Di bawah rembulan yang dingin, seorang jenderal berdiri tegak, pedangnya berkilauan memantulkan cahaya. Bukan hanya musuh di medan perang yang harus ia hadapi, tetapi juga takdir yang telah digariskan untuknya. Terjebak antara kehormatan dan cinta, antara tugas dan keinginan, ia harus memilih jalan yang akan menentukan nasibnya—dan mungkin juga seluruh kerajaannya. Siapakah sebenarnya sosok jenderal ini, dan pengorbanan apa yang bersedia ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifa Fha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1.
Salju turun dengan lembut menutupi jalan jalan di kota Mingyue Timur. Namun,Malam itu mungkin akan menjadi sejarah kelam bagi warga kota Mingyue, para warga berhamburan keluar rumah Suara dentingan pedang,jeritan yang memilukan hati,dan tangisan,serta tubuh yang tergeletak dimana mana, Sementara asap hitam sedang mengepul diantara puing puing bangunan yang hancur dan terbakar.
Ditengah kekacauan itu , Seorang Bayi perempuan telah lahir, sebelum kedatangan para pemberontak bayi kecil itu sudah berpindah buaian dari tangan sang ibu ke Kakek tua dengan raut wajah sedih.
"ayah..., bawa Xin Lan pergi dari sini,Aku akan menahan mereka, Tolong beritahu dan sampaikan salamku pada Kakak Tianming di ibu kota."Ucapnya dengan nafas yang lemah.
" Xin'er, Pergilah dengan kakek Liu - mu ya kau harus tetap hidup, Kau punya kakak laki laki yang hebat,Ayahmu adalah pangeran Kekaisaran Tiandu,Kakekmu adalah kaisar! ibu mohon padamu untuk menggantikan ibumu yang tidak berguna ini untuk berbakti kepada mereka!."Sembari mengalungkan sebuah giok lalu mencium bayi itu.
Dengan berat hati Kakek Liu membawa kabur Xin Lan kecil dari tempat itu, ia tidak berani menoleh kebelakang dengan menahan Isak tangis mendengar para pemberontak yang mulai menerobos masuk ke dalam kediaman keluarga Feng dan membantai seluruh penghuni kediaman keluarga Feng.
Langkah kakek Liu terhenti, setelah berlari menuju perbukitan yang letaknya cukup jauh dari kediaman Marquis Liu, akhirnya, ia memberanikan diri untuk menoleh kearah Kediaman keluarga Liu dan kota Mingyue yang kini telah berubah menjadi lautan api didepan matanya akibat pemberontakan yang dilakukan oleh Feng yan pangeran tertua keluarga Feng sekaligus paman Xin Lan itu sendiri.
Kakek Liu akhirnya terduduk diatas tanah ia tak bisa menahan lagi kesedihannya.
ia menangis sejadi-jadinya dengan memeluk bayi kecil yang sedang tidur didalam buaiannya .
"Xin Lan, Kita harus segera pergi ke ibu Kota,Kau harus segera bertemu dengan ayah,kakak ,dan kakek Kaisar-mu! ."Ucapnya haru,Ia bangkit lagi sembari menghapus sisa air matanya.
Perjalanan panjang mereka lewati bersama dan sempat singgah sebentar di beberapa kota kecil untuk bersembunyi dari kejaran antek antek organisasi Mo Hui ,Karena para anggota Mo hui yang dipimpin oleh Feng yan,sudah mulai menyebar mencari keberadaan Xin Lan dan kakek liu.
Kakek Liu akhirnya bisa sedikit bernafas lega saat ia berhasil melewati perbatasan kota Mingyue, ia juga senang karena ia mengira dapat mengelabui para anggota Mo Hui dengan penyamarannya,Namun...,Kakek Liu salah, Ditengah perjalanannya menuju desa berikutnya tiba tiba sebuah pana melesat,Kakek Liu terkejut saat melihat sebuah anak panah dengan Tanda khas organisasi Mo Hui hampir mengenainya.
Tanpa basa basi ,Para anggota Organisasi Mo Hui langsung menerjang Kakek Liu , Walaupun kakek Liu adalah seorang jenderal Yang hebat namun Karena kalah jumlah dalam perkelahian
tubuhnya yang renta langsung ambruk bersimbah darah, namun ia tetap melindungi Xin lan dengan baik.
