih dulu.
" Akhirnya ada yang kosong. " Gumamnya senang.
Kemudian ia mulai memasukkannya satu persatu kedalam drom sampah itu.,
"Huuff.. kenapa kantong sampah ini berat banget sih!" keluh Suina sambil mengusap keringat di dahinya.
"Akhirnya kelar juga," ujarnya seraya menghela napas lega.
Tapi, begitu berbalik, ia nyaris saja menabrak seseorang.
"Sori! Sori banget!" serunya, segera mundur beberapa langkah.
"Eh, tunggu deh!" mata Suina melebar saat ia menyadari orang yang hampir ia tabrak itu.
"Kamu... kamu yang di minimarket itu kan? Yang waktu itu!? " Ucap Suina mengingat-ingat wajah pria di depannya.
Namun pria itu hanya tersenyum tipis, sambil memegang sebuah kantong sampah.
"Permisi mbak," ucapannya yang langsung membuang kantong sampah itu kemudian berlalu tanpa menjawab pertanyaan Suina.
" Iih!! Dasar pria aneh. " Gumam Suina heran.
Matahari mulai bersinar cerah, seolah memberi sinyal kepada Suina untuk segera pulang.
Dengan langkah pasti, ia melanjutkan perjalanan pulangnya yang terhenti sejenak.
Di tengah jalan, tiba-tiba ia menyadari ada sosok yang mencuri perhatiannya.
Seekor kucing berukuran cukup besar terlihat sedang bersantai di bayah pohon yang ada di trotoar.
"Eh, kok kucingnya besar banget sih? Apa ini kucing betina yang sedang hamil?" gumam Suina sambil memperhatikan kucing itu.
Pikirannya mulai membayangkan bagaimana indahnya kehidupan kucing dengan banyak anak-anak kecil yang melompat-lompatan di sekitar mereka.
"Gemes banget! Ada yang punya nggak sih? " Gumam Suina mendekatinya sambil melihat lihat sekitarnya.
" Tapi kok bulunya kotor banget? Kayak nggak keurus gitu? " Ucap Suina heran.
" Seharusnya kamu punya tempat yang lebih hangat dan nyaman daripada jalan ini, yah! " Lanjutnya lagi yang ingin sekali membawa kucing itu untuk di rawatnya.
" Gemas banget. " Gumamnya yang terus menghampiri kucing itu.
Alih alih mendapatkan sambutan hangat, kucing itu justru terlihat ingin mencengkeramnya.
" Iiihh.. aku cuma pengen ngelus kamu aja. " Ucap Suina yang langsung menjauh.
Namun kucing itu malah semakin ingin mencengkeramnya.
"Aaa... Bibi Yan!!" Teriak Suina seraya ia lari lintang-pukang dengan kucing yang mengejarnya tepat di belakang.
"Bibi Yan!!" Sambungnya lagi sembari menerobos masuk ke dalam rumah.
Bibi Yan, yang mendengar teriakan, langsung menyusul ke pintu.
"Ada apa? Ada apa? " Tanyanya dengan nada khawatir.
"Ada kucing ngejer Suina," seru Suina, dengan nafas yang tersengal-sengal sembunyi di belakang bibinya.
"Tuh kan, sudah berapa kali Bibi bilang jangan ganggu-ganggu hewan itu lagi. Kenapa sih kamu tidak bisa menepati janjimu wahai gadis nakal? " cecar Bibi Yan, dengan pandangannya yang tajam menatap Suina.
"Suina nggak ganggu, Bibi! Cuma pengen ngelus doang, eh tiba-tiba dia malah kejar," jelas Suina, sambil mengatur nafasnya.
"Kalau nggak kamu yang ganggu, kenapa tiba-tiba dia ngejar kamu? Aneh," gumam Bibi Yan, bingung.
Suina menggeleng kecil, "Mana Suina tahu, Bibi..." Jawab Suina .
"Ya sudah, masuk sana. Nanti kucing itu masuk kesini lagi. " ujar Bibi Yan, masih belum sepenuhnya percaya tapi melunak.
