NovelToon NovelToon
Sukma Dukun Santet, Dalam Tubuh Detektif Tampan.

Sukma Dukun Santet, Dalam Tubuh Detektif Tampan.

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Mata-mata/Agen / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Roh Supernatural / Trauma masa lalu / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Yuni_Hasibuan

Tentang Dukun Santet Legendaris — yang berjaya dalam Mengusir Belanda, Tiga Abad Silam.
Tapi nasibnya berakhir tragis: dibakar hidup-hidup hingga arwahnya gentayangan

Sampai tahun 2025..
Jiwa LANANG JAGAD SEGARA:
tiba-tiba tersedot ke dalam tubuh ADAM SUKMA TANTRA, seorang INTERPOL Jenius, Muda dan Tampan.
Syarat tinggal di tubuh itu: cari dalang di balik pembunuhan Adam.

Maka dimulailah petualangannya menyelidiki kasus-kasus kriminal dengan cara aneh: Lewat Santet, Jimat Ghoib, dan Mantra Terlarang yang tak sesuai zaman. Tapi, justru cara kuno ini paling ampuh dan bikin partnernya cuma bisa terpana.

“Lho, kok jimatku lebih nendang daripada granat?!” — ujar Lanang, si Dukun Gaptek yang kini terjebak dalam lumpur misteri masa lalu.

Sanggupkah ia mewujudkan keinginan Jiwa asli sang pemilik tubuh?
Atau jangan-jangan justru terhantui rasa bersalah karena ternyata, penyebab Matinya Adam masih....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuni_Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2.Menggila di Tubuh Baru.

.

.

***

“Bryan… KAU MAU MEMBUNUHKU?!” teriak Lanang, suaranya parau dipenuhi rasa takut dan kebingungan.

Tapi bukannya menjawab, Bryan malah membentaknya dengan kasar, “Tiarap! Bodoh!”

Sekuat tenaga, Bryan menarik tubuh Lanang dan menjatuhkannya secara paksa ke dalam sebuah parit kering di samping mereka.

BRUK!

Suara berat terdengar sesaat sebelum sesosok tubuh jatuh dari atap bangunan persis di belakang tempat Lanang berdiri tadi. Mayat itu tergeletak tak bernyawa, hanya berjarak beberapa jengkal dari mereka.

Barulah Lanang tersadar. Ternyata, Bryan sama sekali tidak berniat menembaknya. Justru, pria itu baru saja menyelamatkannya dari penembak jitu yang mengincarnya dari ketinggian.

DUAR!

Suara tembakan kembali memecah kesempatan mereka untuk bernapas. Bryan menggeram kesal, wajahnya semakin tegang.

“Cepat! Ambil ini!” hardiknya melemparkan sebuah pistol cadangannya yang lain ke arah Lanang. “Kau harus melawan! Jangan bertingkah aneh-aneh lagi, Adam!”

Adam? Jadi itu nama pemilik tubuh yang kini ia tempati? Lalu, di mana arwah Adam sekarang? Begitu banyak pertanyaan berkelebat di kepalanya, namun tidak satu pun punya jawaban.

DUAR!

Bryan menembak lagi, namun sayangnya meleset. Alih-alih mengenai sasaran, tembakannya justru memicu balasan yang jauh lebih ganas.

SWING! SWING! SWING!

Peluru berdesing di udara, nyaris menyambar mereka. Suara letusan senjata memekakkan telinga. Mereka benar-benar terkepung, dikeroyok dari segala penjuru.

Oh tidak! batin Lanang nyaris mengutuk. Apakah pasukan Belanda masih belum pergi juga?!

Tapi dia segera menyadari, ini bukanlah waktunya untuk mengeluh atau marah-marah. Dari sampingnya, Bryan terlihat jelas kewalahan. Sendirian, ia berusaha menahan serangan yang datang bertubi-tubi.

Tanpa buang-buang waktu lagi, Lanang mulai merangkak pelan. Ia bergerak mendekati tempat di mana tadi ia membuang pistol pemberian Bryan.

Apakah akhirnya ia mau menggunakan senjata orang kulit putih itu? Tentu tidak.

Yang ia butuhkan hanyalah tempat persembunyian yang lebih baik, sedikit ruang dan waktu untuk bisa berkonsentrasi.

“Cepat lari! Makhluk itu akhirnya bangkit! Mundur... mundur...!”

Teriakan panik itu datang dari arah musuh. Dari balik persembunyiannya, Bryan bisa melihat wajah orang yang terjatuh tadi—pucat pasi, mata membelalak ketakutan, seperti baru saja melihat sesuatu yang sangat mengerikan.

