Asa terkejut saat membuka matanya semua orang justru memanggilnya dengan nama Zia Anggelina, sosok tokoh jahat dalam sebuah novel best seller yang menjadi trending topik paling di benci seluruh pembaca novel.
Zia kehilangan kasih sayang orang tua serta kekasihnya, semua terjadi setelah adiknya lahir. Zia bukanlah anak kandung, melainkan anak angkat keluarga Leander.
Asa yang menempati raga Zia tidak ingin hal menyedihkan itu terjadi padanya. Dia bertekad untuk melawan alur cerita aslinya, agar bisa mendapat akhir yang bahagia.
Akankah Asa mampu memerankan karakter Zia dan menghindari kematian tragisnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 01
Asa memaksakan matanya yang terasa berat untuk terbuka. Perlahan ia mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang mulai masuk menusuk di sela-sela matanya.
Setelah pandangannya sedikit jernih, Asa malah merasakan sakit menyerang kepalanya, pusing seperti ditusuk ribuan jarum di sana. Belum lagi tenggorokannya yang entah mengapa terasa kering seperti tidak diberi cairan bertahun-tahun.
Asa meringis tidak suka ketika mencium bau obat-obatan yang sangat pekat dari tempatnya. Ah, dia benar-benar benci sekali dengan aroma ini, membuat mual saja.
Ia mendesah lemas dan kemudian bergumam seolah baru menyadari sesuatu. Ini di mana? Asa mengedarkan pandangannya menatap sekeliling. Keningnya mengerut samar, ini bukan kamarnya, tetapi rumah sakit. Apa yang sebenarnya terjadi?
Asa berusaha mengingat apa yang menyebabkan dirinya menjadi seperti ini. Kenapa ia bisa sampai berada di rumah sakit dengan keadaan tubuh seperti habis dihajar orang sekampung, terasa sangat sakit dan ngilu.
Kecelakaan
Samar-samar ingatan ketika mobilnya ditabrak tiba-tiba memasuki kepalanya. Saat itu seharusnya ia pergi menuju rumah Kinar untuk mendiskusikan tentang novel yang dibuat oleh sahabatnya itu. Namun, di perjalanan tiba-tiba ada sebuah mobil yang sepertinya kehilangan kendali sehingga menabrak mobilnya.
Asa meringis, jantungnya tiba-tiba berdebar kencang mengingat kejadian mengerikan yang menimpanya itu. Ia menghela napas panjang, sejujurnya masih tidak percaya bahwa dirinya masih bisa selamat setelah mengalami kecelakaan maut itu.
Sebelum memejamkan mata saat itu, ia merasa jiwanya seperti tertarik hingga terasa sangat menyakitkan. Tapi sekarang, Asa merasa sangat lega dan bersyukur ternyata Tuhan masih memberikannya kesempatan.
"Non Zia! Ya Tuhan... Non sudah bangun?" Asa tersentak mendengar teriakan itu.
Ia mengedip beberapa kali mencoba menegaskan haluannya yang tiba-tiba datang lalu berteriak heboh seperti itu.
"Sebentar, Non. Saya panggilkan dokter dulu." Wanita itu berlari tergesa keluar dan tidak lama setelah itu muncul lagi dengan seorang dokter dan perawat yang berjalan di belakangnya.
Dokter dan perawat itu memeriksa Asa dengan teliti mengenai keadaannya. Setelah itu, dokter langsung memberi beberapa pertanyaan untuknya.
"Zia, apa yang kamu rasakan?"
Asa mengerjap. Zia? Siapa Zia yang dokter ini maksud?
"A-air," pintanya.
Ia benar-benar sangat haus. Perawat dengan sigap langsung memberikannya air dan membantu Asa untuk minum dengan perlahan.
"Bagaimana? Ada yang kamu rasakan lagi atau bagian mana yang masih terasa sakit?" tanya dokter tersebut.
"K-kepala... pusing..." jawabnya terbata.
"Itu wajar, kepala kamu mengalami benturan yang cukup kuat akibat terjatuh dari tangga sehingga menyebabkan sakit berlebih di kepala kamu. Tapi tenang saja, kalau kamu rutin minum obat dan istirahat dengan baik, seiring berjalannya waktu sakitnya pasti akan berangsur pulih," jelas dokter itu sambil menyuntikkan sesuatu di infusannya.
Asa tidak menganggap jelas penjelasan dokter, tapi ada beberapa kata yang membuatnya terkejut adalah jatuh dari tangga? Kenapa bisa jadi seperti itu, ia jelas-jelas tertabrak mobil bukan jatuh dari tangga.
"J-jatuh dari tangga?"
"Iya, kamu tidak ingat?" tanya dokter bingung. "Zia, kamu ingat siapa kamu?" Dokter menatapnya intens.
Zia? Asa termangu, lagi-lagi nama itu yang mereka ucapkan. Ekspresi gadis itu bertambah rumit, ada sedikit ketakutan muncul di matanya. Seingatnya ia tidak pernah mempunyai kenalan bernama Zia, apalagi nama samaran seperti itu tapi saat mendengar nama tersebut entah mengapa Asa merasa tidak asing.