" Awas kamu mengulanginya lagi, kalau tidak. Bibi akan pulang nggak mau tinggal di sini lagi. " Lanjutnya mengancam.
"Iya, Bibi." Jawab Suina menunduk dan segera berlari kecil menuju kamarnya, sambil terkekeh.
" Setelah bersih bersih, turun makan! " Ucap bibi Yan berteriak dari dapur.
" Iya bibi cantik! " Jawab Suina dari atas.
Pukul 10 kurang beberapa menit, Suina merasa ada sesuatu yang menggugah hatinya untuk segera kembali mengunjungi toko sembako milik kakek dan neneknya.
Dengan cepat ia langsung bersiap siap kemudian keluar.
Sesampainya di sana, Suina menyaksikan bahwa toko tersebut sudah buka sesuai ucapan bapak bapak tempo hari.
"Semoga hari ini menjadi momen indah antara aku dan mereka," gumam Suina harap-harap cemas.
Dengan langkah yang pasti, Suina segera masuk ke dalam toko untuk segera menemui kakek dan neneknya yang ia rindukan.
"Assalamualaikum," ucap Suina seraya melangkah masuk ke toko.
"Waalaikumusalam," sahut kakeknya dari balik meja kasir.
Tatapan matanya melembut saat melihat Suina.
"Ada yang bisa kakek bantu, Neng?" Tanya kakeknya itu.
Alih-alih menjawab, Suina hanya menatap kakeknya dengan raut wajah yang memancarkan kerinduan yang mendalam.
Kakeknya mengernyitkan dahi, bingung melihat reaksi cucunya itu.
"Neng, kenapa diam? Ada apa?" Tanya kakeknya lagi.
"Kakek... Suina kangen kek. Ini aku, Suina, cucu kakek." Jawab Suina dengan nada suara bergetar.
Mendengar itu, kakeknya langsung bangkit dari kursinya dengan cepat dan menatap Suina dengan pandangan tajam yang menusuk hingga ke jiwa.
" Aku tidak punya cucu. " Jawab kakeknya itu.
"Kakek, tolong dengarkan Suina..." Suina merentangkan tangan ke arah kakeknya, matanya berbinar penuh harapan.
" Aku tidak punya cucu!" sang kakek memotong dengan nada tegas, yang langsung membuat suasana menjadi tegang.
" Tapi kek, Suina tetap cucu kakek " suara Suina bergetar, penuh penekanan, namun tetap menggantung penuh harap.
"Pergi! Aku tak mengakui kamu sebagai cucuku!" sang kakek menunjuk ke arah pintu dengan ekspresi datar, suaranya dingin membekukan suasana sekitar.
" Aku bilang keluar kelinci kecil. " Lanjutnya lagi, sambil menarik Suina keluar.
Keluar dari toko itu, Suina dipandangi oleh para tetangga yang mulai berkumpul, tertarik dengan keributan yang terjadi didalam.
"Kakek! " Suina mencoba sekali lagi, suaranya hampir tidak terdengar.
"Apa lagi?!" respon sang kakek, tetap dengan nada tajam dan pandangan yang tidak memberi ruang bagi perundingan.
"Dengarkan penjelasan Suina, sekali ini saja." Permintaan itu keluar lembut dari bibir Suina, matanya tak lepas dari sosok kakek yang telah lama dikenalnya.
" Nggak! " Jawab kakeknya kekeh.
" Dan jangan panggil aku sebagai kakekmu. Aku tidak punya putra jadi tidak punya cucu juga. " Lanjutnya lagi menegaskan.
" Kakek kok gitu sih? Biar bagaimanapun Suina tetap cucu kakek. Suina sudah berdiri di sini, datang jauh jauh hanya untuk bertemu kakek dan nenek. " Tanya Suina heran.
" Ada apa sih? Kok ribut ribut? " Tanya neneknya keluar karena penasaran.
" Nenek! Ini Suina nek, cucu nenek. " Jawab Suina yang hendak memeluknya, namun langsung di halanginya kakeknya.
" Eehh... Kamu bukan cucu aku. Pergi sana. " Usir kakeknya lagi.
