NovelToon NovelToon
My Hazel Director

My Hazel Director

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Teen School/College / Cinta pada Pandangan Pertama / Romantis
Popularitas:650
Nilai: 5
Nama Author: redberry_writes

Ketika Victoria “Vee” Sinclair pindah ke Ashenwood University di tahun terakhirnya, ia hanya ingin belajar dari sutradara legendaris Thomas Hunt dan membuktikan mimpinya. Tapi segalanya berubah saat ia bertemu Tyler Hill, dosen muda yang dingin, sekaligus asisten kepercayaan Thomas.

Tyler tak pernah bermaksud jatuh hati pada mahasiswanya, tapi Vee menyalakan sesuatu dalam dirinya, yaitu keberanian, luka, dan harapan yang dulu ia kira telah padam.

Di antara ruang kelas dan set film, batas profesional perlahan memudar.
Vee belajar bahwa mimpi datang bersama luka, dan cinta tak selalu mudah. Sementara Tyler harus memilih antara kariernya, atau perempuan yang membuatnya hidup kembali.

Sebuah kisah tentang ambisi, mimpi, dan cinta yang menyembuhkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redberry_writes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 1 - Pilot

Vee

“Sudah punya topik untuk tesismu?”

Itu kalimat pertama yang keluar dari mulut Professor Rodriguez. Tanpa sapaan, tanpa basa-basi. Langsung ke pokok pembicaraan. Selamat datang di Ashenwood University? Tidak. Aku bahkan belum tahu di mana kamar mandinya.

Sejujurnya, satu-satunya alasan aku pindah ke universitas ini adalah untuk bertemu dengan satu orang, Thomas Hunt. Sutradara legendaris di balik The Last Duchess. Jenius. Idolaku. Film itu bukan hanya bagus, tapi mengubah cara pandangku terhadap hidup. Di situlah ia juga bertemu dengan istrinya, Elara Hunt, sang aktris terkenal.

“Sesungguhnya, saya belum benar-benar memikirkannya, Prof,” jawabku jujur.

Rodriguez menatapku tajam dari balik kacamatanya. Sebagai pembimbing akademik, dia orang yang akan memantau perjalanan akademisku selama setahun ke depan. “Baiklah, tapi kau harus mulai memikirkannya dengan serius. Ini tahun terakhirmu. Pertimbangkan baik-baik. Kau juga bisa mengambil proyek besar sebagai pengganti tesis.”

Kata-kata terakhirnya membuatku menoleh. “Proyek besar?”

Rodriguez mengangguk, menulis sesuatu di buku catatannya.

“Baiklah, akan saya pertimbangkan. Mungkin…” aku ragu sejenak, lalu akhirnya mengaku, “Saya ingin melakukan studi terhadap film Thomas Hunt, The Last Duchess. Film itu yang membuat saya pindah ke Ashenwood dan meninggalkan jurusan Bisnis.”

Rodriguez tidak tampak terkejut. “Jadi kau salah satu pengagum Thomas Hunt, ya? Banyak mahasiswa yang mendaftar ke sini karena namanya.”

“Saya sudah menonton hampir semua karyanya. Tapi The Last Duchess—” aku tersenyum kecil, “—film itu bukan hanya indah, tapi penuh jiwa. Saya ingin jadi sutradara yang bisa menciptakan sesuatu sebermakna itu.”

Rodriguez memeriksa berkas di tangannya, lalu tersenyum tipis. “Yakin tidak menyesal meninggalkan bisnis untuk film?”

Aku terkekeh pelan. “Saya rasa saya senang membuat keputusan impulsif, Prof.”

Pertemuan itu berlangsung sekitar tiga puluh menit, sebelum akhirnya ia menutup mapku dan berkata, “Kau akan bertemu Tyler Hill. Dia asisten Professor Hunt dan akan mengajar semua kelasnya tahun ini. Jangan lupa hadir di Introduction to Film Study jam tiga sore. Kalian bisa berdiskusi soal proyek atau topik tugas akhirmu.”

Tyler Hill.

Asisten dari idolaku sendiri. Rasanya seperti mengenalnya selangkah lebih dekat.

Aku mengangguk, lalu keluar dari ruangan dengan dada penuh semangat.

