2007
Boleh dikatakan SMAN 99 Jakarta itu adalah salah satu sekolah SMA Negeri percontohan bagi sekolah-sekolah SMA Negeri di Jakarta.
SMAN 99 Jakarta mempunyai beberapa fasilitas untuk mendukung hobi para siswa/i nya. Seperti GOR Basket ini salah satunya.
Tempat olahraga yang paling banyak diminati oleh penikmat olahraga basket dan para pecinta laki-laki tamvaan. Hahaha...
Gimana enggak, ini ekskul basket populer banget di masanya. Ibarat kerajaan, angkatan pemain basket tahun ini itu anggotanya ganteng-ganteng parah.
Team cheerleadersnya juga cantik, bohai, semampai. Siapapun laki-lakinya ingin punya pacar team cheerleaders dan siapapun perempuannya ingin punya pacar seperti pemain basketnya.
Bening, Ira, Amel dan Rita ke GOR Basket sore itu untuk meliput kegiatan latihan untuk persiapan turnamen basket antar sekolah tingkat SMA se-Jakarta.
Boleh dibilang, team basket SMAN 99 Jakart itu cukup di takuti oleh team Basket sekolah lain. Sesuai dengan namanya Eagle Wise.
Tajam namun bijak. Itu semboyan mereka. Gak paham maksudnya. Tapi ya itu mungkin sebagai penyemangat mereka.
Bening cukup terkejut karena GOR Basket sore itu sangat riuh ramai. Ira pun juga heran, kenapa bisa seramai ini? Pikirnya.
Amel yang bahkan sering datang ke GOR Basket tersebut meski hanya sebagai seorang supporter, ia pun cukup terkejut dengan banyaknya orang yang harir hari itu.
"Ning, ini latihan buat turnamen kan ya?" Tanya Rita yang begitu bingung dengan situasi ramai ini.
"Iya. Bener kok. Tadi Dito kirim pesan ke gue bilangnya cuma latihan turnamen. Gue juga bingung kenapabisa rame banget ya?" Jelas Bening sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Ada apaan ya?" Tanya Amel yang juga bingung dengan situasi tersebut.
"Oh, MG !! Oh My God !!!" Ucap Ira histeris karena melihat Niko.
Intermezzo Niko
Niko Andreas Brown adalah laki-laki kelahiran, Amerika Serikat. Ayahnya berasal dari Negara Paman Sam dan Ibunya asli Jawa Tengah.
Perawakan Niko yang tegap dan tinggi besar membuat wanita manapun bertekuk lutut dengannya. Banyak wanita yang menggilainya.
Laki-laki keturunan Amerika-Jawa tersebut sukses di Negeri Paman Sam setelah masuk ke dalam team Nasional Basket Indonesia.
Kepiawaiannya dalam bermain basket sangatlah di acungi jempol. Ia menyabet banyak piala dalam ke-eksissannya di dunia olahraga Basket.
Niko adalah salah satu alumni SMAN 99 Jakarta yang mampu mengharumkan nama sekolah SMAN 99 Jakarta.
Setelah lulus dari SMAN 99 Jakarta, Niko melanjutkan kuliah atau sekolah khusus basket di Amerika yang kemudian kembali ke Indonesia untuk bergabung dalam team Basket Nasional Indonesia.
Close Intermezzo
"Apaan sih luh, Ra ?! Teriak-teriak gitu deh." Ujar Amel.
"Guys, coba tolong itu dilihat. Siapa cowok yang ada dibaris paling depan lapangan. Oh My God !!" Terang Ira kepada Bening, Amel dan Rita.
"Hah??!! Niko??!!" Teriak Amel yang sangat terkejut karena melihat sang Idola berada di depan matanya.
"Niko? Niko siapa deh?" Tanya Bening.
"Yee... nih anak. Memecah mood gue aja." Sahut Amel dengan malasnya.
"Niko itu kaka kelas kita. Dia sukses jadi team basket nasional Indonesia, Beniinngg..." Jelas Ira kepada Bening.
