NovelToon NovelToon
Sang Pianis Hujan

Sang Pianis Hujan

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Enemy to Lovers / Rebirth For Love / Idola sekolah / Tamat
Popularitas:600
Nilai: 5
Nama Author: Miss Anonimity

Namanya Freyanashifa Arunika, gadis SMA yang cerdas namun rapuh secara emosional. Ia sering duduk di dekat jendela kafe tua, mendengarkan seorang pianis jalanan bermain sambil hujan turun. Di setiap senja yang basah, Freya akan duduk sendirian di pojok kafe, menatap ke luar jendela. Di seberang jalan, seorang pianis tua bermain di bawah payung. Jemari hujan menari di kaca, menekan window seolah ikut bermain dalam melodi.

Freya jatuh cinta pada seorang pemuda bernama Shani-seseorang yang tampak dewasa, tenang, dan selalu penuh pengertian. Namun, perasaan itu tak berjalan mulus. Shani tiba-tiba ingin mengakhiri hubungan mereka.

Freya mengalami momen emosional saat kembali ke kafe itu. Hujan kembali turun, dan pianis tua memainkan lagu yang pelan, seperti Chopin-sebuah lagu perpisahan yang seolah menelanjangi luka hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 20 : Saat Hati Harus Melebur

Berbohong memang hal yang salah, tapi menurut Azizi-sekali-kali berbohong di perlukan demi kebaikan. Bersama Zheng Danni, Azizi menguntit dua orang yang dia kenali. Sejak tadi tangannya mengepal erat, seakan tidak sabar ingin segera melampiaskan sebuah kekesalan yang tiba-tiba muncul.

"Itu dia, kan? Aku tidak salah lihat. Kamu juga melihatnya?" Tanya Azizi.

"Ya, tidak salah lagi. Itu mereka berdua. Dugaan kita memang tidak salah." Balas Danni. Nadanya terdengar santai, tapi siapapun tau kalau ucapan Zheng Danni disertai dengan guratan Emosi.

"Akan kubunuh keduanya." Ucap Azizi geram.

Sosok yang diikuti oleh Azizi dan Zheng Danni secara diam-diam, tiba-tiba berbelok dan masuk kesebuah hotel. Melihat itu, Azizi semakin geram, dengan cepat ikut masuk kedalamnya.

"Permisi, Pasangan yang sebelumnya masuk kesini, pergi ke kamar yang mana, ya?" Tanya Azizi.

Petugas resepsionis mengamati kedua pengunjung di hadapannya, "Maaf, Mbak, Mas. Itu privasi di hotel kami."

Zheng Danni mengeluarkan sebuah kartu hitam yang membuat sang petugas resepsionis terbelalak. Ia menelan ludah, seolah kartu tersebut merupakan harta Karun yang amat berharga. "Sekarang katakan!" Ucap Zheng Danni dengan penuh tekanan.

"Du-dua kosong satu." Ucapnya terbata-bata.

Azizi tidak menunggu lagi. Dia meraih tangan Danni, menariknya menuju lift dengan langkah cepat. Napasnya memburu, pikirannya penuh gambaran yang membuat dadanya sesak. "Zee, kalau masuk, jangan gegabah," bisik Danni sambil menatap tombol lift yang menyala.

Azizi meliriknya sekilas, rahangnya mengeras. "Kalau benar itu mereka... aku tidak akan diam."

Lift berbunyi 'ting'. Pintu terbuka, keduanya melangkah masuk. Sepanjang perjalanan ke lantai dua, suasana hening. Hanya terdengar suara mekanis lift dan detak jantung Azizi yang makin cepat. Pintu lift terbuka. Mereka melangkah ke koridor yang sunyi, karpet merah menyerap langkah mereka. Nomor demi nomor terlewati, hingga akhirnya-201.

Azizi berdiri tepat di depan pintu, tangannya terangkat hendak mengetuk, tapi berhenti. Napasnya berat, matanya menatap gagang pintu seperti sedang menilai apakah ia siap melihat apa yang ada di baliknya. Danni berdiri di sampingnya, memasukkan tangannya ke dalam saku celana. "Dobrak saja, aku bisa mengganti biaya kerusakannya." Ucap Danni.

Azizi tidak membalas. Nafasnya memburu, Samar-samar terdengar desahan dari dalam kamar, lalu—BRAK!! Azizi mendobrak pintu tanpa memberi aba-aba. Daun pintu terhantam dinding dengan bunyi keras. Aroma parfum bercampur menyergap hidungnya. Di dalam kamar, sepasang tubuh sontak terkejut. Seorang pria berbalik cepat, matanya membesar, sedangkan wanita di sampingnya menutup tubuhnya dengan seprai putih.

Azizi berdiri mematung, matanya menatap lurus. Rahangnya mengeras, tetapi suaranya nyaris bergetar.

"Bajingan!!" Sentak Azizi. Gadis itu berlari, kemudian memberikan satu pukulan pada pria telanjang itu. Zheng Danni yang melihat amarah kekasihnya memuncak, tidak berniat untuk melerai. Tadinya ia juga ingin menghajar pria itu, tapi melihat bagaimana kekasihnya kesal, baginya itu sudah cukup.

"SHANI!! BERANI SEKALI KAU MENGKHIANATI FREYA!" Sentak Azizi.

