2007
Malam itu ketika Laut datang menjenguk Bening, ia masih merasakan hangatnya pelukan Laut. Bening masuk ke dalam rumah dengan hati sedih.
Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak memperlihatkan wajah sendunya. Bening tau sekali tentang perasaannya dan perasaan Laut.
Tapi mereka berdua masih menghargai status pertemanan mereka. Trauma Laut akan sebuah hubungan membuat Bening semakin memantapkan hatinya untuk hanya berteman dengannya.
Bening masuk kamar menemui Ira, Amel dan Rita. Mereka sedang asyik membaca majalah boyband korea kesukaan mereka.
"Eh, Ning. Udah kelar ketemu gebetan?" Tanya Ira dengan meledek Bening.
"Gebetan ndasmu kui (Gebetan kepalamu itu)." Jawab Bening sambil melempar bantal kecil berukuran persegi kepada Ira.
"Laut, Ning?" Tanya Amel yang masih asyik membolak-balik majalah boyband tersebut.
"Iya."
"Tumben Laut ke rumah lo. Ngapain deh?" Tanya Rita dengan tampang polosnya.
Pertanyaan Rita membuat Ira dan Amel berhenti dari kegiatan mereka dan menatap Rita dengan malas.
"Kenapa deh pada ngeliatin gue gitu. Ada yang salah emang?" Tanya Rita lagi.
"Ada ! Banyak !" Jawab Amel dan Ira.
"Idih, gue polos gini, mana punya salah coba." Ujar Rita yang membuat teman-temannya tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha... bodoamat, Ta. Polos apanya? Polos tuh kaus kutang." Sahutan Amel membuat Ira dan Bening semakin terpingkal-pingkal tertawa.
"Kampret ! Masa kepolosan gue disamain sama kaus kutang. Gak sekalian B*??" Jawab Rita dengan mencibikkan bibirnya.
"Hahaha... Rita, Rita. Auw ah. Lagian lu pada ngomongin apaan sih? Gak jelas tau." Ucap Bening sambil tertawa riang.
"Gak jelas? Sama kayak hubungan lo sama Laut yak, Ning?" Tanya Ira dengan candaannya.
"Suek luh ! Lagian gue juga temenan doang kali sama Laut. Apaan deh, heboh bener." Jawab Bening santai.
"Yang heboh bukan kita. Tapi ciwik-ciwik yang suka sama Laut pasti heboh kalo ngeliat lo berdua bermesraan. Wakakakak..." Ujar Ira dengan tawa lepasnya.
"Waahh... ngintip luh yak?" Tanya Bening dengan tampang menyelidik.
"Kita gak ngintip, Ning. Cuma kebetulan aja ngeliat. Ya, di teruskan. Hahaha..." Sahut Amel dengan candaannya.
"Hahaha... sama aja cumi." Jawab Bening.
"Terus, terus, lo jadian sama Laut?" Tanya Rita.
"Enggak. Apaan deh. Gak ada jadian-jadian. Orang kita temen." Jelas Bening.
"Iya, temen. Temen tapi mesra. TTM. Ahahahaha..." Sahut Amel yang mengundang tawa semua teman-temannya.
"Suek banget dah. Gue di ledekin mulu." Jawab Bening sambil duduk di karpet dan bersandar di kasur.
"Eh, eh, eh, cuy, gue mau curhat dong..." Ucap Amel.
"Curhat apaan?" Tanya Rita.
"Tentang romansa kehidupab gue. Aseek... hahaha..." Ujar Amel.
"Emang lo punya kehidupan? Hahaha..." Canda Ira.
"Ikan teri kalo ngomong seenak lambe aja dah." Jawab Amel sambil mencibikkan bibirnya.
"Lo mau curhat apaan emang, Non?" Tanya Bening.
"Lo pada tau gak? Wayan, anak kelas 2 IPA 1?" Tanya Amel.
"Ohh... Wayan temennya Laut waktu basket ya?" Tanya Bening lagi.
