Ira, Amel dan Rita sedang bersiap rapi-rapi untuk menuju rumah Bening. Mereka sepakat bertemu di rumah Bening untuk menjenguk Bening.
Dering pesan singkat di hp Bening tidak berhenti. Bening bukannya tidak mau membalasnya. Tapi, ia terlalu lemah untuk bangun dari tempat tidurnya.
Bening tau bahwa teman-temannya akan datang untuk menjenguknya. Ia sempat membalas pesan dari Ira. Namun, setelah itu ia terbaring lemas di tempat tidur.
Demam 40°C nya mampu membuatnya yang tersenyum riang menjadi lemah. Batuk dan flu yang Bening alami saat ini juga sudah cukup membuatnya hanya mempunyai satu kegiatan. Tidur.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu kamar Bening terdengar olehnya. Namun, kepala Bening terasa berat sekali untuk bangun dan membuka pintunya.
"Ndok, masih pusing?" Tanya Bu Yanti. Orangtua Bening.
"Masih, Buk. Berat banget kepala Bening." Jawabnya dengan suara serak.
"Yasudah, istirahat deh. Makan sudah belum tadi?" Tanya Bu Yanti.
"Sudah, Buk. Sudah minum obat juga." Jawab Bening.
"Teman-temanmu jadi ke rumah hari ini?" Tanya Bu Yanti.
"Jadi, tapi mungkin agak malem. Karena mereka pulang dulu. Baru lanjut ke sini." Jelas Bening.
"Mau ke dokter lagi, Ndok ?" Tanya Pak Joko. Ayah Bening.
"Kemarin kan baru ke dokter, Pak'e. Obat juga belum habis." Sahut Bu Yanti.
"Gak apa, Pak. Nanti juga sembuh. Kan baru minum obat sekali." Terang Bening.
"Mbak Ning, ada temennya tuh di luar." Panggil Arga sang adik bontot Bening. Yang sekarang duduk di kelas 2 SMP.
"Mbak Ira ya?" Tanya Bening.
"Iya, cewek-cewek. Berisik banget." Ujarnya yang langsung ngeloyor pergi dari ambang pintu kamar Bening.
"Dasar, adek sumpret." Jawab Bening sambil mencibikkan bibirnya.
Bu Yanti dan Pak Joko hanya tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah laku anak gadis dan perjakanya.
"Sudah, temui dulu sana teman-temanmu." Ucap Bu Yanti.
"Iya, Buk." Jawab Bening.
Bening bangun dari tidurnya dan berjalan gontai menghampiri teman-temannya.
"Beniingggg..." Sapa ketiga temannya yang langsung membuat gaduh rumah Bening.
"Beningg, gimana keadaan lo? Demam banget ya?" Tanya Amel.
"Lo jahat banget sih, SMS gue gak di bales. Telepon gue gak diangkat. Parah banget." Ujar Ira dengan mencibikkan bibirnya.
"Iya, Ning. Lo bikin kita panik. Khawatir kan jadinya kita sama lo. Kita pikir lo parah banget gitu sakitnya." Sahut Rita sambil menggandeng tangen Bening.
"Udah, ayok, masuk dulu." Ucap Bening dengan suara seraknya.
"Eh, suara lo kenapa? Kok serak gitu?" Tanya Ira cemas.
"Gak apa. Ini karena lagi radang tenggorokan aja, sama batuk-pilek." Terang Bening ketika sudah duduk si ruang tamu.
"Hallo..." Sapa Bu Yanti.
"Hallo... Buk..." Jawab Ira, Amel dan Rita.
"Gimana, gimana, kok rame-rame kesini?" Tanya Bu Yanti sembari duduk di kursi ruang tamu.
"Iya, Buk. Bening kan hari ini gak masuk. Terus kemarin juga Bening badannya panas banget. Bening ngabarin kita kalau dia gak masuk sekolah hari ini karena sakit. Kita jadi cemas. Akhirnya kita sepakat untuk jenguk Bening hari ini." Jelas Ira kepada Bu Yanti.
"Ooalaah... yaa ampun... jadi ngerepotin ya. Maaf ya. Bening sakit demam. Demamnya karena radang tenggorokan sama lambung. Kalian kan tau, Bening punya sakit lambung. Gak bisa telat makan dikit." Jelas Bu Yanti.