" Kamu juga buk, kamu harus ingat. Jangan pernah membukakan pintu untuk gadis kelinci ini, dan jangan pernah bicara dengannya, paham? " Ucap kakeknya mengingatkan neneknya itu.
" Kakek iih.. " ucap Suina dengan nada manjanya.
" Pergi Sana! " Usir kakeknya lagi.
" Iya! Iya.. Suina pergi. " Jawab Suina sedih.
" Bagus, pergi sana. " Ucap kakeknya yang tidak luluh sedikit pun.
" Tapi.. Suina akan kembali lagi besok. Dan begitu seterusnya. " Ucap Suina dengan gemesnya.
" Jangan harap aku akan membukakanmu pintu. " Jawab kakeknya yang langsung masuk kedalam tidak perduli.
Suina langsung tertawa melihat kakeknya yang sangat kesal seperti itu.
" Suina di lawan, kakek lihat saja nanti. Pasti kakek akan luluh dengan Suina. " Gumam Suina percaya diri.
Kemudian dengan langkah girangnya, gadis itu pergi meninggalkan toko kakeknya.
***
Baru beberapa meter melangkah, tiba tiba perhatian Suina teralih kesalah satu gerobak bakso.
"Eh, kayaknya aku kenal deh," gumam Suina, mata berbinar sambil memperhatikan pembeli yang sedang duduk di meja menunggu pesanannya.
Sambil tersenyum, Suina mendekati gerobak bakso.
"Mang, bakso komplit satu, sama es jeruk, ya. Plus bawang goreng ekstra, dong mang." Pinta Suina dengan semangat.
Penjual bakso itu menanggapi dengan senyum ramah.
"Siap, Neng! Silakan duduk dulu, sebentar lagi jadi." Jawab pedagang itu mempersilahkan.
Suina pun duduk di meja yang sama dengan seorang pria duduk, sambil memperhatikannya.
" Haus banget dok? " tanya Suina tersenyum, karena melihat pria itu terus saja meneguk sebotol air.
Lagi lagi tidak ada respon dari pria itu, ia hanya serius meneguk air yang di pegangnya.
" Ini dia pesanannya. " ucap penjual itu sambil meletakan pesanan mereka.
" Wah.. terima kasih mang. " jawab Suina yang sudah tidak sabar ingin menikmatinya.
" Dokter datang jauh jauh kesini untuk makan bakso ya? " tanya Suina basa basi.
Pria itu hanya diam saja fokus dengan makanannya tidak memperdulikan Suina.
" Aneh banget. " batin Suina heran.
Ia pun mulai menambahkan beberapa bumbu di baksonya, untuk menemukan cita rasa yang pas untuknya.
Pria itu memperhatikan semua bumbu bumbu yang Suina masukkan.
" Dokter juga mau nambain bumbunya? " tanya Suina.
" Terlalu pedas tidak baik untuk perutmu. " jawab pria itu yang akhirnya membuka suara.
" Nggak kok, ini nggak terlalu pedas. " jawab Suina.
" Dokter sendiri tidak menambahkan bumbu apapun, memangnya kek gitu enak? " tanya Suina penasaran.
" Apa dokter mau aku bantu buat tambahin bumbunya? " lanjut Suina menawarkan.
Tanpa menjawab, pria itu langsung menyodorkan mangkok baksonya pada Suina.
Suina pun langsung tersenyum, kemudian mulai menambahkan beberapa bumbu.
Pria itu memperhatikan semua bumbu yang Suina masukkan kedalam makanannya.
"Jangan terlalu pedas," pintanya lembut.
"Tenang aja, Dok, ini versi mild kok." Suina berkata sambil sibuk mencampur bumbu.
Ia merasakan lagi, lalu mengangguk-angguk puas.
"Mmm... pas!" Lanjutnya selesai.
"Sudah siap nih, Dok. Silakan dicoba. Oh ya, enggak usah bilang terima kasih," sambung Suina sambil melempar senyum manis.
Pria itu memandang ke arahnya, sedikit terkejut.
"Udah bisa bikin enak gini, nikmatin aja cukup kok, Dok. Silakan!" Lanjut Suina kemudian mulai menyantap hidangannya dengan lahap, menunjukkan contoh.
