NovelToon NovelToon
Asmaraloka Gita Mandala

Asmaraloka Gita Mandala

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa / Dark Romance
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Komalasari

Mandala Buana seperti berada di dunia baru, setelah kehidupan lamanya dikubur dalam-dalam. Dia dipertemukan dengan gadis cantik bernama Gita, yang berusia jauh lebih muda dan terlihat sangat lugu.

Seiring berjalannya waktu, Mandala dan Gita akhirnya mengetahui kisah kelam masa lalu masing-masing.

Apakah itu akan berpengaruh pada kedekatan mereka? Terlebih karena Gita dihadapkan pada pilihan lain, yaitu pria tampan dan mapan bernama Wira Zaki Ismawan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SATU : SEMBURAT JINGGA

"Di mana Ibu?” tanya bocah laki-laki yang masih mengenakan seragam merah putih. Dia masuk ke rumah sambil menjinjing sepatu. Rasa lelah setelah beraktivitas di sekolah, tak menjadikannya bermuram durja. Bocah itu justru tampak sangat bersemangat, seakan ada sesuatu yang menggembirakan.

“Di mana ibu, Yah?” tanya bocah berambut hitam itu sekali lagi, berhubung sang ayah tak merespon pertanyaannya tadi.

Namun, pria yang dipanggil ‘ayah' itu tetap fokus pada surat kabar, sambil duduk tenang di kursi dengan ditemani sebatang rokok yang diapit kencang di sudut bibir. Dia seperti sengaja tak menggubris pertanyaan putranya.

“Hh!” Si bocah merengut karena pertanyaannya tak ditanggapi. Dia berlalu ke dekat dapur untuk meletakkan sepatu di rak. Setelah itu, bocah tersebut kembali lagi ke ruang tamu dan bermaksud membuka pintu kamar, tempat peraduan orang tuanya untuk memeriksa keberadaan sang ibunda.

“Jangan!” cegah ayahnya, seraya menoleh sekilas. Pria itu mematikan sisa rokok dalam asbak.

“Apakah ibu ada di dalam?” tanya si bocah dengan raut polos.

“Ibumu sedang ada pekerjaan,” jawab sang ayah datar, lalu kembali membaca koran dengan tenang. “Pergilah ke kamarmu," suruhnya tanpa menoleh.

“Tapi ....” Bocah itu terlihat kecewa. “Aku ingin memperlihatkan hasil ulangan hari ini. Lihatlah, Yah. Aku memperoleh nilai paling tinggi di kelas." Dia hendak membuka tas sekolah dan mengambil hasil ulangan yang dimaksud.

“Pergi ke kamarmu sekarang juga!” suruh sang ayah cukup tegas, diiringi tatapan tajam sebagai pertanda tidak menerima bantahan lagi.

Jika sudah mendengar nada bicara seperti itu, mau tak mau si bocah harus menurut. Bila membantah maka pukulan pasti akan diterima, seperti beberapa hari yang lalu. Dia terpaksa mengurungkan niat, kemudian berlalu dengan membawa rasa kecewa.

Bocah itu masuk ke kamarnya, lalu naik ke tempat tidur. Dia berdiam diri dengan wajah merengut. Kecewa, kesal, marah, tergambar jelas di parasnya. Namun, tak bisa dilampiaskan kepada siapa-siapa.

Sesaat kemudian, bocah itu melihat sekeliling kamar. Sayup-sayup, terdengar suara berisik dari ruangan sebelah, yang merupakan kamar orang tuanya.

Si bocah beranjak dari duduk, lalu mendekat ke dinding. Dia menempelkan telinga, sekadar memastikan suara yang didengarnya tadi. Usia sebelas tahun sudah cukup membuatnya paham, pada apa yang tengah berlangsung di kamar sebelah. Lenguhan, erangan tertahan, berbaur dengan tawa pelan pria yang sepertinya lebih dari satu orang.

Seketika, bocah itu menjauh dari dinding, kemudian terpaku. Tatapannya nanar tertuju pada penyekat ruangan tempatnya menguping tadi.