"Oohh... gitu Buk. Tapi, Bening udah ke dokter, Buk?" Tanya Amel.
"Sudah. Tadi pagi-pagi sekali ke dokter. Dokter juga bilang, Bening butuh istirahat. Karena terlalu banyak kegiatan jadi pola makan Bening gak teratur. Ngedrop deh akhirnya dia." Terang Bu Yanti.
"Iya. Di sekolah lumayan banyak kegiatan. Apalagi banyak pertandingan olahraga. Jadi team mading banyak ngeliput sana-sini, Buk." Jelas Ira.
"Oh, gitu... tapi kalian juga harus tetep jaga kesehatan dong..." Ucap Bu Yanti.
"Iya, Buk." Jawab Ira, Amel dan Rita.
"Buk, gak jadi pergi ke rumahnya Bude Tari?" Tanya Bening mencoba mengalihkan percakapan mereka.
"Jadi kok. Ini lagi nunggu bapakmu." Jawab Bu Yanti.
"Arga ikutan Buk?" Tanya Bening.
"Iya. Lumayan buat bantu-bantu di sana. Hahaha..." Ucap Bu Yanti dengan tawa riangnya.
"Hahaha... iya, iya. Biar gak kaku sama orang." Ujar Bening dengan tertawa pula.
"Parah banget luh, Ning. Adek sendiri juga. Hahaha..." Sahut Rita.
Sambil mereka berbincang-bincang seru, Pak Joko dan Arga keluar. Mereka berpamitan pergi kepada Ira, Amel dan Rita.
Bu Yanti, Pak Joko dan Arga sepertinya akan menginap di rumah Bude Tari. Karena acara pernikahan Mba Wiwin dilangsungkan esok pagi.
Jadilah para ciwik-ciwik itu berteriak kegirangan karena rumah Bening hanya tersisa si Mbok Mar. Yang bersih-bersih rumah Bening.
Bening, Ira, Amel dan Rita pindah tempat perbincangan mereka. Mereka sudah berada di kamar Bening sekarang. Karena Bening mengeluh kepalanya pusing dan butuh tiduran.
"Eh, Ning, tadi kita udah terbitin mading." Ujar Rita.
"Oh, ya? Maaf ya... gak ada gue, kerepotan banget ya?" Ujar Bening dengan suara seraknya.
"Terus tadi ruang mading kita lumayan banyak kedatangan tamu." Ucap Rita.
"Hah? Tamu?" Tanya Bening.
"Iya, Ning. Tadi ada adik kelas sama kakak kelas yang pada mau tisam." Terang Ira.
"Tapi tisamnya pada aneh-aneh. Hahaha..." Jawab Amel.
"Aneh gimana?" Tanya Bening.
"Tadi ada adek kelas yang mau tisam melalui puisi buat Kevin sama Dito." Jelas Ira.
"Ada juga yang mau tisam sama secret admirer nya." Ujar Rita.
"Hah?? Kok busa gitu ya?? Hahaha..." Ucap Bening dengan tawanya.
"Ada yang nyariin lo juga tadi." Ujar Ira.
"Siapa?" Tanya Bening sambil meneguk air lemon hangatnya untuk menghangatkan tenggorokannya.
"Laut." Jawab Ira.
"Oh..." Jawab Bening.
"Kok, oh doang." Sahut Ira.
"Lha, terus gue disuruh jawab apa?" Tanya Bening kembali.
"Apa kek. Ya kali oh doang..." Ujar Ira.
"Lo mah, mancing aja, Ra. Hahaha..." Ledek Amel sambil tertawa.
"Lagian elu juga aneh sih, Ning." Ucap Rita.
"Gue aneh?? Aneh kenapa??" Tanya Bening bingung.
"Lucu aja. Saling kasih perhatian, saling peduli, saling sayang, tapi gak jadian." Ucap Rita.
"Ya kan emang temenan aja..." Jawab Bening.
"Temen rasa pacar ya, Ning. Asik... hahaha..." Sahut Amel.
"Hahaha... bodoamat, Mel." Jawab Bening.