“Earghhkkk!”

Teriakan lain menyusul, lalu disambung lagi oleh teriakan-teriakan panik lainnya yang saling bersahutan dari arah yang sama. Suara itu bukan lagi teriakan semangat perang, melainkan teriakan ketakutan murni.

Kekacauan itu akhirnya berhasil mengalihkan perhatian Bryan yang sedang fokus menembak. Saat ia menoleh ke samping untuk memastikan kondisi Adam, dadanya langsung disergap kepanikan.

“Sialan! Di mana dia?!”

Tubuhnya spontan berdiri, matanya menyapu setiap sudut parit persembunyian mereka. Adam—atau pria yang kini menghuni tubuh Adam—telah menghilang begitu saja. Tempat itu kosong.

“Kau cari aku?”

Suara itu tiba-tiba terdengar dari belakangnya, begitu dekat. Bryan berputar dengan kaget dan menemukan Lanang sudah berdiri tegak di sana, dengan ekspresi yang hampir tak bersalah.

“Astaga!” Bryan mengeluh, campur kesal dan lega. “Kukira kau lari! Bisa tidak, angan menghilang seperti itu?!”

“Aku tidak ke mana-mana. Dari tadi tetap di sini. Kau saja yang tidak melihat,” jawab Lanang tenang, terlalu tenang untuk situasi berbahaya seperti ini.

Bryan masih tampak sangsi. “Kau yakin?” matanya masih menyisir setiap sudut, mencari tanda-tanda bahaya lain.

“Hum.” Lanang hanya mengangguk kecil, tatapannya tajam dan fokus, bukan pada Bryan, tetapi pada sesuatu di sekeliling mereka yang hanya bisa ia rasakan.

Tunggu dulu. Ada yang tidak beres di sini.

Lanang menyadarinya lebih dulu. Suara teriakan yang tadi, tiba-tiba berhenti total. Digantikan oleh kesunyian yang menusuk telinga—sepi yang justru lebih menyeramkan daripada kebisingan pertempuran.

Tapi kesadaran itu datang terlambat.

Persis saat kewaspadaan mereka lengah, sesosok bayangan hitam muncul dari kegelapan di belakang Bryan. Bergerak cepat dan senyap seperti asap.

DUAR! DUAR! DUAR!

Tembakan bertalu-talu menyambar. Peluru-peluru itu bukan ditembakkan secara sembarangan. Sasaran utamanya adalah Bryan, dan mungkin juga Lanang yang berdiri di dekatnya.

Refleks Lanang bekerja lebih cepat dari pikirannya. Melihat kilat moncong senjata, tubuhnya sudah bergerak sebelum otaknya memerintahkan.

Dia terlambat untuk menyerang, tetapi tidak untuk menyelamatkan.

Dengan satu lompatan nekat, ia menerjang ke depan—menempatkan dirinya di antara Bryan dan hujan peluru itu.

BRUK!

Dampaknya keras. Tubuhnya terhempas, menjatuhkan Bryan bersamanya. Dunia berputar. Suara teredam. Yang tersisa hanya desisan napasnya sendiri yang tiba-tiba tersendat. Tapi tangannya masih sempat membuat sebuah benda melayang, untuk menghabisi si penembak misterius tadi.

“ADAAAAM!” Bryan berteriak lantang, suaranya pecah oleh horror dan rasa bersalah.

Tapi Adam—atau jiwa Lanang yang mendiaminya—sudah tidak bisa mendengar. Kehampaan yang hangat dan pekat menyapunya, membawanya sekali lagi menghadapi kegelapan.

.

.

.

NGIIIIIIING—

Senyap!

***

1
Nana Colen
lanjut thooooor aku suka 😍😍😍😍😍
Yuni_Hasibuan: Sabar kakak...
OTW... Bruuummmmm...
total 1 replies
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤🥰🥰
Yuni_Hasibuan: Terimakasih udah mau mampir kakak 🥰🥰🥰
total 1 replies
Maulana Alfauzi
Belanda memang licik
Yuni_Hasibuan: Liciknya kebangetan Bang.
total 1 replies
Maulana Alfauzi
hmm...
seru dan menyeramkan.
tapi suka
Maulana Alfauzi
Aku suka aja sama novel fantasi begini.
Maulana Alfauzi
Makasih up nya Thor.
semakin seru ceritanya
Yuni_Hasibuan: Makasih udah Mampir Bag.../Pray/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!