NovelToon NovelToon
Dijual Untuk Hamil Anak Ceo

Dijual Untuk Hamil Anak Ceo

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Mira j

Liana Antika , seorang gadis biasa, yang di jual ibu tiri nya . Ia harus bisa hamil dalam waktu satu bulan. Ia akhirnya menikah secara rahasia dengan Kenzo Wiratama—pewaris keluarga konglomerat yang dingin dan ambisius. Tujuannya satu, melahirkan seorang anak yang akan menjadi pewaris kekayaan Wiratama. agar Kenzo bisa memenuhi syarat warisan dari sang kakek. Di balik pernikahan kontrak itu, tersembunyi tekanan dari ibu tiri Liana, intrik keluarga besar Wiratama, dan rahasia masa lalu yang mengguncang.

Saat hubungan Liana dan Kenzo mulai meluruhkan tembok di antara mereka, waktu terus berjalan... Akankah Liana berhasil hamil dalam 30 hari? Ataukah justru cinta yang tumbuh di antara mereka menjadi taruhan terbesar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira j, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 1

Tamparan keras mendarat di pipi Liana, membuat tubuh mungilnya terhuyung dan jatuh ke lantai. Pipinya memerah, telinganya berdenging, namun matanya tetap memohon belas kasihan.

“Liana Antika, kau dengar baik-baik! Kau harus menuruti semua perintahku! Atau... kau mau lihat ayahmu yang lumpuh itu menderita sampai mati, hah?!” teriak Sandra, ibu tirinya, dengan mata menyala penuh kebencian.

“Tidak, Bu... Tolong... Jangan sakiti Ayah…” suara Liana lirih, diselingi isak. Lututnya gemetar, tubuhnya kurus dan pucat. Namun ia tetap merangkak mendekati Sandra, memohon ampun.

Sandra menepis tangan Liana yang hendak memeluk kakinya. “Sudah cukup drama murahanmu! Dasar anak tidak tahu diri! Kalau saja bukan karena ayahmu lumpuh, aku bisa hidup lebih enak!”

Dari balik pintu, suara tawa mengejek terdengar. Vika, adik tiri Liana, masuk sambil mengunyah permen karet dan menyilangkan tangan di dada.

“Kamu ini benar-benar menyedihkan, Kak. Kerja mati-matian di kafe kecil, sekolah seperti pengemis, ujung-ujungnya uangmu juga buat kita. Ha..ha…..tapi ya bagus juga sih, kamu itu berguna jadi sapi perah!”

Liana mengepal tangan, menahan amarah dan rasa hina. Namun demi ayahnya, ia memilih diam.

Setiap hari, ia berangkat sekolah dengan seragam lusuh, sepatu bekas yang solnya mulai lepas, dan wajah yang berusaha tersenyum meski jiwanya retak. Sepulang sekolah, ia bekerja di sebuah kafe kecil di ujung kota. Menyeduh kopi, membersihkan meja, melayani pelanggan kasar—semua dilakukannya demi sedikit uang.

Namun uang itu tak pernah menjadi miliknya. Begitu tanggal gajian, sampai di rumah, Sandra akan menunggunya di depan pintu, tangannya terulur menagih hasil kerja keras Liana. Setiap ada kekurangan dari gaji nya ia akan di siksa.

“Ini untuk biaya obat ayahmu,” katanya selalu. Padahal Liana tahu, uang itu habis dipakai Sandra membeli tas, make-up, dan membiayai gaya hidup Vika yang hobi belanja online.

Sang ayah, yang lumpuh total setelah kecelakaan kerja, hanya bisa terbaring di kamar belakang. Tak bisa bicara, hanya menangis setiap kali melihat putrinya datang dengan wajah lebam atau tubuh penuh luka.

Puncaknya terjadi malam itu. Liana pulang dalam keadaan lelah luar biasa. Tugas sekolah belum selesai, tubuhnya demam, dan ia tak sanggup berdiri lama. Tapi Sandra sudah menunggu di ruang tengah, wajahnya penuh kemarahan.

“Uangnya kurang! Kamu sembunyikan, ya? Kamu pikir aku bodoh?!”