"Tapi kok Laut gak tau kalo lo sakit, Ning? Lo gak ngabarin dia?" Tanya Ira.
"Kayaknya dia SMS gue. Nelpon juga. Tapi gue tuh dari tadi pagi gak sanggup bangun. Kepala gue berat banget. Kliyengan abis gue. Darah gue juga rendah." Terang Bening.
"Makanya gue tiduran terus dari tadi pagi. Hp jauh. Ada di ruang tamu tadi. Makanya lo-lo pada SMS, telepon gak ada yang gue jawab. Ini gue baru lagi pegang hp. Karena udah mendingan." Lanjut Bening.
"Sedih banget temen gue... uuhh..." Ujar Ira yang sambil memeluk Bening dan disusul oleh Amel serta Rita.
"Eh, eh, tadi si Laut dapet tisam dari Sandra." Ucap Amel.
"Sandra tuh siapa?" Tanya Bening.
"Itu anak kelas 1-3. Anak ekskul tari saman." Sahut Ira.
"Ohh..." Jawab Bening singkat.
"Lo tau, Ning?" Tanya Rita.
"Enggak. Gue oh aja. Hahahaa..." Ujar Bening yang mengundang taww teman-temannya.
"Auw amat, Ning." Sahut Amel sambil mengunyah kentang goreng.
"Si Laut populer banget yak. Dari semua kalangan tau Laut. Heran gue." Ucap Rita.
"Ya taulah... secara Laut tamvan bagai Lee Min Ho Oppa. Jago main basket. Tinggi pulak. Six pack badannya. UUnnchh banget kan..." Jelas Ira kepada Rita.
"Idih najong. Laut gak bisa dibandingkan dengan Lee Min Ho oppa. Min Ho Oppa lebih tamvan dong..." Jawab Rita.
"Padahal kalau dipikir-pikir, Laut itu cuek banget lho anaknya. Kok pada suka ya? Bingung gue." Ujar Amel.
"Mungkin mereka suka karena parasnya aja kali." Jawab Ira.
"Emang lo juga demen sama parasnya Laut, Ra?" Tanya Amel tiba-tiba.
"Yeee... ngaco. Tipe cowok gue tuh standardnya tinggi. Bukan Laut, ya... hehehe..." Ucap Ira dengan senangnya.
"Standard apaan? Motor? Hahaha..." Sahut Rita yang membuat teman-temannya tertawa geli.
"Eh, tapi Ning, lo kenal Laut kan udah dari SMP. Emang dari dulu Laut begitu cuek anaknya ya?" Tanya Amel.
"Sebenarnya keliatannya aja dia cuek. Padahal dia itu orangnya sangat pemerhati lingkungan sekitarnya. Contohnya, waktu kegiatan praktik Biologi, satu pun di antara kita gak ada yang bawa kertas catetan dari Bu Nuri. Tapi, Laut fotokopiin buku catetan gue dan di perbanyak buat kalian. Sekelas. Ada yang engeh gak?" Jelas Bening.
"Oohh... iya, iya. Karena catetan itu makanya kita gak kena hukuman sama Bu Nuri. The best lah Laut itu. Kalo gak ada dia, nilai Biologi gue anjlok. Hahaha..." Ucap Amel.
"Iya, kan? Jadi kalau ada yang bilang Laut itu cuek, berarti doi belum kenal Laut." Jelas Bening.
"Iya juga sih... hahaha..." Jawab Ira.
"Laut itu sebenarnya baik. Cuma dia punya caranya sendiri aja untuk menunjukkan kebaikannya." Terang Bening.
"Bening kalau soal Laut paham banget doi." Ucap Rita sambil memasukkan tempe mendoan ke dalam mulutnya.
"Hahaha... bisaan luh, Ta. Mungkin karena gue udah kenal dari SMP kali. Sama aja, kayak gue ke Ira." Ujar Bening.
"Enggak sih. Tetep beda." Sahut Amel.
"Bedanya?" Tanya Bening.
"Bedanyaaa... lo itu..." Belum sempat Amel meneruskan kata-katanya, Mbok Mar mengetuk pintu kamar Bening.
"Ada apa, Mbok?" Tanya Bening.
"Itu, Mbak. Ada tamu." Jawab Mbok Mar.