Shani yang saat ini sudah babak belur di hajar oleh Azizi, hanya bisa terdiam pasrah. Ini semua memang kesalahannya, dan juga, dia tidak mungkin bisa mengalahkan Azizi yang notabenenya pemegang sabuk hitam tingkat internasional. Gracia yang sejak tadi terdiam membeku, sembari menyelimuti tubuh telanjangnya, berniat menikam Azizi dari belakang, dengan benda keras di atas nakas.

"Kau mau apa?" Tanya Zheng Danni tajam.

"K-kau.." Gracia berkeringat dingin. Dia tau sekali siapa Zheng Danni. Meski keluarga Gracia terbilang kayak raya, tapi tidak sebanding dengan keluarga Zheng Danni yang berada di atas keluarganya.

"Jangan ikut campur sedikitpun, pelacur." Zheng Danni berucap tajam.

Gracia terdiam, jemarinya gemetar di atas benda yang tadi ingin ia gunakan. Nafasnya pendek-pendek, dan tatapan Danni membuat punggungnya terasa dingin. Azizi melepaskan cengkramannya pada Shani dengan kasar. Pria itu terhuyung, darah merembes di sudut bibirnya. "Lihat aku, Shani!" seru Azizi. "Kau bahkan tak punya rasa malu sedikit pun."

Shani mengangkat wajahnya perlahan. Matanya bengkak, tapi tetap menatap balik. "Maaf..." katanya pelan, nyaris tak terdengar.

Azizi mengepalkan tinjunya lagi, tapi seseorang menghentikannya dengan cepat. "Zee, Cukup."

Semua orang yang berada di kamar itu menoleh pada satu sosok yang berdiri di pintu kamar, Freya. Pandangannya dingin menatap Shani yang tidak memakai pakaian sehelaipun. Ia juga menatap dingin pada Gracia yang berada di atas ranjang menyelimuti tubuhnya dengan selimut.

Shani terbelalak, ia tidak menyangka Freya akan datang kesini. "Freya.." ucapnya lirih.

Freya berjalan pelan ke arah Shani. Ia menyentuh pundak Azizi, mencoba menenangkannya. "Sudah Cukup, Terimakasih." Ucap Freya.

"Frey..." Azizi bisa melihat kilatan sendu pada mata kekasihnya.

"Aku tau kau berbohong, ketika mengatakan akan mampir ke toko di seberang jalan. Jadi aku mengikuti kalian kesini." Ucap Freya tanpa ekspresi, datar.

"Maaf, Frey. Kami berdua tidak bermaksud membohongimu." Ucap Danni.

"Tidak masalah." Ucap Freya. Ia kemudian berjongkok, mengeluarkan sapu tangan dari sakunya. Dengan pelan dan hati-hati mulai membersihkan luka di wajah Shani. Shani membeku, pandangan matanya bergetar, ia melihat ketulusan Dimata orang yang sudah dia khianati. Azizi dan Zheng Danni tidak mencegah Freya untuk membersihkan luka Shani, meski mereka berdua sedikit tidak suka dan masih menyimpan amarah.

"Freya..." Ucap Shani lirih.

"Jangan bicara dulu, lukamu belum bersih." Ucap Freya, datar.

"Maafkan aku.." Shani menunduk.

Freya kembali memasukan kain bekas luka Shani kedalam sakunya, kemudian berdiri diam. "Aku tidak akan memaafkanmu, sampai kapanpun. Tapi aku tidak sepenuhnya menyalahkanmu. Harus aku akui aku masih mencintaimu, Shani." Mendengar ungkapan itu, Shani mendongak. Ia semakin merasa bersalah.

"Sejak awal kau tidak menyukai aku ataupun Gracia. Tapi Gracia menjebakmu sehingga dia hamil. Yang membuatku kecewa bukan karena kau menghamili Gracia, tapi karena kau menjadikanku boneka permainan dalam hubungan kalian. Seolah, semua kebahagiaan yang kurasakan selama ini, hanyalah kebohongan. Dan aku sangat benci dengan hal itu." Ujar Freya.

Azizi menatap Freya dengan campuran bingung dan terkejut. Kata-kata itu menembus ke dalam hatinya, membuka luka yang selama ini tersembunyi di balik amarahnya. Ia tahu, ini bukan hanya soal pengkhianatan-ini tentang kepercayaan yang hancur dan harapan yang terkubur. Danni menghela napas panjang, matanya menyapu ruangan yang penuh ketegangan itu.

Freya memandang ke arah Shani dengan wajah datar. Air mata mulai mengalir dari sudut matanya. "Aku salah. Aku berjanji akan mencoba memperbaiki semuanya. tolong beri aku kesempatan. Aku mencintaimu bukan Gracia." Gracia terdiam, tangannya mencengkram selimut ketika mendengar ucapan Shani.

Freya menggeleng, "Tidak akan ada kesempatan untukmu." Ucap Freya. "Gracia saat ini sedang mengandung anakmu. Jaga dia dan buah hati kalian, anggap saja aku tidak pernah ada dalam kehidupanmu." Setelah itu, Freya berjalan keluar dari kamar, Azizi dan Zheng Danni ikut menyusul. Meninggalkan Shani yang terduduk di lantai dalam penyesalan, dan Gracia yang diam memandang ke arah Shani.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!