“Tidak, Bu! Tadi aku gunakan uang itu untuk naik taxi aku ….”

Plak! Tamparan lagi-lagi mendarat di pipi Liana.

“Kau tahu akibatnya, kan?”

Tak lama, Vika membuka lemari dapur, mengambil gembok besi, lalu menyeret Liana menuju kamar kosong di ujung lorong. Ruangan itu gelap, tanpa jendela, dan selalu berbau lembab.

“Nikmati harimu di sini, Kak. Besok pagi mungkin mama  Sandra akan baik hati membiarkanmu makan,” ucap Vika sambil terkekeh. Pintu dikunci dari luar. Liana duduk di lantai dingin, menangis dalam diam.

Perutnya kosong. Tubuhnya demam. Tapi hatinya jauh lebih perih dari segalanya.

Di tengah malam, ia memejamkan mata dan hanya bisa berdoa. “Tuhan… jika Kau ada, tolong keluarkan aku dari neraka ini. Selamatkan ayah ku,Aku tidak tahu harus bertahan sampai kapan…”

Malam-malam seperti itu menjadi hal biasa bagi Liana. Ia belajar menyembunyikan luka dengan bedak murah, menyembunyikan tangis dengan senyum palsu. Tak ada teman yang tahu bagaimana kehidupan aslinya. Semua mengira Liana hanyalah gadis pendiam dari keluarga sederhana.

Tapi jauh di dalam dirinya, ada kobaran kecil yang terus menyala,keinginan untuk bebas, untuk hidup layak, dan untuk menyelamatkan sang ayah.

Namun takdir berkata lain.

Pagi itu, Sandra tampak lebih rapi dari biasanya. Ia memakai gaun mahal warna merah marun, rambutnya disanggul tinggi, dan wajahnya dipenuhi make-up tebal. Sementara Liana, seperti biasa, hanya memakai pakaian polos yang sudah pudar warnanya.

"Ganti bajumu. Hari ini kamu akan ikut denganku ke rumah majikan barumu ," kata Sandra tanpa menatap Liana ,” tapi Liana masih harus ke sekolah, Bu…" ucap Liana pelan.

Sandra menoleh cepat, menatap tajam dengan mata menyipit. "Kamu pikir sekolah penting? Hidupmu sudah kuatur. Kau hanya perlu menurut, atau ayahmu yang akan menerima akibatnya."

Dengan hati yang memberontak, Liana tetap diam. Ia tak punya pilihan. Demi ayahnya, dia rela melakukan apapun.ia segera Mengganti pakaiannya dengan pakaian terbaik yang ia punya .

Mobil hitam berhenti di depan rumah. Sopir membuka pintu belakang dan Sandra masuk dengan gaya angkuhnya. Liana duduk di sebelahnya, matanya terus memandang jalanan, mencoba menahan air mata yang menggenang.

Setelah satu jam perjalanan, mobil berhenti di depan sebuah mansion mewah, berdiri kokoh dengan pagar tinggi dan penjaga berseragam di depan gerbang.

Liana terdiam. Tempat itu terasa asing, tapi hatinya langsung merasa tidak aman.

Sandra turun lebih dulu, lalu menarik tangan Liana. "Jaga sikap. Jangan banyak tanya. Kau akan tinggal di sini mulai sekarang."

Mereka disambut oleh seorang pria tinggi dengan jas hitam, sorot matanya tajam dan ekspresinya dingin. Ia bernama Tuan Darvel, pemilik mansion sekaligus pria yang selama ini membantu Sandra—bukan secara baik, tapi melalui transaksi kelam yang tak pernah diketahui siapa pun.

"Ini gadisnya," ucap Sandra, menyerahkan dokumen yang ia bawa.

Tuan Darvel hanya menatap Liana dari ujung kaki sampai kepala. "Usianya?"

"Delapan belas. Masih polos. Tapi kuat. Pintar juga. Cocok untuk tugas Anda," jawab Sandra cepat.

Tuan Darvel mengangguk pelan. Kemudian dengan suara pelan namun tajam, ia berkata, "Kalau dalam 30 hari dia belum hamil, keluarganya akan menanggung akibatnya. Aku tak suka bermain-main dengan waktu."