Seorang pria yang baru turun dari kudanya membuat Sorot mata pria tua itu menjadi penuh kebencian.
"wah...wah...wah...,Aku sungguh terharu dengan pengorbananmu saat melindungi keponakanku,Jenderal Liu."Ucapnya dengan tawa kemenangan.
"Kau monster! Pergilah! Jangan ganggu cucuku!"Bentak Kakek Liu.
"Astaga..., Jenderal,Aku hanya ingin membantumu merawat keponakanku,Ini juga sebuah kehormatan untukku karena bisa merawat Cucu seorang Jenderal terkenal di kekaisaran Tiandu.,ah. Ya...,Sudah cukup jalan jalan nya dengan kakek ya sayang ku, biarkan paman mu ini yang merawatmu,siapa tahu di masa depan dia akan menjadi tangan kananku. Bereskan dia."Ucap Feng yan.
"Feng yan! Dasar pengkhianat kotor! Kembalikan Xin Lan ku! Xin Lan!! XIN LAN!!!! " Kakek Liu akhirnya ambruk tak sadarkan diri, dan Para organisasi langsung meninggalkan tubuh Kakek Liu, Sementara Feng yan berhasil membawa Xin lan ,Feng yan akhirnya tersenyum sinis melihat bayi Xin Lan yang menangis hebat dalam gendongannya.
"jadi nama si kecil jelek ini Xin Lan ya? Liu Xin Lan,Liu mei Lan,Sudah kuduga ,Liu Xin Lan kuharap kau tidak mengecewakan pamanmu ini seperti orang-orang di keluarga Liu dan keluarga Feng yang menentangku ." Ucapnya pada bayi itu.
Di markas organisasi Mo Hui.
"Ambil bayi jelek ini!"Ucapnya.
Ia lantas menyerahkan Xin Lan ke salah seorang pelayan untuk merawatnya.
"Kuperingat kan kalian, Jangan sentuh calon kaki tanganku ini ,Jika ada yang berani melakukannya ku pastikan kepalanya akan berpisah dari tubuhnya, Mulai besok Panggil dia Feng Xin Lan Camkan itu!"Ancam Feng yan.
"Baik ,Master."
5 tahun kemudian....
Xin Lan tumbuh dalam dunia yang keras, jauh dari keceriaan masa kanak-kanak. Setiap hari diisi dengan latihan berat yang memeras tenaga dan air mata, tanpa pernah mengerti mengapa ia harus menjalaninya.
"Sudah kubilang berapa kali?! Jangan bersuara! Bodoh!" bentak Feng Yan, suaranya menggema di ruangan dingin itu. Cambuk di tangannya tanpa ampun menghantam telapak kaki Xin Lan yang baru berusia lima tahun.
Gadis kecil itu hanya bisa menggigit bibirnya, menahan sakit yang membakar setiap sarafnya. Cambuk itu meninggalkan jejak merah yang perih di kulitnya yang pucat.
Musim dingin mencengkeram dengan dingin yang menusuk tulang. Di kamp pelatihan Organisasi Mo Hui, anak-anak lainnya meringkuk bersama, mencari sedikit kehangatan untuk melawan dingin yang menyiksa. Namun, Xin Lan terasing. Ia meringkuk sendirian di sudut ruangan, menahan perpaduan sakit dan dingin yang menusuk. Ia tidak diterima oleh teman-temannya. Mereka iri padanya, merasa bahwa ia diperlakukan berbeda, seolah diistimewakan oleh anggota inti Mo Hui.
Selain itu, Xin Lan dikenal sebagai sosok yang dingin dan acuh tak acuh. Ia tidak pernah terlihat peduli pada teman-temannya, yang membuat mereka semakin menjauhinya, Xin Lan juga sering memenangkan perkelahian melawan rekan-rekan seniornya, yang hal itu semakin membuat mereka takut untuk berhadapan langsung dengannya. Meski begitu, mereka tidak pernah berhenti menggunjingkannya di belakang.
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dengan kasar. Seorang pria berdiri di ambang pintu, wajahnya gelap dan mengancam. Matanya menyapu seluruh ruangan, mencari seseorang.
"Nona Xin, Anda diminta menghadap Master," ucapnya dengan suara berat.
