"Mulai sekarang, kau bekerja sebagai istriku," tegas Gyan Adriansyah kepada istrinya, Jasmine.
Nasib sial tengah menimpa sang gadis cantik yang terkenal sebagai bunga desa. Mulai dari beredarnya video syur yang menampilkan siluet mirip dirinya dengan calon tunangan. Terungkapnya perselingkuhan, hingga dijadikan tumbal untuk menanggung hutang ayahnya pada pria tua.
Namun, ditengah peliknya masalah yang terjadi. Takdir kembali mempertemukan dirinya dengan musuh bebuyutannya semasa kecil dengan menawarkan pernikahan kontrak. Jasmine tak punya pilihan yang lebih baik daripada harus menikahi pria tua.
Akan seperti apakah pernikahan mereka? Gyan yang ia kenal dulu telah berubah drastis. Ditambah lagi harus menghadapi ibu mertua yang sangat membencinya sejak lama.
Yuk simak keseruan ^_^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CatVelvet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1. Gyan Adriansyah
Gyan Adriansyah. Seorang pemuda sukses dan tampan berusia 28 tahun. Memiliki pesona yang kharismatik dan berwibawa. Tinggi 182 cm, kulitnya putih bersih, mata berwarna kecoklatan. Tubuhnya tegap ideal serta dadanya yang bidang atletis. Status, single dengan jabatan seorang General Manager hotel legendaris bintang 5 yang terkenal milik kakeknya, hotel Nawasena. Sekaligus calon pewaris.
Di sebuah rumah sakit, tepatnya dikamar rawat inap VIP. Gyan duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya dengan santai dan menyenderkan punggungnya dengan nyaman pada sofa yang berada tepat menghadap ranjang pasien. Tempat dimana kakeknya berbaring dan menjalani perawatan medis akibat penyakit diabetesnya yang memburuk.
“Menikahlah dengan gadis itu,“ bujuk kakek untuk kesekian kali dengan suaranya yang parau.
Gyan memijat pelipis dan berpaling melihat jendela tertutup dengan tirai terbuka lebar. Ia menopang dagunya dengan telapak tangannya. Matanya menatap kosong pemandangan langit cerah di siang itu dari kaca jendela. “Kenapa kakek sangat berusaha membujukku agar aku menikah dengan gadis pilihan kakek?“
“Karena dia gadis yang baik.“
“Aku belum mau menikah, aku ingin fokus mengembangkan hotel legendaris milik kakek. Aku tak ingin hotel itu redup begitu saja.“
“Kau bisa mengelola hotel itu, bahkan kau juga bisa memilikinya. Asalkan…”
“Asalkan menikah?“ potong Gyan, “dengan gadis itu? Gadis yang tak pernah aku tau," sambungnya dengan hapal tanpa menoleh sedikitpun.
Kakek terkekeh pelan. “Kata siapa kamu nggak tau, kamu kenal betul gadis itu.“
Perkataan kakek berhasil memancing rasa penasaran. Gyan menoleh mengernyitkan alisnya dengan tatapan tajam menatap kakek. “Siapa?“
***
Jasmine Adisty Zahra, gadis berusia 25 tahun. Tinggi 158 cm, kulit bersih kuning langsat. Rambut hitam lurus dan tebal, panjang sepinggang. Matanya hitam, bulu matanya lentik dan juga panjang. Status pekerjaan, sebagai petani sayur dikebun miliknya dan juga kakek.
Ia adalah gadis desa yang dikenal sebagai bunga desa, karena kecantikannya yang begitu mempesona. Namun beberapa saat terakhir ini sang bunga desa itu telah mengalami nasib yang begitu sial dan masalah ini telah mengakibatkan nama baik serta keluarganya tercemar. Beredar sebuah video syur yang mirip siluet dirinya dan juga Rendy, sang kekasih yang sebentar lagi akan menjadi tunangannya.
Warga desa berbondong-bondong mengecam dan menggelar aksi unjuk rasa di depan rumah Jasmine, meski Jasmine telah membantah dengan keras bahwa dirinya tak pernah melakukan hal itu. Tak ada satu pun warga yang mempercayainya. Kecuali satu, yaitu sahabatnya yang bernama Nessa.
Meski begitu, tak ada hal yang bisa di lakukan sahabatnya karena tak memiliki dukungan kuat untuk membuktikan, serta banyaknya warga yang terlanjur tersulut emosi dan mengancam akan mengusir mereka. Tanpa menyelidiki lebih jelas kasus ini.
Pilihannya adalah, segera menikah atau pergi meninggalkan desa. Jelas Jasmine tak ingin menikah dengan cara seperti ini. Memilih menikah, sama halnya secara tidak langsung mengakui bahwa video palsu yang beredar itu adalah benar. Lebih baik hengkang dari desa itu untuk sementara waktu sampai bisa membuktikan ketidakbenaran video yang beredar.