\~\~\~

Aku benar-benar berantakan. Baru saja tiba di Ashenwood jam 7 pagi tadi, hanya sanggup drop barang-barang di asrama, lalu bertemu Rodriguez. Sekarang sudah pukul 10:50—sepuluh menit sebelum kelas pertama dimulai, History of Cinema di ruang 4-02. Panik menyelimutiku saat berlari menuju lift, menghindari kerumunan mahasiswa di lorong. Beberapa menit ku menunggu, namun liftnya belum terbuka juga, aku menghentakkan kakiku tidak sabaran, lalu memutuskan untuk berbalik arah, menaiki tangga darurat.

Tapi langkahku terhenti oleh sesuatu yang keras.

Atau… seseorang.

Aku menabrak tubuh tinggi itu hingga terjatuh. Rambutku berantakan, tas masih menggantung di bahu. Pria itu berdiri diam, lalu mengulurkan tangan. Aku buru-buru menerima ulurannya, hanya sempat berucap “Thanks,” sebelum kembali berlari menuruni tangga.

Sesampainya di kelas, aku terlambat lima menit, napas tersengal, rambut acak-acakan. Sungguh hari yang luar biasa… buruk.

Hari pertamaku di Ashenwood ternyata benar-benar tanpa ampun: History of Cinema jam sebelas, Screenwriting jam satu, dan terakhir Introduction to Film Studies jam tiga.

Begitu duduk di kelas terakhir, tubuhku menolak kompromi. Kepalaku berat, mataku memanas. Hanya sebentar, pikirku. Sekejap saja menutup mata.

Tiba-tiba ada yang menyentuh tanganku. Pelan, tapi cukup lama hingga aku terlonjak bangun.

“Hey!” seruku refleks.

Ruang kelas langsung hening. Puluhan pasang mata menatapku.

“Maaf mengganggu tidur siangmu, tuan putri,” ucap seseorang dengan suara dalam dan sedikit sarkastik.

Aku menoleh, dan jantungku berhenti berdetak.

Pria tinggi dengan rambut man bun. Tatapan tajam, dingin, menusuk.

Astaga. Aku tertidur di hari pertamaku.

“Duduklah, kalau kau masih ingin lulus kelas ini. Atau tinggalkan ruangan, aku tidak peduli,” katanya datar.

Wajahku panas. Aku menunduk cepat. “Maaf, Pak.”

Aku kembali duduk, mencoba fokus pada materi. Tapi sulit. Rasa kantuk, kelelahan, dan rasa malu bercampur jadi satu. Hingga aku sadar… wajah itu. Suara itu.

Pria di depan kelas.

Orang yang tadi kutabrak di depan lift.

Oh, Tuhan.

“Ms.?” suaranya menegur lagi, tajam. “Ada pertanyaan?”

Aku tergagap. “Tidak, Pak.”

“Kalau begitu duduk dengan tegak dan perhatikan materi. Atau saya akan memintamu keluar, dan jangan harap bisa kembali.”

Tenggorokanku kering. “Maaf, Pak. Saya janji tidak akan terjadi lagi.”

Ia hanya berkata, “Good,” lalu melanjutkan mengajar seolah tidak terjadi apa-apa.

Yang bisa kulakukan hanyalah menatap buku catatan di depanku, berusaha menelan rasa malu.

Hari pertama kuliah, dan semuanya sudah kacau.

Perfect first day, Vee. Just perfect.

\~\~\~

Tyler

Aku baru saja kembali dari kediaman Thomas, Ketika sampai di Ashenwood untuk mengajar Introduction to Film Studies.

Kelas ini seharusnya diajar oleh Thomas Hunt sendiri, tapi karena kesehatannya memburuk, pria tua itu jadi lebih sentimental, dan memaksa untuk berhenti mengajar sejenak, lalu siapa lagi yang terpaksa menggantikannya, jika bukan aku.

Tyler Hill—murid kesayangan Thomas Hunt, yang baru saja menyelesaikan master degree beberapa bulan lalu, setidaknya itu yang orang lain pikirkan.

Tapi Thomas selalu berkata, “Tidak perlu dengarkan orang lain, selain dirimu sendiri.” Kata-kata itu yang melekat padaku. Biarkan saja orang berkata apa, aku tidak peduli.

Universitas kecil ini bisa berdiri dari reputasi dan nama besar Thomas Hunt. Bahkan saat kesehatannya mulai memburuk, mereka belum bisa melepasnya. Thomas lah akhirnya yang memutuskan aku yang menggantikannya semester ini, supaya beliau bisa focus pada pengobatan, dan keluarganya.