Xin Lan tidak menjawab. Dengan langkah gontai, ia bangkit dan berjalan menuju pintu. Rasa sakit di kakinya sudah mati rasa, seolah bukan lagi bagian dari dirinya. Ia tidak peduli lagi pada kotoran tikus yang mengotori lantai yang ia injak, atau dinginnya angin yang menusuk kulitnya. Pikirannya kosong, hanya ada satu tujuan: menghadap Master.
Xin Lan pernah mendengar bahwa , Organisasi Mo Hui ini terbentuk karena Feng yan. Masternya, merasakan ketidakadilan oleh aturan keluarganya yang menurutnya aneh,
Masternya juga pernah berkata bahwa Xin Lan dulu nya ditemukan di reruntuhan saat terjadinya pembantaian begitulah yang Feng yan ceritakan saat Xin Lan menanyakan kenapa ia bisa disini,Feng yan juga mengatakan bahwa saat menemukannya ia merasa tertarik dengan Xin lan karena merasa nasib mereka sama dibuang oleh keluarga , itulah sebabnya ia dilatih begitu keras oleh Anggota inti Mo Hui.
Namun jauh di lubuk hatinya,Ia merasakan hal yang sangat bertentangan dengan semua yang pernah diberitahukan kepadanya.
Ia tidak pernah merasa memiliki tujuan yang sama dengan mereka. Ia tidak pernah merasa ingin menjadi anggota Mo Hui yang setia. Ia hanya ingin tahu mengapa ia harus berada di sini, mengapa ia harus menjalani semua ini.
Akhirnya, Xin Lan tiba di depan sebuah pintu besar yang terbuat dari kayu solid. Di pintu itu terdapat ukiran naga yang tampak hidup dan mengancam. Inilah pintu menuju ruangan Master.
Xin Lan mengangkat tangannya dan mengetuk pintu itu.
"Masuk," terdengar suara berat dari dalam ruangan.
Xin Lan melangkah masuk ke dalam ruangan yang remang-remang, dan di sana, di balik meja besar yang terbuat dari kayu mahoni, duduklah seorang pria tua dengan wajah yang penuh dengan kerutan. Pria itu adalah Feng yan,Master Mo Hui, pemimpin tertinggi organisasi yang telah melatih Xin Lan Menjadi seorang pembunuh.
Xin Lan berlutut di hadapan Master, kepalanya tertunduk. "Murid di sini untuk menghadap Anda, Master."
"Xin Lan,Aku punya tugas penting untukmu," lanjut Master.
Xin Lan mengangkat kepalanya, matanya yang dingin menatap langsung ke mata Master. "Katakan saja, Master. Saya akan melakukannya."
"bunuh orang ini untukku," kata Master dengan nada datar sambil melemparkan sebuah kertas berisi informasi. "Adipati Han ingin kita membereskannya malam ini juga ."
Xin Lan mengangguk."Murid mengerti."
Master tersenyum. "Pergilah."
Xin Lan hanya membungkuk dan mundur dari ruangan itu.
Gadis kecil itu, Xin Lan, bersembunyi di balik rimbunnya semak belukar di perbatasan Kekaisaran Qingshui. Matanya yang setajam elang mengamati setiap detail rombongan keluarga kekaisaran yang melintas di hadapannya. Informasi yang diberikan Master Mo Hui terngiang di benaknya: targetnya adalah putra mahkota, dan ia harus dilenyapkan tanpa meninggalkan jejak.
Namun, hari ini tubuhnya terasa lebih berat dari biasanya. Luka di kakinya, hadiah dari hukuman cambuk Feng Yan beberapa hari lalu, terasa semakin perih dan berdenyut. Infeksi mulai menjalar, membuat tubuhnya demam dan lemah. Ia menggigit bibirnya, berusaha mengabaikan rasa sakit dan fokus pada misinya.
Rombongan itu semakin mendekat. Xin Lan mengatur napasnya, mempersiapkan diri untuk melompat keluar dan menyerang. Jantungnya berdebar kencang, bukan karena takut, tapi karena antisipasi. Ia telah dilatih untuk membunuh sejak usia dini, dan ia tidak pernah gagal dalam misinya.
Namun, kali ini ada yang berbeda. Rasa sakit di kakinya semakin tak tertahankan. Pandangannya mulai kabur, dan kepalanya terasa berputar. Ia mencoba untuk tetap sadar, tapi sia-sia. Tubuhnya menolak untuk bekerja sama.