"Iya, iya, bener, Ning. Lo kenal?" Tanya Amel penuh semangat.
"Kenal dong. Kan doi satu team sama gue waktu lomba science." Terang Bening kepada Amel.
"Oohh... iya. Bener." Jawab Amel.
"Emang Wayan kenapa deh, Mel?" Tanya Bening yang masih bingung.
"Ganteng, Ning..." Ucap Amel dengan senyum sumringahnya tapi justru membuat Bening, Ira dan Amel melengos karena ucapan Amel.
"Udahan curhat lo, Mel?" Tanya Ira.
"Udah. gue cuma mau ngasih tau ke lo-lo pada kalau ada yang ganteng di team basket sekolah kita. Hahaha..." Jelas Amel.
"Eh, Ning, lo punya empang gak?" Tanya Ira.
"Empang? Dulu ada. Sekarang mah udah di uruk kali sama bapak gue." Jawab
"Emang buat apaan, Ra?" Tanya Bening bingung.
"Buat nyemplungin si Amel di empang." Jawaban Ira sukses membuat tema-temannya tertawa geli.
"Tapi kan Wayan orang Bali, Mel." Ujar Rita.
"Lha, terus kenapa emang, Ta?" Tanya Amel dengan mengerutkan kedua alisnya.
"Iya, biasanga orang Bali itu agamanya Budha bukan?" Tanya Rita lagi kepada teman-temannya.
"Hah??! Budha? Hindu maksud lo?" Tanya Ira bingung.
"Iya itu. Sama saja sih..." Ucap Rita.
"Yaaa... beda donggg cumiii asiin..." Ujar Ira dengan gemas kepada rita.
"Bedanya apa?" Tanya Rita tanpa bersalah.
"Lo SD beneran lulus gak sih, Ta?" Tanya Bening yang mengundang tawa Ira dan Amel.
"Emang kenapa deh?" Tanya Rita kembali.
"Ritaaa... si chubyy... please deh. Budha sama Hindu itu beda. Di Indonesia itu ada 4 agama yang di akui. Islam, Kristen, Hindu dan Budha." Jelas Ira.
"Terus apa hubungannya sama Wayan?" Tanya Rita yang semakin bingung."
"Jadi gini, Ta. Tadi kan lo bilang, Wayan orang Bali. Terus biasanya orang Bali itu agamanya Budha. Bener gak lo tadi bilang gitu?" Tanya Bening.
"Iya. Gue bilang gitu ke Amel. Maksud gue kan Amel sama Wayan beda agama." Terang Rita.
"Iya, ngerti gue. Maksud kita, kita memberitahu bahwa orang Bali itu rata-rata beragama Hindu. Bukan Budha. Hindu dan Budha itu beda, Ta. Hindu ibadahnya di Pura. Kalau Budha ibadahnya di Vihara. Gitu maksudnya." Jelas Bening.
"Kita ngerti kok maksud lo Wayan sama Amel beda agama. Jadi gak boleh saling suka atau pacaran. Gitu kan maksudnya?" Tanya Bening kepada Rita.
"Iya. Maksud gue gitu. Gue suka bingung antara agama Hindu dan Budha." Ujar Rita yang memang masih terlihat bingung.
"Yaudah gak usah dibingungin lagi. Intinya Hindu dan Budha adalah 2 agama yang berbeda. Okay." Terang Bening kepada Rita.
"Emang lo doang, Ning, yang paling sabar ngasih pengertian ke Rita. Gue sama Ira mah rasanya udah mau ngelempar baskom ke dia." Ujar Amel yang membuat Ira dan Bening tertawa geli.
"Gue mulu yang salah dah." Ucap Rita sambil menundukkan wajahnya.
"Gak salah kok, Ta. Lo itu temen yang paliiinnggg sabar diantara kita semua. Orang yang paling legowo kalo kata orang Jawa. Hahaha... jangan sedih dong cantik..." Ujar Bening sambil memeluk Rita.
"Uuucchh... kalian co cweett cekaliii... cini cini aku peyuukk..." Ucap Ira dengan suara seperti anak kecil.