"Oohh... yang anak keturunan orang Amerika itu ya?" Tanya Bening kepada Ira dan Amel.
"Yup. Anda betul, Nona !" Jawab Ira dengan senyum lebarnya.
"Ohh... doi. Kok heboh banget ya?" Tanya Bening kembali.
"Ya, heboh dong, Diandra Bening Anantariii..." Sahut Amel dengan agak kesal-kesal gemas kepada Bening.
"Pasti heboh lah, Ning. Secara tuh cowok ganteng maksimal. Tinggi, putih, senyumnya itu lho... haduh... luluh lantah hatiku..." Ucap Rita sambil menenggak air mineral di botolnya.
Belum sempat Bening bertanya lagi kepada ketiga temannya. Ia sudah di kagetkan dengan teriakan para penonton yang histeris.
"Wuuaaahhh... mimpi apa gue semalam??" Teriak para penonton di baris tempat duduk belakang.
Ternyata yang mereka lihat adalah Dito (Ketua Basket), Farish, Wayan, Kevin dan pastinya Laut.
5 cowok keceh, keren, tamvann, membuat para wanita berteriak histeris.
"Oh, Lord... nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan, kawan." Ujar Amel dengan binar matanya.
"Itu lambang ketampanan para pria... oh..." Ucap Ira sambil menangkupkan kedua tangannya di dada dan tersenyum lebar sekali.
"Untung gue masuk ekskul mading. Kalau masuk team cheerleaders bisa pingsan gue setiap hari di suguhin cowok-cowok keceh gini." Ujar Rita dengan menopang dagunya dengan kedua tangannya.
"Hhuft... makin gak fokus deh nih." Ucap Bening sambil memeriksa kamera digitalnya.
Banyak sekali penonton pada hari itu. Nama pemain basket pun satu persatu disebutkan oleh mereka. Dito, Farish, Wayan, Kevin dan Laut hanya melempar senyum kepada penonton tapi sambutan para penonton wanitanya, ckckck... bikin rusak telinga.
Beda halnya dengan Laut. Ia stay cool dan seperti biasanya. Saat melihat ke barisan penonton, Laut banya mencari satu perempuan. Bening.
Dan... Gotcha !! Laut melihat Bening di kerumanan orang-orang. Bening sedang sibuk dengan kamera dan buku catatannya.
"Eh, eh, eh, ada Laut ada Niko. Lo pilih siapa?" Tanya salah seorang siswi perempuan yang membawa banner bertuliskan "I ❤️ Eagle Wise".
Bening hanya menjadi pendengar mereka saja.
"Gue lebih suka Kak Niko. Ramah, sopan, kalem, ganteng banget deh pokoknya." Jawab siswi A.
"Kalo gue lebih suka, Kak Laut. Tampang-tampang bad boy gitu. Suka gue. Hahaha..." Ujar siswi B.
Bening tau betul, dari percakapan mereka, para siswi tersebut adik kelasnya. Tapi Bening hanya mendengarkan celoteh mereka. Tak pernah Bening tanggapi.
"Cuy, ayolah turun. Kita interview mereka." Ajak Bening kepada Ira, Amel dan Rita.
"Ayok, ayok, ayok." Jawab Ira dengan semangat.
"Gue aja, gue aja, yang interview." Jawab Amel antusias sekali.
"Yang fotoin gue aja." Sahut Rita dengan khas cengiran kudanya.
"Yaudah, terserah lo pada deh. Yuk, turun." Ajak Bening kepada ketiganya temannya untuk dari kursi penonton.
Saat menuruni tangga penonton, Bening merasakan pening di kepalanya. Ia tau bahwa tubuhnya memang demam sejak semalam. Namun, baru terasa pusingnya tadi pagi ketika ia berada di bus saat berangkat sekolah.