"Tamu? Siapa Mbok?" Tanya Bening.
"Masih muda. Temennya Mbak Ning kayaknya." Ucap Mbok Mar.
"Oh... yasudah, Bening keluar deh. Makasih ya Mbok." Jawab Bening.
"Eh, cuy, gue tinggal dulu ya." Ucap Bening.
"Iyaa... lama juga gak apa." Sahut Ira dengan tawanya.
Bening menuju teras depan rumahnya dan betapa terkejutnya Bening melihat laki-laki yang berada di hadapannya.
"Laut??" Tanya Bening sangat terkejut.
"Hai," Sapanya.
"Masuk, yuk. Hujan di luar." Ajak Bening.
"Gak usah, Lek. Sini aja."
"Bentar ya..."
Bening masuk ke rumah mengambil handuk kering dan beberapa cemilan untuk Laut. Ira, Amel dan Rita memasang telinga mereka lebar-lebar.
Bening keluar rumah sudah dengan handuk kecil dan cemilannya.
"Keringin rambutnya nih pake handuk." Ujar Bening yang menyodorkan handuk kecil kepada Laut.
"Tadi dari mana? Kok bisa basah gini?" Tanya Bening sambil memberikan segelas teh lemon hangat.
"Dari GOR Basket." Jawab Laut sambil meneguk segelas teh lemon hangat.
"Oh, iya. Bentar lagi turnamen ya. Tapi kok latihan basketnya sampe malem? Biasanya sore kan?" Tanya Bening.
"Iya. Tadi gue datengnya telat. Jadi ketunda latihannya." Jawab Laut.
"Udah makan?" Tanya Bening.
"Ada tempe mendoan kesukaan lo. Ibuk masak itu tadi. Gue ambilin, ya." Ucap Bening.
"Gak usah." Jawab Laut sambil menarik tangan Bening yang berdiri hendak mengambil makan untuk Laut.
"Tapi kan lo laper, Ut." Ujar Bening.
"Kalo laper gue bilang." Jawab Laut.
"Yaudah." Jawab Bening.
"Sakit apa?" Tanya Laut sambil menatap penuh ke Bening.
"Radang tenggorokan sama lambungnya kumat." Jawab Bening.
"Kenapa lambungnya bisa kumat?" Tanya Laut.
"Karena jam makannya gak teratur. Jadi kumat lambungnya." Jelas Bening.
"Kenapa bisa jam makannya gak teratur?" Tanya Laut kembali.
"Karena banyak kegiatan dan tugas yang harus di selesein." Terang Bening.
"Tapi kan tugas sama kegiatannya gak minta lo buat gak makan." Ujar Laut yang masih dengan tatapan tajamnya.
"Gak sempet waktu itu, Ut." Jawab Bening.
"Kok bisa?" Tanya Laut.
"Karena emang full jadwalnya." Jawab Bening yang sudah mulai mengelus dada.
"Gimana rasanya lambung kumat karena gak makan?" Tanya Laut.
"Sakit lah." Jawab Bening kembali.
"Sakit kan? Masih mau di ulangin lagi? Telat makannya?" Tanya Laut dengan tatapan tajamnya.
"Enggak. Iya, nanti tepat waktu makannya." Jawab Bening sambil menundukkan wajah. Tak sanggup Bening menatap mata Laut yang mempunyai sorot mata tajam.
"Hujannya udah berenti." Ucap Laut mengalihkan pembicaraan. Karena ia tau bahwa kecemasannya cukup berlebihan kepada Bening.
"Iya. Lo mau kemana lagi?" Tanya Bening yang melihat Laut memakai jaket kulitnya.
"Mau pulang." Jawabnya.
"Jam besuknya udah habis." Sambung Laut. Yang membuat Bening kembali tersenyum.
"Emang rumah sakit pake jam besuk segala." Ucap Bening dengan senyumnya.
"Di rumah sakit aja jenguk pake jam. Masa di rumah sendiri gak ada jamnya." Ujar Laut.
"Bapak sama Ibuk kemana?" Tanya Laut.
"Lagi ke rumah Bude Tari yang di Jakarta Timur." Jawab Bening.
"Kok jauh? Ngapain ke sana?" Tanya Laut.