Lemas seakan tak bertulang. Tubuh kurus si bocah perlahan merosot, sampai akhirnya terduduk di lantai. Kepalanya tertunduk, dengan kedua tangan menutupi telinga karena tak tahan mendengar suara dari kamar sebelah yang teramat mengerikan, lebih dari gelegar petir di tengah malam.

......................

Senja turun membawa semburat jingga di angkasa. Warna terang yang begitu mencolok, tetapi tidak membuat silau di mata dan justru menghadirkan keindahan menenangkan luar biasa. Terutama bagi jiwa-jiwa yang seharian penuh dihabisi oleh aktivitas gila menguras tenaga.

Sirine meraung cukup kencang, pertanda jam kerja telah berakhir. Untuk hari ini. Ya. Besok, mereka harus kembali berjibaku di bawah terik mentari, demi mencari sesuap nasi.

Dapat dikatakan bahwa ini merupakan saat yang selalu ditunggu para pekerja. Mereka bisa melepas lelah, membersihkan tubuh dan berganti pakaian. Saat itulah wajah-wajah kusam bercampur keringat dan debu berubah semringah.

“Rokok yang kemarin kupinjam,” ucap Mandala, seraya menyodorkan sebatang rokok kepada Arun, salah seorang rekannya.

“Tidak perlu dikembalikan. Lagi pula, aku pasti melakukan hal yang sama kalau sedang tidak punya uang,” tolak Arun.

“Aku tidak mau meninggalkan utang kepada siapa pun. Meskipun hanya sebatang rokok.”

“Itu bukan utang, Sobat. Anggap saja sebagai hadiah.” Arun yang sudah merasa tampan, beranjak dari duduk. Dia kembali merapikan diri di depan cermin kecil, lalu menoleh kepada Mandala. “Makan sekarang?” ajaknya.

Mandala mengembuskan napas pelan bernada keluhan. “Jam segini biasanya warung nasi sedang ramai.”

“Kalau menunggu sampai sepi, bisa-bisa kita kehabisan makanan. Ayo,” ajak Arun, seraya beranjak ke pintu. Dia sudah tak sabar ingin segera pergi ke warung nasi favorit hampir semua pekerja proyek.

Bagaimana mungkin tidak jadi favorit? Faktanya, keberadan dara cantik bernama Gita dianggap sebagai magnet luar biasa, yang mampu menarik banyak pengunjung terutama kaum pria.

Apa yang Mandala katakan benar adanya. Hampir semua meja terisi oleh rekan-rekan pekerja. Mereka benar-benar berisik. Selain membahas tentang pekerjaan tadi siang, ada beberapa yang asyik menggoda pelayan warung nasi, termasuk Gita.

Melihat kedatangan Mandala dan Arun, Gita langsung menghampiri. Dara manis 23 tahun itu tersenyum lembut. “Makan di sini, Mas?” tanyanya.

“Siapa, Git? Aku atau si Maman?” tanya Arun, berhubung melihat tatapan Gita yang hanya tertuju kepada Mandala.

“Um, tentu saja mas berdua,” jawab Gita agak kikuk.

“Aku makan di sini, Git,” ujar Arun.

Gita mengangguk.

“Aku dibungkus saja.” Mandala justru mengatakan sebaliknya sehingga Arun langsung menoleh, melayangkan tatapan protes.

Namun, Mandala tetap memasang wajah datar seakan tidak terpengaruh. Dia bahkan tak memedulikan lirikan protes yang dilayangkan Arun.

“Pakai apa saja, Mas?” tanya Gita malu-malu.

“Kenapa hanya Maman yang ditanya?” protes Arun, yang lagi-lagi tak dipedulikan Mandala.

Gita hanya tersenyum, kemudian memanggil salah seorang rekannya. Dia memberi isyarat kepada sang rekan agar melayani Arun, sementara dirinya membungkus pesanan Mandala.

“Ini, Mas.”

“Berapa?”

“15 ribu saja.”

Mandala mengangguk samar, kemudian memberikan sejumlah uang seperti yang Gita sebutkan tadi.