Liana menoleh dengan panik. "Hamil? Maksudnya apa? Aku bukan—"

Plak!

Sandra menampar pipi Liana keras.

"Diam! Jangan memalukan aku! Ini sudah keputusan. Kau akan mengabdi di sini. Jangan berani lari, atau nyawa ayahmu jadi taruhannya."

Liana menangis, tubuhnya gemetar. Dunia seakan runtuh di hadapannya. Ia tak mengerti, mengapa dirinya yang harus menjadi korban.

Liana berdiri mematung. Tubuhnya menggigil saat tangan Sandra mendorongnya ke arah pria berpakaian gelap .Senyuman wanita itu lebar, tak menyisakan sedikit pun belas kasihan. Matanya bersinar penuh keserakahan, seakan apa yang ia lakukan bukan sebuah dosa, melainkan kemenangan.

Pria itu menyodorkan banyak uang untuk Sandra Sebagai imbalannya. 

"Terima kasih, Liana," ucap Sandra dengan nada yang menyakitkan. "Berkat kamu, aku bisa membeli rumah baru dan mobil untuk Vika. Dan jangan khawatir… ayahmu akan tetap hidup, asal kamu menurut."

Ia mendekat, membisikkan kata-kata terakhir tepat di telinga Liana.

"Tapi jika kau berani menolak, aku bersumpah, aku akan biarkan dia mati perlahan. Aku tak main-main."

Air mata Liana mengalir tanpa henti. Lututnya lemas, tapi ia tak diberi waktu untuk jatuh. Tangan kekar penjaga menarik tangannya kasar, membawanya masuk ke sebuah ruangan yang pintunya segera ditutup rapat dari luar.

“Masuk,” perintah seorang pria yang sudah duduk di sudut ruangan. Wajahnya tersembunyi di balik bayangan, suaranya berat dan penuh kuasa.

Liana menunduk. Ia bisa mendengar detak jantungnya sendiri, kencang dan tak beraturan. Kakinya nyaris tak bisa bergerak.

“Mulai malam ini, kamu akan menjalani pemeriksaan, kamu harus siap. Tak hanya secara fisik, tapi juga mental. Tubuhmu adalah milik tuan  kami sekarang, dan kamu harus menurut .”

“T-Tapi… saya…”

“Tidak ada tapi,” potong pria itu dingin. “Sandra sudah menandatangani kontraknya. Keluargamu  dalam kendali tuan kami .”

Liana jatuh terduduk. Dunia terasa runtuh di atas pundaknya. Ia hanyalah gadis muda yang ingin menyelamatkan ayahnya, namun justru dikorbankan oleh ibu tirinya  dijual seperti barang.

Liana berpikir rumah mewah itu adalah tempat terakhirnya. Tempat di mana ia akan tinggal, menjadi tawanan dalam emas dan kemewahan yang dingin. Namun kenyataan jauh lebih buruk dari dugaannya.

Setelah ditinggal oleh Sandra, Liana tak langsung dibawa ke hadapan sang majikan. Ia malah dimasukkan ke dalam kamar steril berwarna putih, seperti ruang isolasi rumah sakit. Hanya ada kasur , tak ada selimut hangat. Hanya dinding dingin, kamera , dan tenaga  kesehatan berseragam putih di sana.

"Buka bajumu."

Liana menoleh, terkejut mendengar suara seorang wanita berseragam putih, lengkap dengan clipboard di tangan.

"Untuk apa?" tanyanya gemetar.

"Tes. Periksa kesehatanmu. Periksa rahimmu. Kita harus pastikan kau sehat dan subur sebelum diserahkan kepada Tuan Besar."

Liana melangkah mundur, tapi dua wanita lain masuk dan menggenggam tangannya dengan kuat. Ia melawan, berteriak, namun ruangan itu kedap suara. Tak ada yang mendengar. Tak ada yang peduli.

Hari-hari berikutnya dipenuhi pemeriksaan medis. Ultrasonografi, tes darah, pemeriksaan hormon, hingga pemindaian rahim. Semua dijalani tanpa penjelasan yang layak, tanpa izin, tanpa perasaan.