Tiba-tiba, dunia di sekitarnya mulai berputar dengan cepat. Xin Lan kehilangan keseimbangan dan jatuh dari tempat persembunyiannya. Ia berguling menuruni lereng kecil, tubuhnya menghantam bebatuan dan akar pohon. Rasa sakit yang menusuk membuatnya mengerang pelan.
Sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, ia melihat seorang pemuda berjalan mendekatinya. Wajah pemuda itu dipenuhi dengan kekhawatiran. Ia berlutut di samping Xin Lan dan dengan hati-hati mengangkatnya.
"Bertahanlah," kata pemuda itu dengan suara lembut. "Aku akan membantumu."
Xin Lan mencoba untuk berbicara, tapi suaranya tercekat di tenggorokannya. Ia hanya bisa menatap pemuda itu dengan tatapan kosong.
Kemudian, dunia menjadi hitam.
Ketika Xin Lan membuka matanya, ia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang asing. Dindingnya terbuat dari kayu yang diukir dengan indah, dan ruangan itu dipenuhi dengan aroma herbal yang menenangkan. Ia berbaring di atas tempat tidur yang empuk, ditutupi dengan selimut sutra yang hangat.
Ia mencoba untuk bangun, tapi tubuhnya terasa sangat lemah. Ia menyadari bahwa kakinya telah diperban dengan rapi.
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan seorang pemuda masuk. Xin Lan mengenalinya sebagai pemuda yang telah menemukannya di perbatasan.
"Kau sudah bangun," kata pemuda itu dengan senyum lega. "Bagaimana perasaanmu?"
Xin Lan tidak menjawab. Ia hanya menatap pemuda itu dengan waspada. Ia tidak tahu siapa pemuda ini.
"Jangan Takut." kata pemuda itu, seolah membaca pikirannya. "Aku tidak akan menyakitimu. Namaku Xiao Zhang!."
Xin Lan masih tidak percaya. Ia telah diajarkan untuk tidak mempercayai siapa pun selain Master Mo Hui. Namun, ada sesuatu dalam tatapan pemuda bernama Xiao zhang itu yang membuatnya merasa aman.
"Mengapa kau membantuku?" tanya Xin Lan dengan suara serak.
Pemuda berusia sekitar 7 tahun itu tersenyum. "ya...Karena kemarin malam kau terluka dan tentu saja membutuhkan bantuan!.Jadi,Aku tidak bisa begitu saja meninggalkanmu di sana."
Xin Lan terdiam. Ia tidak pernah bertemu dengan orang yang begitu baik hati sebelumnya. Namun, Kebaikan ini terlalu aneh untuknya.
"Siapa namamu Kucing kecil?" tanya Xiao Zhang.
Xin Lan ragu sejenak. Ia tidak ingin mengungkapkan identitasnya yang sebenarnya.
"Namaku Fen....ah, Ao Xin ," jawabnya pelan.
"Ao xin?!" kata Li Ming, mengulangi namanya dengan lembut. "Namamu sangat aneh."
Xin Lan terdiam. Ia masih berusaha menjaga jarak dengan Pemuda itu.
"Kau berasal dari mana, nona Xin ?" tanya Xiao Zhang bersemangat.
Xin Lan terdiam. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan. Ia tidak bisa memberitahunya tentang Mo Hui.
"Aku... aku tidak ingat," jawabnya.
pemuda kecil itu menatapnya dengan tatapan penuh simpati. "Ah, Begitu ya," katanya. "Kau akan mengingatnya pada waktunya. Untuk sekarang, kau bisa tinggal di sini bersamaku _"
Tiba-tiba, seorang wanita paruh baya masuk ke dalam ruangan. Wajahnya lembut dan penuh kasih sayang. Ia menatap Xin Lan dengan tatapan khawatir.
"Xiao Zhang, sudah cukup dengan pertanyaanmu," kata wanita itu dengan nada lembut namun tegas. "Biarkan Nona itu beristirahat. Dia masih lemah."
Xiao zhang menoleh ke arah ibunya dengan ekspresi bersalah. "Maafkan aku, Ibu. Dia sangat manis! Apa aku boleh menjadikannya adik?."