Bening, Ira, Amel dan Rita pun berpelukan. Teletubbies berpelukkaann... 😅
Saat itu ponsel Bening berdering. Tertera dilayar ponselnya "Laut".
"Ce ileehh... baru pulang, udah di telepon aja. Kangen berat, Buukk... Hahaha..." Candaan Ira membuat Amel dan Rita tertawa cekikikan.
Lain halnya dengan Bening, ia segera menyambar ponselnya dan berbicara dengan Laut melalui ponselnya.
"Hallo" Sapa Bening.
"Hai" Jawab Laut.
"Udah sampe rumah?" Tanya Bening sambil duduk di taman belakang rumah.
"Udah. Tapi mau pergi lagi." Jawab Laut santai.
"Mau pergi kemana?" Tanya Bening yang sudah agak cemas.
"Kemana aja."
"Kok gitu. Udah main rahasia-rahasiaan nih sekarang?"
"Apanya yang rahasia."
"Itu, mau pergi gak bilang-bilang."
"Ini telepon, mau bilang."
"Ohh... hahaha... kirain. Mau kemana?"
"Enaknya kemana?"
"Emm... tidur aja di rumah. Hehehe..."
Saat Laut dan Bening berbincang di telepon, Bening mendengar suara ribut sekali. Seperti orang yang berteriak bersahutan.
Dari suaranya, Bening tau betul itu orangtua Laut yang sedang bertengkar hebat. Bening mengerti maksud Laut yang ingin sekali pergi dari rumah.
"Laut..." Panggil Bening dengan suara lembut.
"Hmm."
"Mandi dulu gih. Tadi kan kehujanan." Bening tidak sanggup menahan air matanya.
Ingin sekali ia memeluk Laut saat itu. Tapi apa haknya untuk memeluk Laut? Siapa Bening untuk Laut?
"Iya. Habis ini mandi." Jawab Laut dengan malas.
"Yaudah, mandi dulu deh. Dilanjut nanti ya." Ujar Bening.
"Okay." Jawab Laut. Percakapan pun berakhir.
Bening kembali ke kamarnya, mengganti bajunya, dan meminta tolong Pak Yono untuk mengantarnya ke halte bus.
Entah apa yang dipikirkan Bening saat itu. Ia meninggalkan teman-temannya di rumah. Pergi hanya berpamitan untuk bertemu Laut.
Membuat Ira, Amel dan Rita bingung tak tau harus berbuat apa. Apa yang terjadi dengan Bening pun mereka tak bisa berkomentar.
Pak Yono juga dibuat bingung oleh Bening. Malam-malam mengantarnya ke halte bus. Pak Yono ingin mengantar langsung Bening ke alamat yang dituju.
Tapi Bening tidak mengizinkan. Bening benar-benar tidak tenang. Hatinya sungguh gundah. Berkali-kalia ia menelepon Laut tidak kunjung dijawab.
Bening takut, Laut ikut kebut-kebutan motor lagi. Bening kalut malam itu. Ia mencari Laut sambil berderai air mata.
Ia takut terjadi apa-apa dengan Laut. Hingga akhirnya ia sampai di depan gerbang tinggi dan besar serta rumah yang megah seperti istana. Rumah Laut.
Bening memberanikan diri untuk memencet bel rumah Laut dan benar saja. Laut tidak ada di rumah. Setelah ia mendengar jawaban dari sang ART rumah Laut.
Bening pergi lagi menuju area kebut-kebutan motor yang pernah Laut datangi. Ia naik, turun bus tanpa mengenal takut.
Yang Bening takutkan sekarang hanya Laut. Ia cemas dengan Laut. Bening sampai di tempat kebut-kebutan motor Laut. Apalah sebutannya Bening tidak tau. Yang jelas mereka sering balapan motor secara ilegal.
"Maaf, permisi, ada Laut di sini?" Tanya Bening dengan memberanikan diri.