"Eh, eh, Ning. Lo kenapa?" Tanya Rita yang berdiri tepat di belakang Bening dan memegang lengan Bening untuk menopangnya supaya tidak jatuh.
"Ning, lo kenapa?" Tanya Ira dengan wajah cemasnya.
"Lo sakit, Ning?" Tanya Amel lagi.
"Ya Tuhan... Ning lo demam? Ini panas banget gilaak !!" Ujar Amel yang menempelkan punggung tangannya di kening Bening.
"Agak pusing aja gue. Meriang juga. Udah dari malem sebenarnya. Tapi gue baru ngerasanya tadi pagi." Jelas Bening kepada teman-temannya.
"Yaampun... Bening... kenapa gak cerita sih. Kan tau gitu, lo langsung pulang aja. Gak usah ikutan ngeliput." Ucap Ira yang merangkul tubuh Bening.
"Seloo... gak apa kok gue." Jawab Bening yang sambil duduk di bangku pinggir lapangan basket.
"Mau selo dari mana. Orang badan lo panas gini." Ucap Rita yang juga cemas dengan Bening.
"Lo pulang duluan aja gak apa, Ning." Ujar Amel sambil mengelus punggung Bening.
"Kan liputannya belum jadi, cumi. Ya kali gue balik." Jawab Bening dengan seulas senyumnya.
"Udah, gak usah khawatirin soal liputan. Serahin sama kita, ya." Jelas Ira meyakinkan Bening.
"Gue gak apa-apa, kawan... masih kuat gue." Ucap Bening meyakinkan ketiga temannya.
"Yaudah, gini aja deh, biar damai, gimana kalau kita tetep ngeliput tapi Bening biar di sini aja nungguin kita. Gimana?" Tanya Rita kepada Amel, Ira dan Bening.
"Yaudah, gitu juga gak apa." Jawab Ira dengan wajah sedihnya karena sahabatnya sedang sakit.
Setelah memastikan bahwa Bening cukup baik-baik saja saat mereka tinggal untuk interview sang pemain basket.
Setelah Ira, Amel dan Rita menginterview para pemain basket. Laut menghampiri Ira.
"Ra, Bening mana?" Tanya Laut kepada Ira yang sedang sibuk mengecek foto pemain bask basket.
"Bening nunggu di bawah, Ut." Jawab Ira.
"Kok nunggu di bawah? Kenapa?" Tanya Laut penasaran.
"Iya, Bening lagi demam. Mukanya pucet banget tadi. gue suruh duduk tunggu di bawah aja." Terang Amel.
Laut yang mendapat keterangan dari Amel dan Ira tentang kondisi Bening, langsung meluncur ke tempat Bening duduk.
"Kayak gitu masih bilang gak ada rasa?" Tanya Rita kepada Amel dan Ira.
"Dasar keras kepala. Dua-duanya sama aja." Sahut Amel.
"Begonya kebangetan sih mereka." Ujar Ira yang mendapat tawa riang dari Amel dan Rita.
Laut berlari secepat kilat dan sampai di tempat Bening duduk. Bening duduk di belakang GOR Basket dekat taman belakang sekolah.
"Hei..." Sapa Laut kepada Bening yang sedang duduk di bangku taman dengan lemas.
"Hai..." Jawab Bening dengan lemas.
"Kok di sini?" Tanya Laut yang duduk berjongkok di hadapan Bening.
"Iya. Istirahat bentar." Jawab Bening dengan seulas senyum.
"Kata Ira, lo sakit." Ujar Laut sembari mengecek suhu tubuh Bening dengan punggung tangannya.
"Agak demam aja. Sama pusing dikit. Hehehe..." Ucap Bening dengan seulas senyumnya.
"Kok lo udah keluar? Ira, Amel, sama Rita mana? Jadi interview kalian kan?" Tanya Bening bertubi-tubi.
"Yang mana duluan nih yang perlu gue jawab." Ucap Laut sambil duduk di bangku berdampingan dengan Bening.