Pikiranku teralihkan pada kejadian pagi tadi, seorang gadis menabrakku di depan lift hingga terjatuh.

“Aw.”

Aku mengulurkan tangan, yang diraihnya dengan cepat, dan berkata, “Thanks,” sebelum berlari menyusuri lorong

Benar-benar berantakan

Sudah jelas, dia terlambat masuk kelasnya. Aku menghembuskan nafas, dan masuk ke lift yang terbuka.

Sepanjang hari, aku sibuk mengedit script Thomas yang belum selesai. Tak terasa, waktu menunjukkan jam 2:50, aku bersiap menghadiri kelas pertamaku, sebagai dosen pengganti.

Begitu memasuki ruangan, beberapa murid sudah bersiap duduk. Aku mulai mempersiapkan materi, memeriksa kembali catatan, mencoba menguatkan diri.

Hari pertama seharusnya tidak begitu sulit, kan?

“Selamat siang. Sebelum kita mulai kelas hari ini, ijinkan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Tyler Hill. Saya akan mengajar seluruh kelas Professor Hunt tahun ini, selama beliau absen. Walaupun saya hanya pengganti, bukan berarti kalian bisa sesuka hati kalian. Saya menghabiskan 7 tahun mempelajari film dibawah bimbingan langsung Professor Hunt. Jadi kalau kalian pikir bisa seenaknya, silahkan meninggalkan ruangan ini, dan jangan berpikir bisa kembali. Baiklah sekarang kita mulai—"

Kemudian aku melihatnya.

Seorang gadis menarik perhatianku, sedang tertidur lelap dengan menyilangkan tangannya di meja, rambut hitamnya menutupi wajahnya.

Beraninya dia tertidur di kelasku.

Aku berjalan menghampiri gadis itu yang berada di tengah ruangan

Entah kenapa, pemandangan ini sangat…indah

Aku menyentuh tangannya perlahan, mencoba membangunkannya.

Dia terbagun, lalu berdiri dengan canggungnya.

Dan saat itulah aku melihatnya dengan lebih jelas.

Hazel eyes, rambutnya berantakan, terlihat jelas kelelahan di matanya. Wajahnya memerah karena malu. Tapi entah kenapa, jantungku berdegup kencang

Aku tidak bisa memperlihatkannya. Ada puluhan pasang mata yang sedang memperhatikan.

Namun ada sesuatu tentang dirinya.

Cara ia menunduk malu-malu, cara suaranya terdengar seolah seluruh beban dunia menekan pundaknya. Justru ketidaksempurnaan itulah yang menarikku.

Aku ingin tahu siapa dia.

Mengapa ia tampak begitu lelah di hari pertamanya.

Dan mengapa satu tatapan darinya saja sudah cukup mengguncang dinding yang kupikir telah kukokohkan.

Aku mempertahankan ekspresi tegas. Tak boleh ada kelemahan. Ini kelas pertamaku, aku harus terlihat tegas. Tapi jauh di dalam hati, aku tahu sesuatu telah berubah sejak mata kami bertemu.

Ia kembali duduk, menggumamkan permintaan maaf. Aku melanjutkan mengajar, berusaha sekuat mungkin untuk tidak menatapnya lagi.

Matanya berbahaya.

Lima belas menit berlalu tanpa masalah. Lalu tiba-tiba, aku merasakan tatapannya. Ia menatap lurus padaku, mata terbuka lebar, seolah baru menyadari sesuatu.

Dan aku pun menyadarinya.

Gadis di kelasku adalah gadis yang menabrakku tadi di dekat lift.

Aku membeku. Dunia seakan menyusut, menyisakan hanya tatapan terkejutnya yang terkunci pada mataku.

Apakah ini kebetulan yang terlalu rapi untuk dipercaya?

Ataukah takdir sudah mulai memainkan perannya?

Aku mengepalkan rahang, berpura-pura fokus pada materi kuliah. Tapi di dalam, hatiku sudah lebih dulu mengkhianatiku.

Aku belum tahu namanya.

Tapi satu hal pasti

ini bukanlah pertemuan terakhir kami.

\~\~\~

1
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Abdul Rahman
Ceritanya asik banget thor, jangan lupa update terus ya!
Erinda Pramesti: makasih kak
total 1 replies
laesposadehoseok💅
Aku bisa merasakan perasaan tokoh utama, sangat hidup dan berkesan sekali!👏
Erinda Pramesti: terima kasih kak ❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!