Karena penasaran dengan rasanya, pria itu pun mulai mencicipinya.
Begitu sesendok makanan itu masuk kedalam mulutnya, kedua mata pria itu langsung melebar.
" Enak kan? " tanya Suina memastikan.
" Em! " jawab pria itu mengangguk kemudian terus memakannya.
" Aku bilang juga apa, pasti enak. " ucap Suina puas.
Keduanya pun lanjut menikmati makanan mereka masing masing.
Tidak butuh lama bagi Suina untuk menghabiskan makanannya.
"Aku udah kelar, nih." Ucap Suina sambil menepuk-nepuk perutnya.
"Loh, serius kamu udah habis? Gila cepet banget!" Ucap pria itu menatapnya dengan mata terbelalak.
"Hehe, emang aku makannya kayak kilat!" Jawab Suina tertawa renyah, kemudian berdiri dari kursinya.
"Eh, terima kasih ya dok, udah makan siang bareng dan bolehin duduk di sini. Aku cabut dulu. " Ucapnya sambil mengangkat tasnya.
" Em! " Jawab Pria itu mengangguk pelan.
" Oh ya, ngomong ngomong! Nama aku Suina. Oh iya, maaf juga ya soal yang di mini market kemarin. Hehehe." Ucap Suina teringat kejadian itu.
" Gak papa, itu udah lewat. " Jawab pria itu membalas dengan senyum ramah.
"Bye-bye!" Lanjut Suina pergi sambil melambaikan tangan tersenyum lebar dan berlalu dengan langkah ceria.
Suina pergi dengan girangnya meninggalkan pria itu yang masih terheran heran denganya.
" Mang berapa semuanya? " tanya pria itu yang hendak membayar makanannya.
" Sudah di bayar sama teman mas tadi. " jawab penjual itu.
Ia pun langsung tersenyum mendengarnya.
Sementara di toko tadi, kakeknya masih terlihat kesal dengan kedatangan Suina.
"Dasar gadis kelinci itu, benar-benar nggak bergeming pas aku suruh pergi," keluh kakek sambil mendengus kesal.
"Gadis keras kepala!" timpalnya lagi dengan tangan terlipat.
"Eh, Pah... sampai kapan sih mau keras hati terus sama mereka?" sang istri cemas, melirik suaminya dengan raut wajah heran.
"Ah, itu urusanku!" bentak kakek dengan suara keras.
"Tapi, itu cucu kita, loh. Cucu kita, Pa!" istri mencoba menjelaskan, suaranya lembut namun penuh kekesalan.
"Sudah kubilang, aku nggak punya cucu. Jangan anggap gadis kelinci itu dengan cucu," jawab kakek dengan nada tegas dan kekeh.
"Kita nggak punya anak, kok bisa-bisanya ibu bilang itu cucu kita?" kakek tetap dengan pendiriannya, menggeleng tegas.
"Ih, bapak ini, bisa nggak ngomong yang baik-baik? Ngomongnya nggak baik, nggak pantas," sang istri mengingatkan, nada suaranya mencerminkan kekecewaan yang mendalam.
" Nggak! nggak buk, berhanti membahas kelinci itu. dia bukan cucu kita. " jawabnya tidak perduli.
" Ibu sudah lupa? bagaimana anak itu menentang kita hanya demi menikahi perempuan itu? " ucapnya mengingatkan istrinya itu lagi.
" Jadi ibu harus ingat, jika gadis kelinci itu kembali lagi kesini. jangan pernah bicara ataupun berinteraksi denganya. ibu faham? " lanjutnya lagi, kemudian berlalu pergi kembali ketoko.
" Huff.. dasar keras kepala. " gumamnya heran dengan pemikiran suaminya itu.
Sementara di rumah, Suina sudah tiba sambil membawa beberapa buah yang ia beli dalam perjalanan pulang.
" Suina! " panggil ayahnya yang tiba tiba sudah duduk di ruang tamu.
" Eh ayah! kapan ayah datang? " jawab Suina yang langsung berlari kepelukan ayahnya itu.