"Kakak sepupu gue nikahan. Jadi Ibuk sama Bapak bantu-bantu di sana." Jelas Bening.
"Berarti nginep dong?" Tanya Maliq.
"Iya. Nginep."
"Terus lo sama para geng ges lo?" Tanya Laut.
"Hahaha... geng ges. Ada aja bahasanya." Ujar Bening sambil tertawa riang.
Bening menemani Laut menuju motor yang di parkir di garasinya. Udara cukup dingin malam itu karena sehabis hujan.
Bening mengelus-elus lengannya karena dingin. Hal itu terlihat oleh Laut. Ingin rasanya Laut memeluk Bening, menghangatkan tubuhnya.
"Haatchim !!!" Bersin Bening kala itu.
"Masuk deh, ntar demamnya malah makin parah." Ucap Laut sambil mengelus puncak kepal Bening.
"Liat lo pulang dulu, ntar gue masuk habis itu." Jawab Bening.
"Kenapa?"
"Apanya kenapa?"
"Kenapa harus liat gue pulang dulu baru masuk rumah?"
"Gak apa."
"Kangen ya?"
"Idih pede. Enggak."
"Gak salah lagi. Hahaha..."
"Sumpah narsis banget sih luh."
"Kan narsisnya buat lo doang."
"Apaan dah... gak romantis."
"Ini romantis ya?"
Laut menarik Bening ke dalam pelukannya. Ternyata Laut tidak bisa menahan untuk tidak memeluk Bening. Gadis itu, Bening, terlalu indah untuk di sia-siakan. Pikir Laut.
Bening sangat terkejut dengan sikap Laut. Hingga ia ingin keluar dari pelukan Laut, namun tidak dilepaskan oleh Laut.
Akhirnya Bening pasrah saja. Badan Laut terlalu besar untuk dilawannya.
"Cepet sembuh ya." Ucap Laut sambil mengelus punggung dan rambut Bening.
Bening hanya memberikan jawaban melalui anggukan kepalanya, menandakan bahwa ia "meng-iyakan" kata-kata Laut.
"Ut" Panggil Bening seraya melepas pelukannya dari Laut.
"Jangan gini lagi ya."
"Gini apa?"
"Peluk kayak tadi."
"Kenapa?"
"Kita temenan kan?" Tanya Bening yang sekuat mungkin ia tahan linangan air matanya.
Tidak ada jawaban dari Laut.
"Kalau teman, tidak ada saling peluk, Laut. Apalagi laki-laki dan perempuan." Terang Bening. Laut hanya diam mendengarkan.
"Peluk antar lawan jenis yang bukan saudara kandung, hanya berlaku untuk yang saling menyayangi." Jelas Bening.
"Jadi, jangan peluk gue lagi ya. Kita teman." Ucapan Bening membuat Laut justru ingin memeluknya kembali.
"Kalau lo ulangin lagi, gue takut."
"Takut apa?" Tanya Laut.
"Takut beneran sayang sama lo. Dan itu gak boleh terjadi." Ujar Bening.
"Kenapa gak boleh terjadi?" Tanya Laut kembali.
"Karena kita berteman." Jawaban Bening sukses membuat Laut ingin sekali murka dengan dirinya.
Laut terlalu takut untuk menjalin hubungan yang serius dengan perempuan. Karena ia tidak ingin kejadian pertengkaran seperti Mama dan Papanya terjadi kembali padanya.
Bening, sangat mengerti keadaan Laut. Maka dari itu, Bening selalu meyakinkan dirinya bahwa Laut hanya temannya.
"Udah malem. Hati-hati bawa motornya. Langsung pulang ya. Gak melipir kemana-mana." Ucap Bening.
"Iya. Gue balik." Jawab Laut dengan suara beratnya dan mengusap puncak kepala Bening.
Bening masih berdiri di samping motor Laut. Hingga Laut mengendarai motornya dan melihat spion. Laut yakin sekali saat itu, Bening menangis dan itu karena Laut.
***
*Terkadang ungkapan cinta tak harus memiliki mungkin benar adanya
Tapi itu hanya berlaku untuk orang yang sudah berusaha dan berjuang demi cintanya*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Juhariyah Holifah
sakit banget,,,
2020-05-10
0