"Husst, Kau ini bersikaplah dewasa!"Ucap ibunya sambil mencubit hidung putranya.
Ibu Xiao zhang tersenyum dan mendekati Xin Lan. Ia membelai rambut Xin Lan dengan lembut.
"Jangan khawatir, Nak," katanya dengan suara menenangkan. "Kau aman di sini. Kami akan menjagamu."
Xin Lan menatap Ibu Xiao Zhang dengan tatapan aneh,Ia belum pernah merasakan hal ini.
"Kau pasti lelah," kata Ibu Xiao Zhang. "Beristirahatlah. Bibi akan membawakanmu sup nanti."
Ibu Xiao zhang kemudian menoleh ke arah putranya. "Xiao zhang, bantu Ibu menyiapkan sup untuk ,Nona ini."
Xiao Zhang mengangguk dan mengikuti ibunya keluar dari ruangan. Sebelum pergi, ia menatap Xin Lan dengan senyum hangat.
"Istirahatlah, Kucing kecil," katanya. "Aku akan segera kembali."
Setelah mereka pergi, Xin Lan menempelkan kembali tangannya ke arah rambutnya yang baru saja di belai oleh wanita itu, Perasaan aneh mulai menjalar di hati kecilnya.
Xin Lan tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa se - aman ini di dekat mereka.
Keraguan mulai menyelimuti hatinya.
...
Di balik pintu yang sedikit terbuka, Xiao zhang diam-diam mengamati Xin Lan. Cahaya Matahari yang menyelinap masuk melalui jendela menerangi siluet tubuh kecilnya yang lentur dan kuat. Sudah 3 hari sejak ia menemukan Xin Lan di perbatasan, dan selama itu, ia telah menyaksikan gadis kecil itu perlahan-lahan pulih dari luka-lukanya.
Namun, ada sesuatu yang mengganjal di benak Xiao zhang. Xin Lan seringkali menyendiri, tatapannya kosong dan dingin, seolah jiwanya telah lama pergi. Ia jarang berbicara, dan ketika berbicara pun, suaranya Dingin dan datar.
Pagi ini, ia melihat Xin Lan berlatih di kamarnya. Gerakannya cepat dan presisi, seperti seekor kucing yang sedang mengintai mangsanya. Ia melompat, berputar, dan menendang dengan kekuatan yang mengejutkan. Xiao Zhang menyadari bahwa Xin Lan bukanlah gadis biasa. Ia memiliki kemampuan bela diri yang luar biasa, kemampuan yang hanya dimiliki oleh para prajurit atau pembunuh terlatih.
membuat pemuda itu semakin penasaran. Siapa sebenarnya Xin Lan.
Saat Xin Lan mengakhiri latihannya, ia menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangannya. Ia kemudian menoleh sambil melemparkan belati ke arah pintu dan hampir mengenai Xiao Zhang yang membuat
pemuda itu terkejut dan dengan cepat bersembunyi di balik dinding. Jantungnya berdebar kencang, takut ketahuan.
Namun, Xin Lan tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya menatap pintu itu selama beberapa saat, lalu berbalik dan kembali duduk di ranjangnya.
Xiao Zhang menghela napas lega. Ia kemudian perlahan-lahan membuka pintu dan mengintip ke dalam kamar Xin Lan.
"Ma maafkan aku ,Karena aku seharusnya mengetuk pintu."Ucap Xiao Zhang.
Xin Lan menghela nafasnya nya dan menatap Xiao Zhang dengan tatapan dingin dan tanpa emosi. "Langsung saja,Apa yang kau inginkan?"
Xiao zhang masih belum terbiasa dengan nada bicara gadis Berusia 5 tahun yang dingin. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja. A, anu...,Apa kau mau jalan jalan?."
"Jalan jalan?" Xin Lan mengulangi kata itu dengan nada datar.
Xiao zhang terdiam. Ia tidak tahu bagaimana cara mendekati Xin Lan. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya dialami gadis ini selama ini sampai membuatnya bersikap tidak sesuai dengan umurnya.
"Ah, itu...,Ibuku.., menyuruhku untuk membawamu jalan jalan,Karena sudah 3 hari kau tidak keluar, Setidaknya.... harus ganti Suasana bukan?," kata Xiao zhang akhirnya.