"Wuuhhuu... suit suit... cewek cantik bro. Hahaha..." Ujar seorang laki-laki yang sedang duduk di atas motor dengan merokok.
"Cari siapa, Neng? Sama Abang aja mau? Hahaha..." Ucap salah seorang laki-laki lainnya.
Saat itu Dito dan Kevin sedang lewat di perkumpulan laki-laki yang entahlah nama perkumpulan itu apa. Mereka melihat Bening sedang diganggu oleh para lelaki tersebut.
"Bening??" Panggil Dito.
"Ning, lo ngapain di sini?" Tanya Kevin bingung.
"Dito? Kevin? Laut mana? Laut di mana??!!" Tanya Bening dengan panik.
"Bentar, bentar, kita pergi dulu aja dari sini." Ujar Dito yang mencoba menenangkan Bening dan keluar dari kerumunan laki-laki tersebut.
Setelah sampai di depan Cafe Kenangan, maksud Dito dan Kevin ingin memberitau Laut bahwa ada Bening. Namun, yang dilihat oleh Bening...
"Sorry, gue gak bisa." Jawab Laut menolak ajakan seorang wanita.
Saat di luar Cafe, Bening tidak begitu jelas melihatnya. Ketika Bening mencoba menghampiri Laut, Bening melihat dengan jelas, siapa wanita yang bersama Langit saat itu.
Ya. Perempuan yang Bening lihat adalah Elena. Elena sang gadis tercantik di sekolahnya. Yang sangat menggilai Laut. Ada di depannya dan di samping Laut saat ini.
Entah apa yang dirasakan Bening saat ini. Hatinya begitu sakit melihat Laut yang berangkulan mesra dengan Elena.
Air mata Bening tak terbendung lagi. Ia langsung pergi meninggalkan Cafe tersebut.
"Bening !!" Panggil Dito.
Panggilan Dito ke Bening membuat Laut meluhat ke arah Dito dan melihat juga Bening keluar dari Cafe.
"To?" Tanya Laut kepada Dito.
"Kejar, Ut." Ucap Kevin.
"Dia cemas sama lo." Ujar Dito.
"Bening juga tadi salah tempat buat nyari lo. Dia malah ke perkumpulan genk motor. Sempet di godain juga. Kalau kita gak dateng..." Kevin.
Belum sempat Kevin menjelaskan lebih lanjut, Laut langsung pergi dari hadapan Dito dan Kevin untuk menyusul Bening.
"Bening !!" Panggil Laut sambil berlari menggapai tangan Bening.
"Aku panggil kamu !" Ucap Laut yang berhasil menggenggam tangan Bening.
Bening hanya menatap Laut dengan mata sendu tapi amarah yang tak bisa ia keluarkan. Bening tak berkata sepatah kata pun.
Ia hanya mencoba melepaskan genggaman tangan Laut kepadanya. Tapi Laut tidak melepaskannya.
"Sakit. Lepas." Ujar Bening.
"Enggak !" Jawab Laut dengan tegas.
Air mata Bening mengalir tanpa Bening mau. Ia merutuki dirinya sendiri. Buat apa ia seperti orang gila yang mencemaskan orang lain.
Sedangkan yang dicemaskan sedang asyik bersenang-senang dengan wanita lain. Marah? Mau marah sama siapa?
Bening tidak punya hak untuk marah. Mereka hanya teman. Tidak lebih.
"Gue anter lo pulang." Ujar Laut.
"Gak usah, Ut." Jawab Bening sambil masih berusaha melepas genggaman Laut.
Laut tidak melepas genggamannya. Tapi ia justru menarik Bening ke tempat parkiran motor, memakaikan helm kepada Bening.
"Gue bisa pulang sendiri !" Ucap Bening dengan nada agak tinggi.
"Naik." Ujar Laut dengan suara bassnya.
"Tapi..." Belum sempat Bening melanjutkan Laut sudsh menjawab.
"Gue bilang naik !" Ucap Laut sudah dengan nada tingginya.
