Bab 3

Dylan turun dari mobil Land Rover merah miliknya, dengan mengenakan celana jeans biru muda dan kaos oblong putih yang terlihat sangat pas dibadannya yang terbentuk dengan sempurna, sambil berjalan santai dia membuka kaca mata hitam yang sedari tadi dipakainya untuk menutupi memar yang mulai terlihat membiru di bawah mata hijaunya yang sangat tajam.

Di halaman rumah megah itu terdapat beberapa orang pengawal yang mengangguk hormat padanya ketika dia melintasi halaman menuju pintu rumah itu yang langsung terbuka tanpa harus mengetuk terlebih dahulu. Kondisi seperti ini hanya terjadi kalau orangtua Theo sedang berada di sana, bukan tanpa sebab orangtua itu selalu membawa beberapa pengawal ketika bepergian, sebagai salah satu orang yang berpengaruh di Inggris, sudah sering mereka menerima ancaman-ancaman yang membahayakan hidup keluarga Regan.

Theo sendiri lebih suka hidup sederhana tanpa mengungkapkan identitas dia sebenarnya sebagai pewaris tunggal keluarga Regan, dia lebih suka tinggal di apartemen yang well, sebenarnya apartemen itu tidak bisa dikategorikan sederhana karena terletak di Regan Tower yang berada di kawasan elit Fifth Avenue, tapi dia terpaksa tinggal di sana atas perintah ibunya dengan mempertimbangkan faktor keamanan untuk anaknya.

Dylan sendiri sebenarnya sudah menjadi bagian dari keluarga Regan sejak dia berusia tujuh tahun, ketika ibunya meninggal dunia karena kecelakaan Dylan kecil sempat tinggal di salah satu panti asuhan di Inggris, sebelum akhirnya keluarga Regan menjemputnya untuk tinggal bersama mereka.

Seperti halnya Theo yang mendapat semua fasilitas unggulan, begitu juga dengan Dylan, apa yang Theo dapatkan maka Dylan-pun mendapatkannya. Dari mulai pendidikan, kendaran, tempat tinggal dan sebagainya, keluarga Regan tidak pernah membedakan keduanya. Itulah sebabnya Dylan menyayangi orangtua Theo seperti orangtuanya sendiri, dan Theo yang hanya berselisih umur dua bulan darinya sudah dia anggap lebih dari saudara.

Sampai ketika mereka berdua mau memasuki sekolah menengah, mereka berdua memutuskan untuk sekolah di Amerika dan hidup secara mandiri dan sederhana terlepas dari semua fasilitas unggulan sebagai keluarga Regan. Dan di sekolah itulah mereka mengenal sikembar Winchester dan mulai bersahabat dengan mereka berdua beserta keluarga Winchester yang lain.

"Dylan sayang, apa kau baik-baik saja?"

Suara lembut perempuan dengan aksen kental Inggris membuyarkan lamunan Dylan, dia tersenyum ketika melihat sosok cantik wanita paruh baya yang selalu tampak anggun itu merentangkan tangannya untuk menyambut dirinya dalam pelukan hangat khas seorang ibu.

"Aku baik-baik saja, Mom." Dylan tersenyum sambil memeluk perempuan itu.

"Oh sayang, liat apa yang telah mereka lakukan dengan matamu yang indah ini!"

Perempuan itu tampak sedih melihat memar di bawah mata Dylan, di balik bahunya Dylan dapat melihat Theo tengah memutar bola matanya dan mengangkat kedua tangannya ketika mendengar itu.

"Mom, ini bukan apa-apa dibanding apa yang telah mereka lakukan pada Theo," ucapnya dengan memperlihatkan muka memelas, yang sukses mendapatkan pelototan dari Theo.

"Aku tahu, anak yang malang, bagaimana mungkin mereka membuat Tedy bear-ku seperti itu." Dylan hampir tidak bisa menahan tawanya ketika mendengar panggilan ibunya kepada Theo waktu kecil.

"Mom, aku sudah dewasa!" Teriak Theo setelah mendengar panggilan ibunya, dan Dylan tidak bisa lagi menahan tawanya yang seketika mengisi ruang belakang rumah mewah itu dan langsung mendapatkan lemparan bantal kursi dari Theo.

"Aku tidak mau tahu! kalian harus mulai membawa pengawal, aku akan berbicara dengan Ayah kalian dan aku tidak mau kejadian seperti ini terulang lagi!"

Theo dan Dylan langsung protes secara bersamaan yang tentu saja hal itu tidak di dengar oleh ibu mereka.

"Apa kau sudah bertanya kepada Ayahmu tentang para pengawal yang tadi malam?" Dylan bertanya ketika mereka tengah duduk berdua di depan kolam renang halaman belakang, Theo mengangguk sebagai jawaban, ia meminum jus jeruk yang tersedia di meja bersama beberapa cemilan.

"Dia bilang tidak mengirimkan mereka." Dylan tampak berpikir setelah mendengar jawaban Theo.

"Mungkin mereka hanya pengunjung klub biasa dan merasa kasian kepada kita yang harus melawan para gerombolan steroid itu." Theo bersandar di atas kursi malas dan memejamkan mata.

Dari cara mereka melindungi dirinya dan Theo dari lawan-lawan mereka tadi malam, Dylan merasakan kalau mereka bukan cuma pengunjung biasa yang merasa kasihan kepada mereka, tapi ada sesuatu yang menggerakan mereka seolah-olah sudah menjadi kewajiban mereka melindingi dirinya dan Theo. Dylan memakai kembali kaca mata hitamnya lalu mengikuti gaya Theo dan mulai memejamkan mata, mencoba melupakan soal pengawal bayangannya untuk saat ini.