“Sangat ideal,” gumam salah satu dokter perempuan pada suatu malam setelah menerima hasil tes.

“Rahimnya dalam kondisi sempurna. Umur subur. Kadar hormon stabil. Dalam tiga minggu, Tuan Besar akan siap menerima gadis ini.”

Mendengar itu, Liana hanya bisa memeluk tubuhnya sendiri di sudut ranjang kecil tempat ia tidur.

*

*

*

Sandra melangkah masuk ke kamar dengan langkah congkak, tumit sepatunya berderap di lantai seperti genderang kemenangan. Di tangannya tergenggam setumpuk uang, berikat dengan karet tebal. Wajahnya berseri-seri, penuh kepuasan. Ia mendekati ranjang besar di sudut ruangan tempat suaminya, Hartawan, terbujur lemah tak berdaya.

Pria tua itu hanya bisa menatap kosong ke langit-langit, separuh tubuhnya lumpuh sejak kecelakaan setahun lalu. Ia tak bisa bicara, hanya bisa menangis dan merintih pelan jika merasa sakit. Namun matanya masih berbicara banyak, terlebih saat ia melihat Sandra datang membawa uang dengan wajah penuh ejekan.

“Lihat ini, Hartawan,” ujar Sandra dengan nada menghina, melemparkan setumpuk uang ke atas dada suaminya. “Ini hasil dari anakmu! Liana... si gadis suci kesayanganmu itu... sekarang sudah menjadi pelacur murahan!”

Hartawan terkejut. Matanya membelalak, tubuhnya seolah menggigil walau tak bisa benar-benar bergerak. Air matanya mengalir begitu saja, seakan menjerit tanpa suara.

“Kamu tahu kenapa semua ini terjadi?” lanjut Sandra seraya mencubit dagunya sendiri dengan angkuh. “Karena kamu! Karena kamu tak pernah bisa mencukupi semua kebutuhanku! Kau pria lemah yang bahkan tak bisa membayar hutang! Jadi aku jual saja anakmu! Itu adil, bukan?”

"HAHAHAHA!" tawa Sandra menggema di kamar itu seperti kutukan. "Liana mungkin menangis sekarang. Tapi aku? Aku bahagia!"

Hartawan menahan napas. Hatinya seperti dihancurkan perlahan. Ia ingin berteriak, namun suaranya terkubur di kerongkongan. Ia ingin berdiri, tapi kakinya mati rasa. Ia hanya bisa menangis... menangisi anak gadisnya yang dijual oleh wanita keji yang pernah ia menikahi karena cinta buta.

Dalam diamnya, batinnya berteriak:

"Tuhan... ampuni aku. Aku gagal menjadi ayah. Aku gagal menjaga Liana... Aku bersumpah, jika aku bisa hidup kembali... aku akan hancurkan wanita ini!"

Sandra tak peduli. Ia membalikkan badan, berjalan keluar kamar sambil bersiul. Setiap langkahnya meninggalkan luka baru di hati Hartawan. Ia bahkan sempat berkata di ambang pintu,

“Mulai besok, aku akan hidup mewah bersama Vika. Sementara kau… tetap saja tergeletak di sana, menyaksikan kehancuran anakmu. Menyesal? Sudah terlambat.”

Pintu tertutup. Kamar kembali sunyi, hanya tersisa isak pilu dari seorang ayah yang kehilangan putrinya, harga dirinya, dan harapannya.

1
watashi tantides
Nyesel ya pak gara gara nikah lagi😔 Kasian nasib Liana anak kandungnu pak😭
watashi tantides
Sakit banget💔😭 Liana 🫂
watashi tantides
Semoga Kenzo jatuh cinta ke Liana🥰 maaf Claudia istri sah itu semua karna kamu yang mepersatukan Kenzo dan Liana dan yang terlalu tega ke mereka😔
watashi tantides
Sakit banget💔😭
watashi tantides
Please ini mengandung bawang😭
watashi tantides
Mulai tumbuh benih sayang Kenzo ke Liana🥹🤍
Mira j: trimakasih KK dah singgah 🙏🏻💞
total 1 replies
watashi tantides
Liana😭❤️‍🩹
watashi tantides
Liana😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!