Kesehatan jantung kakek juga tiba-tiba menurun akibat adanya masalah itu, yang membuatnya harus mendapat perawatan medis di rumah sakit. Jasmine beserta keluarganya terpaksa melarikan kakek ke rumah sakit yang berada di pusat ibukota. Mereka juga memilih menyewa rumah sederhana sebagai tempat bernaung.
Jasmine menghela napas panjang untuk yang kesekian kalinya. Duduk termenung di kursi, didalam minimarket dekat rumah sakit. Ternyata cukup nyaman untuk menyendiri. Tak banyak orang yang berlalu lalang memasuki minimarket pada saat itu.
Jasmine memilih untuk duduk sejenak sembari menikmati kopi panas yang baru saja ia beli. Jika saja minimarket itu kondisinya mendadak ramai, maka ia akan memilih untuk beranjak dari sana. Jasmine tak terlalu suka keramaian kecuali… pasar. Pasar adalah tempat favoritnya.
Srup…
“Ah…” Jasmine menghembuskan napas hangat melalui mulutnya setelah menyeruput kopi Americano yang baru saja ia beli. “Nikmatnya…” ujarnya merasa lebih baik. Rasanya sedikit plong.
Saat sedang pusing karena beratnya masalah yang di derita, maka dengan menikmati secangkir kopi panas ini cukup bisa menenangkan pikirannya yang kacau. Ini adalah hal yang terkadang Jasmine lakukan selain meminum jamu-jamu tradisional racikannya sendiri.
Bagaimana bisa aku se-menderita ini? Batin Jasmine mengeluh.
Jasmine menatap layar ponselnya dan melihat satu-persatu foto-foto mesra dirinya dan juga kekasihnya saat mereka sedang bermain ditempat wisata. Foto-foto dengan gaya dan juga aksesoris bando yang unik membuat Jasmine tersenyum sendiri. Masih banyak kenangan lain yang tersimpan didalam ponselnya.
Ada rasa kesepian yang menyelinap dalam diam dihatinya. Sudah beberapa hari ini kekasihnya tidak dapat dihubungi. Terakhir kali, laki-laki itu mengatakan bahwa dirinya sangat frustasi akibat skandal buruk yang akibatnya mempengaruhi pekerjaan serta lingkungan sekitarnya. Ia mengaku butuh waktu untuk menyendiri.
Aku merindukannya. Apa yang sekarang sedang dia lakukan disana? Seandainya dia tau bahwa aku juga sama frustasinya, ditambah lagi tak ada kabar sedikitpun darinya seakan membuatku tak punya tempat bersandar untuk saling menguatkan. Cepatlah kabari aku... aku menunggumu.
“Ehm! Permisi…” suara bariton seorang pria cukup mengejutkan Jasmine hingga ia tersentak dan hampir saja menjatuhkan ponselnya.
“Eh? i, iya? Ada apa ya?“ ucap Jasmine tergagap.
Terlihat seorang laki-laki yang berusia kurang lebih seumuran dengan dirinya dan bersama dua orang temannya berdiri di hadapannya sambil tersenyum.
“Maaf ya bikin kamu kaget,“ ucap laki-laki yang di tengah, kedua temannya asyik senyum-senyum melihat sahabatnya yang sedang 'PDKT' alias pendekatan.
Jasmine hanya mengangguk dan tersenyum kecut. Dari gerak-geriknya saja, Jasmine sudah bisa menebak apa maksud dari si pria ini.
Teringat saat dirinya berada didesa. Julukan sebagai kembang desa yang disandangnya bukanlah suatu hal yang membanggakan bagi Jasmine. Dia justru seringkali merasa tak nyaman karena hal ini sering terjadi. Sering didekati dan diajak kenalan oleh berbagai macam pria asing, dari yang muda sampai yang tua. Terkadang ia seperti orang yang diteror melalui pesan anonim. Terkadang juga berbagai macam barang dikirim ke rumahnya agar bisa mendapatkan hatinya.
“Boleh kenalan?“
Tuh, kan? Batin Jasmine dengan tebakan tepat.
“Ah… maaf ya mas, nggak bisa. Aku sudah punya tunangan soalnya,“ tolak Jasmine dengan senyum manis dan nada yang halus.
Namun tak disangka, bukannya para pria itu tau diri dan pergi. Malah ekspresi mereka justru berubah drastis. Senyum manis yang sejak tadi mereka tampilkan telah berubah menunjukkan wajah asli mereka. Garis bibir itu memudar menjadi ekspresi malas namun juga sinis.
“Mana? Nggak ada cincin apa pun tuh, di jari kamu! Memang dasarnya aja jual mahal. Jadi cewek jangan sok jual mahal deh! Nggak laku nanti!“ ujar pria yang mengajaknya kenalan. Kedua temannya mendengus dan menyunggingkan sudut bibirnya dengan sinis serta tatapan merendahkan.
Menyebalkan! Umpat Jasmine dalam hati.