Zia, Zia, Zi... Mata Asa membelalak setelah berhasil mengingat nama itu, mulutnya menganga dengan ekspresi tidak percaya. Asa menatap sekeliling dengan pandangan ngeri. Tidak mungkin!
"Zia," dokter kembali memanggilnya dengan nama itu membuat Asa semakin dilanda ketakutan. "Ada apa, kamu baik-baik saja?"
Asa menggigit bibirnya mencoba menahan teriakan yang ingin ia keluarkan. Sumpah! Saat ini Asa benar-benar merasa panik dan takut dengan dugaan yang ada di otaknya.
"Zia," panggil dokter berhasil menyentak Asa dari lamunan.
"Iya?" Secara tidak sadar Asa menjawab. "Aku... I'm fine..." jawabnya gugup.
Sial! Rasanya dia ingin berteriak dan mengatakan sekencang-kencangnya bahwa ia tidak baik-baik saja dan dia bukan Zia. Tapi dia takut apa yang ada di kepalanya memang benar-benar terjadi, dan jika ia mengatakannya maka ia akan si kira gila.
Dokter menatapnya kemudian menghela napas pelan. "Ya udah, sebaiknya kamu kembali istirahat."
Asa kembali menghela napas kasar lalu mengalihkan matanya pada wanita paruh baya yang juga tengah menatapnya dengan pandangan segan, seperti ingin mendekat tapi takut.
Asa menggigit bibirnya yang terasa kering kemudian menghela napas lagi sebelum berkata dengan suara pelan.
"Mbok Leni," sumpah demi apa pun, Asa berharap ia keliru menyebut nama wanita itu.
Ia berharap wanita itu akan menatapnya dengan wajah kebingungan karena ia salah menyebutkan nama. Namun...
"Iya, Non?"
What the fuck!
Asa memejamkan mata dengan bibir menipis, napasnya naik turun. Bagaimana bisa? Ini sangat tidak masuk akal dan sulit dipercaya. Apakah ia benar-benar masuk ke novel karya sahabatnya atau saat ini Asa hanya sedang bermimpi di dalam kematian.
Mbok Leni mengernyit bingung, ia mendekat dengan raut wajah cemas. Wanita paruh baya itu sedikit ragu ingin menanyakan keadaannya, takut Zia akan marah.
Asa melirik Mbok Leni yang terlihat kaku, menghembuskan napas berat, mengontrol dirinya agar tidak terlihat semakin panik. Jika sekarang Asa benar-benar berada di kehidupan novel yang berjudul It’s always you who gets hurt, ia sangat maklum melihat wajah antisipasi pelayan itu terhadapnya.
Di dalam cerita, Zia adalah tokoh antagonis berengsek tidak punya otak yang setiap langkahnya mengundang kebencian bagi orang lain. Jadi, tidak heran beberapa kali Asa menangkap sorot ketakutan dari wanita paruh baya itu karena karakter Zia memang sejahat itu.
Asa sangat penasaran bagaimana dengan wajahnya saat ini. Ia butuh cermin. "Em, Mbok Leni, bisa tolong ambilkan aku cermin?" pinta Asa dengan suara yang masih serak.
Namun, ia baru menyadari ternyata suaranya masih sama persis dengan suara aslinya.
Untuk sesaat Mbok Leni terdiam sedikit linglung, sejak kapan majikannya yang arogan dan minus attitude ini memerintah orang lain dengan menyelipkan kata "tolong"? Ini sedikit aneh dan mengejutkan.
Tidak ingin terlalu memikirkannya, Mbok Leni langsung mengambil sebuah cermin berbentuk kotak di atas meja dengan terburu-buru lalu memberikannya kepada gadis itu.
"Thanks."
Sekali lagi wanita paruh baya itu terperangah mendengar satu kata yang biasa saja jika diucapkan orang lain, tapi sangat luar biasa jika diucapkan oleh Zia, anak majikannya.
Asa menggaruk kepalanya yang tidak gatal melihat Mbok Leni berdiri dengan mata melotot seperti itu. Apa yang salah darinya? Tadi pelayan itu menatapnya dengan ketakutan, sekarang malah melototinya seperti orang yang tidak kenal takut.
Asa berdeham pelan. "Mbok Leni bisa tinggalin aku sendiri, gak? Soalnya aku mau istirahat tanpa gangguan," pintanya.
Mbok Leni tersadar. "Tapi Non..." ia ragu untuk mengiyakan. Takut nanti Zia butuh bantuan, tapi tidak ada siapa-siapa di ruangan ini.
Asa tahu apa yang ada di pikiran wanita paruh baya itu. "No problem, kalau aku butuh sesuatu nanti tinggal pencet tombol ini," Asa menunjuk tombol nurse call yang disediakan rumah sakit jika pasien membutuhkan sesuatu. "Jadi, Mbok Leni gak usah khawatir."
Mendengar itu, Mbok Leni akhirnya mengangguk dan pamit keluar. Setelah memastikan Mbok Leni benar-benar pergi, Asa langsung mendesah lega, dia kemudian segera mengangkat cermin yang sedari tadi dipegangnya dan seketika Asa tercengang melihat wajah yang ada di dalam cermin itu.
Apakah ia benar-benar masuk ke dalam dunia novel?