" Sudah sejam yang lalu. " jawab sang ayah yang merindukan putri kecilnya itu.
" Lebay! " ucap bibi Yang yang sedang merapikan pakaian di ruang tengah.
" Bibi cemburu ya? " jawab Suina mengejek.
" Kamu dari mana aja? " tanya ayahnya penasaran.
" Oh! Suina tadi pergi beli buah. " jawab Suina berbohong, karena tidak ingin ayahnya itu marah. kemudian ia memberikan kode pada bibi Yan agar tidak memberi tahu kepada ayahnya kemana ia pergi tadi.
Seketika bibi Yan faham dengan maksud tatapan gadis itu.
" Iya, aku sengaja nyuruh dia buat beli buah. biar makan makanan sehat mulai sekarang. " jawab bibinya.
" Wah.. bagus dong. ayah senang dengarnya. " jawab ayahnya.
" Oh ya, ngomong ngomong. kenapa ayah datang nggak ngasih kabar dulu? " tanya Suina penasaran.
" Sengaja, ayah pengen kasih kejutan untuk putri kesayangan ayah. " jawab ayahnya.
Suina pun tersenyum senang mendengarnya.
" Ya udah, yuk makan. tadi ayah beli makanan dalam perjalanan kesini. " ajaknya.
" Suina udah makan tadi, makan bakso. jadi sekarang masih kenyang banget. " jawab Suina sambil mengelus perutnya.
" Kamu makan bakso dengan siapa? " tanya bibi Yan penasaran, karena melihat Suina tersenyum senang mencaritakannya.
" Oh, itu loh. tadi Suina nggak sengaja ketemu dengan dokter yang nggak sengaja Suina tabrak di mini market, kebetulan dia lagi di sana jadi sekalian kita makan bareng. " jawab Suina.
" Haa.. " ucap bibi Yan kaget.
Begitupun dengan ayahnya.
" Suina kebetulan ketemu dia di sana, jadi sekalian minta maaf. " jawab Suina.
" Suina! ada satu hal yang harus kamu tau. " ucap bibi Yan yang sangat antusias.
" Apa itu bibi Yan? " tanya Suina penasaran.
" Kalau pertemuan sudah beberapa kali, itu bukan kebetulan Suina. " jawab bibi Yan.
" Tapi takdir! " lanjutnya lagi heboh.
" Jangan ngomong yang aneh aneh, Yan! " ucap ayahnya memotong.
" Iih abang! Suina sudah dewasa. jadi sudah sepatutnya bertemu dengan jodohnya, abang nggak usah cemas seperti itu dong. " jawab bibi Yan.
" Aku bukannya cemas pada gadis ini, tapi pada pria itu. " jawabnya.
" Iih ayah! " ucap Suina kesal.
Bibi Yan pun langsung tertawa mendengarnya.
" Ngomong ngomong, gimana di sini? kamu betah? " tanya ayahnya penasaran.
" Betah dong, di sini nyaman dan juga dekat dengan tempat perbelanjaan. " jawab Suina.
" Syukur deh kalau kamu betah, ayah sempat cemas saat kamu memutuskan untuk pindah kekota ini dan mulai hidup mandiri. " ucap ayahnya lega.
" Ayah tenang aja, Suina betah kok di sini. jadi ayah nggan perlu khawatir, lagian ada bibi Yan juga yang nemenin Suina. " jawab Suina.
" Ayah doain semoga apa yang kamu cita citakan terwujud, dan itu baik untuk kamu. " ucap ayahnya.
" Amiiinn... terima kasih ya ayah, karena selalu mendukung keputusan Suina. " jawab Suina senang.
" Iya sayang, tapi ingat. kamu harus jaga diri, jangan sembarangan kenal dengan pria asing. ayah cuma cemas dengan pria itu yang tidak akan tahan dengan sifat kanak kanakmu itu. " ucap ayahnya mengejek lagi.
" Iih ayah! Suina udah dewasa tau. " jawab Suina sambil memanyunkan bibirnya.
Sementara bibi yang terus terawa mendengar perdebatan ayah dan anak itu.
###NEXT###