"Terima kasih." Gita tersenyum manis. Namun, hanya berbalas gumaman pelan dari Mandala.

Itu merupakan sesuatu yang sudah biasa bagi Gita. Dalam beberapa minggu terakhir, dari semenjak mengenal pria dengan gaya rambut man bun tersebut, Mandala jadi satu-satunya pekerja proyek yang tidak pernah menggodanya. Entah hanya berupa lirikan, atau kata-kata nakal yang mengarah pada pelecehan.

"Aku duluan," pamit Mandala kepada Arun, yang tengah makan dengan lahap.

Arun hanya mengangguk, berhubung sedang sibuk makan.

Sebelum berlalu, Mandala sempat menoleh sekilas kepada Gita. Lagi-lagi, dara cantik dengan rambut yang diikat asal-asalan tersebut menyunggingkan senyum manis.

Sayangnya, Mandala tidak menanggapi dengan hal yang sama. Dia hanya mengangguk samar, kemudian berbalik.

Namun, belum sempat meninggalkan tempat itu, Mandala mendengar sedikit keributan antara Gita dengan salah satu rekan sesama pekerja proyek.

Mandala menoleh. Tatapannya tertuju pada seorang pria yang terus menggoda Gita, meski mendapat penolakan dari gadis itu.

Awalnya, Mandala tak mau ambil pusing. Namun, makin lama apa yang dilihatnya makin keterlaluan.

"Hentikan!"

1
Titik pujiningdyah
aku curiga si wira ini mucikari jg deh
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Minat jadi anak buahnya ga?
total 1 replies
Dwisya Aurizra
Maman nyaranin Gita untuk tidak dekat" dgn wirwir, eh sekarang wirwir yg berkata gitu...
woy kalian berdua tuh ada apa sebenernya
Gita kan Lom tahu sipat asli kalian berdua
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Mentang² Maman berambut panjang
total 3 replies
Najwa Aini
jadi semacam kompetisi terselubung ini ..😆😆
Najwa Aini
uiiyy..tepat..
Najwa Aini
Gita juga belum tau siapa kamu sebenarnya, Wira...
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Kasih paham, Kak
total 1 replies
Rahmawati
penasaran hubungi wira dan mandala, sepertinya mereka memang saling mengenal
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Ikuti terus ya, Kak
total 1 replies
Titik pujiningdyah
plng rais dibebasin wira jumbo
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Ga pernah nemu nama jajanan gt ah
total 3 replies
Rahmawati
paling cuma sebentar pak rais di tahan
Siti Dede
Aku kok nggak rela kalau Gita sama Mandala
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Realistis ya, Kak🤭
total 3 replies
Lusy Purnaningtyas
maman g punya apa² toh?
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Dia punya hasrat, Kak😄
total 1 replies
Dwisya Aurizra
padahal udah antepkeun aja biar Mandala menghabisi Rais kalo metong itu jasadnya kubur aja di bangunan yg balon jadi, itung" tumbal🤭
Rahmawati
lanjuttt
Najwa Aini
Wuihh Mandala ditusuk!!🤭🤭
Najwa Aini
Rais yg dibogem, aku yang senang. Definisi menari di atas luka mungkin ini ya..tapi biarlah..😄😄
Titik pujiningdyah
satu bab doang nih?
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Pijitin dulu sini. Nyai pegal-pegal
total 1 replies
Titik pujiningdyah
yaampun tua bangka gtw diri
Najwa Aini
Cover baru nih
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Aku ga akan tersinggung karena itu juga ga konfirmasi dulu gantinya, Kak
total 3 replies
Titik pujiningdyah
jangan2 si wira mau jual gita ke luar nagre🤣
Titik pujiningdyah: tau aja sih
total 2 replies
Titik pujiningdyah
pilih wira aja lah. plng gk kan bisa foya2
ƙꪮꪑꪖꪶꪖకꪖꪹỉ: Istri cerdas
total 1 replies
Dwisya Aurizra
keknya Mandala dan Wira ada masalah dimasa lalu yg belum selesai
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!