Memang tak ada cincin yang melingkar di jemari Jasmine. Rendy seorang guru honorer yang mengajar murid SMA. Bayarannya tak seberapa dan dia mengaku kesulitan menabung. Namun dia berjanji akan memberikan cincin pertunangan mereka tepat beberapa hari sebelum melangsungkan pertunangan mereka. Ia mengaku akan berusaha demi dirinya.
Jasmine memaklumi hal itu. Dan untuk acara pernikahan mereka. Rendy berencana melakukannya di kantor KUA saja. 'Meski pernikahan kita dilangsungkan secara sederhana, tapi rasa cintaku untukmu jauh lebih besar dari kata sederhana,' begitulah katanya.
Jasmine merasa mulai kesal. Sedang enak-enaknya menikmati secangkir kopi agar pikirannya yang kacau bisa lebih jernih tapi yang datang justru pengganggu yang menambah kekacauan dipikirannya.
“Terserah kalian mau bilang apa. Aku merasa terganggu. Jadi, tolong menjauh lah dari sini,“ ucap Jasmine sinis.
Jasmine kembali menyeruput kopinya yang masih mengepul tanpa memedulikan ekspresi mereka yang semakin kesal. Pria itu bahkan tak ingin menyingkir dari hadapan Jasmine. Tapi justru duduk di kursi kosong yang berada disebelahnya. Ditambah kedua temannya yang tak mau ketinggalan pun ikut duduk disebelah satunya. Jasmine di apit oleh ketiga laki-laki brengsek.
Salah satu temannya tiba-tiba berkata “Wajah-wajah pelacur aja sok jual mahal.“
Dasar brengsek! Umpat Jasmine dalam hati. Ia mulai geram namun berusaha untuk menahannya.
Salah satu temannya ikut tertawa bersama pria yang mengajaknya kenalan. Pria yang mengajaknya berkenalan tiba-tiba menyeret kursinya agar lebih dekat dengan Jasmine.
“Biasa dibayar berapa? Pasti murah. Boleh kan, kita sewa semalam buat giliran bertiga? Pasti suka. Kita bertiga nggak akan bikin kamu kecewa, deh. Yang ada malah bikin kamu ketagihan. Gimana?“ ucapnya menyeringai lebar di iringi tawa kedua temannya.
“Hahaha… kalo di lihat-lihat sih, body-nya lumayan juga. Asyik nih,“ timpal temannya.
Jasmine sudah menahan kesabarannya sejak tadi. Padahal beban pikirannya masih terasa sangat berat sampai rasanya mau meledak. Perasaan marah, kecewa, sedih yang masih coba ia pendam selama beberapa hari, kini seolah bergejolak bagai gunung yang ingin memuntahkan lahar panasnya.
Mereka sudah melewati BATAS. Jasmine tak akan membendung luapan perasaannya yang sudah tak tertahankan lagi. Siapa suruh cari gara-gara pada orang yang sedang kacau.
Jasmine mengepalkan tangannya sekeras mungkin hingga gemetar. Amarahnya seakan menjalar cepat hingga naik ke ubun-ubun. Dan…
Byur!
“Dasar bajingan keparat!!“ sentak Jasmine. Suaranya yang menggelegar bagai petir berhasil memecah suasana di minimarket.
Kopi panas itu mendarat tepat di wajah pria brengsek yang baru saja melecehkan dirinya secara verbal. Jasmine bangkit dari kursinya dan mundur menjauhi mereka. Sementara laki-laki itu berteriak merasakan panas dan perih di wajahnya. Satu temannya langsung menghampiri penuh kekhawatiran.
“Aaakkhhh!! Dasar jalang!“ Teriak laki-laki itu sambil mengerang kesakitan.
“Laki-laki brengsek sepertimu seharusnya disiram air panas lebih banyak! Tidak! bukan hanya itu. Seharusnya aku menenggelamkan mu saja sekalian ke neraka!“ sergah Jasmine meluapkan seluruh amarahnya.
Napasnya memburu cepat. Tangannya masih gemetar seakan ingin membalasnya lebih dari ini. Bahkan kalau perlu, ia ingin sekali menghajarnya habis-habisan. Laki-laki yang paling dia benci adalah laki-laki yang suka merendahkan dan melecehkan perempuan dengan mudahnya. Seolah hal itu adalah hal yang pantas dilakukan. Tidak sadarkah bahwa mereka juga lahir dari rahim seorang wanita?
Teman satunya yang berdiri dibelakang Jasmine menjambak rambutnya hingga tubuh Jasmine ikut terhuyung kebelakang. “Hei sialan! Berani-beraninya kau!“
“Akh!“ Pekik Jasmine refleks sambil memegangi cengkraman pria itu. Jasmine lupa bahwa masih ada salah satu bagian dari mereka yang berdiri dibelakangnya. Namun hal tidak terduga juga tiba-tiba saja terjadi.
Bugh! Suara dentuman terdengar empuk dari belakang.
Tiba-tiba saja ada sebuah tendangan keras mendarat tepat sasaran…