Xin Lan menatap Xiao Zhang dengan tatapan . "Kau? Kau tidak takut padaku?."
"Hey! Kucing kecil! Kau seharusnya dari awal memanggilku Kakak Zhang!," jawab Xiao zhang sambil menyentuh hidung gadis itu. "untuk apa aku takut dengamu? Kau itu sangat manis! Gadis kecil semanis dirimu tidak mungkin menjadi seekor monster bukan?."
Xin Lan Terdiam. "Menurutmu begitu ya?."
"Aku mungkin hanya bisa menebak bahwa kau sepertinya dirawat disebuah sekte persilatan,Tapi...,Semoga saja kau menggunakan belatimu itu untuk berbuat kebaikan ."
Xin Lan terdiam. Ia menatap Xiao Zhang dengan tatapan bingung. Ia tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya,Karena ia hanya tahu bahwa ia ditakdirkan sebagai pembunuh.
Xin Lan menatap Xiao Zhang dengan tatapan penuh harapan. "Apakah kau benar-benar berpikir aku bisa menggunakan belatiku untuk hal lain?"
Xiao Zhang mengangguk dengan yakin. " Tentu saja! Aku percaya padamu,Kau bukan orang yang seperti itu, Ao Xin."
...
Pada hari keempat, Xin Lan bersiap untuk meninggalkan kediaman keluarga Yu. Selama ia tinggal di sana, Xiao zhang dan ibunya telah merawatnya dengan penuh kasih sayang, memberikan tempat yang aman dan nyaman untuk memulihkan diri. Meskipun ia merasa berhutang budi kepada mereka, Xin Lan tahu bahwa ia tidak bisa tinggal lebih lama lagi. Masa lalunya yang kelam akan selalu menghantuinya, dan ia tidak ingin melibatkan keluarga Yu dalam masalahnya.
Xiao Zhang dan ibunya berusaha menahannya. Mereka khawatir dengan kondisi Xin Lan yang dirasa belum benar-benar pulih.
"ini baru 4 hari! Nona Xin, kau yakin ingin pergi?" tanya Xiao Zhang dengan nada khawatir. "Kau masih lemah. Mengapa tidak tinggal lebih lama lagi?."
Ibu Xiao zhang mengangguk setuju. "Benar, Nak. Jangan pergi dulu. Biarkan kami merawatmu sampai kau benar-benar sembuh."
Xin Lan menatap mereka dengan ekspresi dingin dan datar. Ia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada mereka. Ia tidak terbiasa dengan kebaikan dan kasih sayang.
"Aku minta maaf," kata Xin Lan dengan suara Datar. "Aku berterima kasih atas semua yang telah kalian lakukan untukku. Tapi aku tidak bisa tinggal lebih lama lagi. Aku harus pergi."
"Tapi mengapa?" tanya Xiao Zhang dengan nada bingung. "Apa yang membuatmu terburu-buru seperti ini? Apa kau takut pada sesuatu?"
Xin Lan terdiam. Ia tidak bisa memberitahu mereka tentang Mo Hui. Ia tidak ingin mereka tahu bahwa ia adalah seorang pembunuh.
"Aku tidak bisa menjelaskannya," kata Xin Lan akhirnya.
Xiao Zhang dan ibunya saling bertukar pandang. Mereka tahu bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Xin Lan. Mereka bisa melihat ketakutan di matanya.
"Baiklah," kata Xiao zhang dengan nada pasrah. " kami tidak akan menahanmu. Tapi berjanjilah padaku bahwa kau akan menjaga dirimu baik-baik."
Xin Lan mengangguk.
Ibu Xiao zhang mendekati Xin Lan dan memeluknya dengan erat. "Hati-hati di jalan, Nak," katanya dengan suara bergetar. "Jika kau membutuhkan sesuatu, jangan ragu untuk kembali ke sini. Pintu kami selalu terbuka untukmu."
Xin Lan membalas pelukan Ibu Xiao Zhang dengan canggung. Ia tidak terbiasa dengan sentuhan fisik.
"Terima kasih," kata Xin Lan dengan suara pelan.
Setelah berpamitan dengan keluarga Yu, Xin Lan meninggalkan kediaman mereka. Ia berjalan dengan langkah cepat, tidak menoleh ke belakang. Ia tahu bahwa ia harus menjauh dari mereka secepat mungkin.
...