*****

Emily baru keluar dari kantornya ketika dia melihat Dylan sedang bersandar dengan santainya di mobil Land Rover merah kesayangannya. Tangannya dilipat di atas dada, kakinya disilang, dan kaca mata hitam menyempurnakan penampilannya sore itu, melihat Dylan seperti itu mengingatkan Emily kepada para model pria di majalah wanita, dan itu membuat Emily sangat kesal karena harus melihat para wanita yang melirik dan menggoda Dylan secara terang-terangan, ingin rasanya Emily menjambak rambut para wanita itu.

"Hi, Em," Dylan menyapanya dengan senyuman khas.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Balas Emily dengan tatapan tajam.

"Tentu saja untuk menjemputmu," lanjut Dylan dengan santai.

"Sepertinya kau lupa kalau aku membawa mobil sendiri."

"Aku telah menyuruh seseorang untuk membawa mobilmu pulang." Dylan mengangkat sebelah alisnya sambil tersenyum penuh kemenangan, dan mau tak mau membuat Emily tertawa sambil menggelengkan kepala.

"Sekarang aku tahu kenapa para wanita itu tidak bisa menolak kalian berdua." Emily berjalan mendekati Dylan yang mulai berdiri di samping pintu penumpang.

"Emily!" Seorang pria memanggil gadis itu dan sukses membuat kedunya membalikkan badan untuk melihat sosok pria yang tengah berlari menuju arah mereka.

"Hmm maafkan aku Emily, tapi mengenai ajakanku tadi.. tentang makan malam.. bagaimana kalau besok aku menjemputmu pukul tujuh?" pria yang berpakaian rapi itu tampak berbinar ketika menatap Emily.

"Maafkan aku teman, tapi besok dia ada kencan denganku." Dylan berkata dengan santainya sambil merangkul bahu Emily dan seketika binar di mata pria itu meredup.

Emily hanya bisa memutar bola matanya, dan mengutuk sahabatnya itu dalam hati, "Maafkan aku, bagaimana kalau lain waktu? Aku akan menghubungimu." Emily merasa kasihan kepada pria itu, dia terlihat sangat ketakutan di bawah tatapan Dylan yang mengintimidasi.

"Ya, tentu saja.. lain waktu," jawab pria itu dengan tergagap sambil perlahan mundur dan dengan cepat berlalu dari hadapan mereka berdua.

"Sial, Em, kau menyakitiku!" Emily menyikut pinggang Dylan dengan sengaja, sebelum masuk ke dalam mobil pria itu. Dylan dengan santainya masuk ke balik kemudi dan tersenyum melihat Emily yang cemberut.

"Kau tahu, aku rasa aku dan Alexa akan menjadi perawan tua!" Umpat Emily masih cemberut, yang ditanggapi Dylan dengan senyuman, "Oh tunggu, minimal Alexa beruntung dia bisa berkencan sekarang karena tidak ada seseorang yang akan memakan hidup-hidup pria yang mendekatinya sekarang."

"Tunggu, maksudmu Alexa sekarang berkencan? Siapa nama pria itu?" Emily menatap Dylan dengan tatapan serius.

"Lupakan, Dylan.. ayolah! umurku sekarang 25 tahun dan aku belum pernah berkencan!" Ucap Emily berapi-api dan sialnya Dylan hanya menanggapinya dengan mengangkat bahu saja.

"Jangan berlebihan Em, kau pernah berkencan sebelumnya, kau ingat?"

"Yeah, sebelum dia memutuskanku karena kalian berdua mengancamnya dengan cara menceburkannya ke dalam sungai."

"Hei, dia berselingkuh dengan pelayan itu, Em!" Emily mengakui itu dalam hati, lelaki itu memang pantas diceburkan ke sungai Manhattan dalam cuaca dingin, tapi untuk saat ini dia tidak akan mengakuinya. Titik!

"Kalian bahkan mengikutiku dan Alexa setiap kami berkencan!"

Mereka memang sangat keterlaluan dalam menjaga sahabatnya itu dan Daniel akan dengan senang hati mendukung aksi Dylan dan Theo dalam menggagalkan kencan kedua adik kembarnya itu.

Dylan tersenyum bangga ketika dia mengingat hal itu, dan tentu saja kelakuan Dylan itu membuat Emily menggeram marah hingga mengangkat kedua tangannya dengan putus asa.

"Tenang saja, Em, kau tidak akan jadi perawan tua. Aku akan menikahimu," ucapan Dylan dengan santai itu sukses membuat Emily menganga, jantungnya tiba-tiba serasa berhenti berdetak dan ada perasaan aneh yang membuat Emily harus mengatur napasnya.

"Yeah, dan saat itu terjadi Cupid akan kehabisan semua anak panahnya." Emily berusaha membuat suaranya terdengar senormal mungkin.

Dylan tersenyum mendengar hal itu, "Kita lihat saja nanti, Em!" Bisiknya dan itu adalah janji yang dia ucapkan dengan sepenuh hati.

*****

Terpopuler

Comments

sakura🇵🇸

sakura🇵🇸

sama2 berdebar,jangan2 aslinya sama2 suka tp masih berlindung dibalik topeng sahabat😅

2024-02-14

0

✨Susanti✨

✨Susanti✨

next

2023-03-19

0

Fitri Handayani

Fitri Handayani

Em yang berdebar debar Kenapa malah aku yg senyum senyum. manis banget sih mereka

2022-11-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!