Bening naik motor Laut tanpa protes lagi. Ia tau bahwa jika Laut sudah berbicara dengan nada agak tinggi kepada Bening, berarti Laut benar-benar marah.
Tapi yang Bening rasakan saat itu, Laut tidak marah. Laut hanya cemas. Sama seperti Bening yang mencemaskan Laut. Laut memberhentikan motornya di sebuah taman.
"Kok berenti?" Tanya Bening bingung.
"Laper." Jawab Laut singkat.
Bening pun ikut turun bersama Laut. Laut mengajak Bening untuk duduk di bangku taman sambil menikmati sepiring siomay.
Begitulah Laut. Anak orang berada. Tapi lebih suka makan di pinggir jalan. Ajarannya Bening kayaknya. Hehehe... 😁✌️
Bening tidak berbicara sama sekali. Ia hanya menatapa Laut yang sedang makan siomay asyik sekali.
"Mau?" Tanya Laut kemudian. Yang merasa diperhatikan oleh Bening.
"Mau kemana?" Tanya Bening panik ketika melihat Laut yang berdiri dari duduknya.
"Ngembaliin piring siomay." Jawab Laut datar. Bening sedikit lega.
Saat itu, Bening melihat ada pedagang kaki lima yang sedang berjualan senter mini.
"Bang, ini senter ya?" Tanya Bening.
"Iya, Neng. Cuma tinggal di cas aja kok." Jawab si Abang tukang senter.
"Berapaan, Bang?" Tanya Bening lagi.
"Murah Neng. 15 rebu aja." Jawab si Abang tukang senter.
"Mau ya Bang, 1. Tapi ini apa deh Bang?" Tanya Bening yang melihat tempelan bertuliskan inisial nama dan bisa berchaya jika saling berdekatan.
"Ini apaan, Bang?" Tanya Bening cukup terpesona dengan lampu hiasan ponsel tersebut.
"Ini buat yang punya pacar, Neng. Kalau pacarnya pergi jauh, kitanya kangen, ini lampunya bisa kedip-kedip di pacarnya, Neng." Jelas si Abang.
"Ya kali, Bang. Mana tau tuh lampu kita kangen apa enggak sama pasangan kita." Ucap Bening.
"Lha, Neng, kalo udah jodoh mah, mau di manapun tempatnya pasti ketemu." Ujar si Abang tukang senter.
"Hahaha... si Abang bisa aja. Udah, saya beli senternya aja." Ucap Bening dengan tawanya dan memberikan uang 20 ribu ke si Abang tukang senter.
"Iya deh, terserah Eneng aja." Jawab si Abang tukang senter sambil memberikan kembalian 5 ribuan kepada Bening.
Laut yang sejak tadi melihat Bening bercakap dengan Abang tukang senter, hanya tersenyum mendengar percakapan mereka.
"Udah beli senternya?" Tanya Laut setelah Bening kembali ke tempat duduk.
"Kok tau, gue beli senter?" Tanya Bening kembali.
"Tau lah..."
"Udah kenyang?"
"Udah. Ayo, pulang."
Bening menganggukan kepala tanda ia menyetujuinya. Namun, Bening saat itu merasa kepalanya begitu pusing. Ia baru sadar kalau ia sedang demam saat itu.
"Laut, berenti dulu ya." Ucap Bening yang menarik lengan jaket Laut dan duduk di salah satu bangku taman.
"Lo demam lagi ya?" Tanya Laut ketika ia tau Bening belum sembuh benar dari demamnya.
"Ssp... gak tau... kok dingin ya?" Ujar Bening.
"Pake jaket gue." Ucap Laut yang memakaikan jaketnya ke Bening.
"Gak mau." Jawab Bening sambil melepas jaket Laut.
"Kenapa?" Tanya Laut sambil berjongkok di depan Bening.
"Ntar Elena marah." Jawab Bening sambil berdiri dan hendak berjalan menuju parkiran motor.
"Duduk !" Ujar Laut yang menarik tangan Bening dan meminta Bening duduk di bangku taman.
"Denger gue !"
"Elena, Ratu, atau siapapun mereka, gue gak peduli. Gue gak suka sama mereka."
"Apa yang lo lihat barusan saat di Cafe gue dan Elena itu karena gue menolak ajakan Elena untuk dansa."
"Lo salah paham. Gue gak ada hubungan apa-apa sama Elena. Ngerti?" Jelas Laut.
"Iyaa..." Jawab Bening dengan senyuman manisnya.
"Udah. Sekarang pake jaketnya. Nanti demam lo makin parah." Ujar Laut.
"Terus kalo lo gak peduli sama Elena atau Ratu. Lo pedulinya sama siapa dong?" Tanya Bening meledek.
"Harus banget di jawab?" Tanya Laut dengan wajah datarnya.
"Iya dong..."
"Biar apa kalo di jawab?"
"Yaudah, gak usah jawab." Ujar Bening yang tau betul bahwa Laut sedang meledeknya.
Ketika Bening berdiri dari duduknya, Laut pun ikut berdiri dan mengusap rambut Bening.
"Maaf ya... buat cemas lo." Ujar Laut.
"Jangan di ulangin lagi ya. Gue busa gak punya jantung nanti. Hahaha..." Ucap Bening dengan tawanya sambil mengalihkan rasa hati yang dag dig dug karena tatapan Laut.
"Ning, lulus SMA nanti, kayaknya kita harus berjarak dulu." Ucap Laut.
"Karena?"
"Karena keinginan bokap mau gue kuliah di US."
"Ohh... iya. Gak apa."
"Lo gak cemas gitu?"
"Kalaupun gue cemas, gue bukan siapa-siapa lo juga kan."
"Lo temen gue."
"Iya. Kecemasan seorang teman itu ada batasannya, Ut."
"Udah, ah. Gak usah di bahas dulu. Kan lo perginya juga masih lama."
"Buat jaga-jaga aja. Biar lo gak kaget."
"Makasih ya... udah peduli sama gue."
"Bahkan lebih dari itu." Jawab Laut sambil menggandeng tangan Bening.
Malam itu terasa aneh. Bening merasa bahagia. Entah karena penjelasan Laut bahwa ia tidak ada hubungan dengan Elena atau karena usapan lembut di kepala Bening atau karena gandengan tangan?
Sesampainya di rumah Bening, Ira, Amel dan Rita sudah menunggu di teras rumah Bening.
Bening melambaikan tangan menandakan bahwa ia baik-baik saja. Akhirnya Ira, Amel dan Rita masuk kembali ke dalam rumah Bening.
"Ut, gue izin ngelanggar zona pertemanan kita ya." Ujar Bening yang langsung memeluk Laut dengan erat.
1... 2... 3... 4... 5...
Sekitar 5 detik, lalu Bening melepas pelukannya ke Laut. Laut sangat terkejut dengan sikap Bening. Tapi, Laut tidak menahannya sama sekali.
Ia justru membalas pelukan Bening dengan memeluk Bening lebih erat dan mencium singkat puncak kepala Bening.
"Udah. Maaf ya... gue yang ngelanggar. Janji, gak akan peluk lagi." Ucap Bening kepads Laut yang membuat hati Laut seperti teriris.
Sakit rasanya mendengar kata-kata itu dari orang yang palinv peduli dengan kita. Ingin rasanya Laut berteriak kepada Bening. Bahwa dia sangat peduli dengan Bening.
"Pulangnya hati-hati ya. Please... jangan buat cemas lagi." Ujar Bening dengan suara manjanya kepada Laut.
"Iyaaa..." Jawab Laut sambil mencubit pipi chubby Bening.
"Bye, thanks ya..." Ucap Bening.
"Istirahat. Makan, minum obat. Biar demamnya cepet turun." Ujar Laut sambil mengusap puncak kepala Bening.
"Siap bosskuh !!" Jawab Bening dengan senyum sumringahnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
xk_ekga🤓
bener2 TTM
2020-08-06
0