"Hehehe... ya maap. Jawab semuanya dong." Ujar Bening.
"Gue keluar duluan karena gue panik."
"Panik? Kenapa?"
"Karena lo sakit."
"Ohh... makasih ya... udah peduli. Hehehe..."
"Iihh... pede bener lo." Jawab Laut dengan ketus.
"Hahaha... iya, iya. Terus Amel, Ira, sama Rita gimana?"
"Ada. Mereka udah interview team basket. Udah dapet foto-fotonya juga. Tinggal kalian susun, terus terbitin buat Mading." Terang Laut kepada Bening.
"Ohh... syukur deh. Semoga bisa cepet terbit Majasnya udah banyak banget yang nanyain." Ucap Bening.
Tak lama kemudian, Bening mendapat pesan dari Ira yang menerangkan bahwa Ira, Amel dan Rita kembali pulang duluan.
"Yah, jahat banget. Masa gue di tinggalin." Ujar Bening yang terdengar oleh Laut.
"Kenapa?"
"Masa Ira, Amel sama Rita pulang duluan. Wah... gak bagus tuh mereka. Gue nungguin di sini. Mereka malah balik duluan." Jelas Bening dengan kesal.
"Yaudah, ntar lo bareng gue aja." Jawab Laut enteng sambil menyandarkan kepalanya di bangku dan memejamkan matanya.
"Sekarang gue yang tanya." Ujar Bening.
"Ke gue?" Tanya kembali Laut.
"Ya iya ke elu. Ya, kali ke Mamang somay." Jawaban Bening sukses membuat Laut tertawa terkekeh.
"Lo tadi gak masuk kenapa deh?" Tanya Bening kepada Laut.
"Kan tadi gue udah SMS lo. Gue ngantuk, capek, males. Jadi gue gak masuk." Terang Laut dengan entengnya.
"Eh, kodok jelek. Lo sekolah itu pake duit. Bukan pake daon. Enak bener, ngantuk gak sekolah. Males gak sekolah. Pangeran mah bebas..." Ucap Bening membuat Laut bangun dari sandarannya di bangku taman.
"Gue gini aja gak ada yang ngerti." Jawab Laut dengan ketus.
"Gak akan ada yang ngerti kalau lo gak ngomong sama mereka. Mama sama Papa lo pasti ngerti kok." Ujar Bening dengan suara lembutnya.
"Gak mungkin !!" Jawab Laut emosi dan berdiri meninggalkan Bening sendiri di taman.
Kalau sudah emosi gini, Bening pilih diam. Karena kalau di lanjutkan, Laut akan semakin menggila emosinya.
Bening beranjak dari duduknya dan mulai berjalan gontai ke halte bus. Namun...
"Naik."
"Gue naik bis aja, gak apa."
"Gue bilang, naik."
Bening tidak bisa berkutik kalau sudah permintaan Laut. Ia menuruti saja apa yang di minta Laut.
Namun, saat di pertengahan jalan, mulai terasa rintik hujan. Laut memarkirkan motor CBR nya di salah satu halte bus.
"Wah... hujannya deres banget." Ucap Bening.
Laut melepas jaketnya dan memakaikannya kepada Bening.
"Eh, gak usah. Baju lo juga basah itu." Ujar Bening.
"Baju gue basah gak tembus pandang." Jawabnya datar sambil memberikan jaket warna hitamnya kepada Bening.
Bening baru menyadari bahwa baju seragam itu kalau kena air akan terlihat pakaian dalam yang dipakai seperti apa.
Langsung saja Bening menutup rapat tubuh mungilnya dengan jaket Laut yang ukurannya mampu menutupi seluruh tubuh Bening. Saking besarnya.
"Maaf." Ucap Laut yang duduk berdampingan dengan Bening di halte bus.
"Untuk?"
"Untuk lo."
"Karena?"
"Karena gue udah bicara kasar sama lo." Jawab Laut dengan tatapan sendunya kepada Bening.
Membuat Bening jadi salah tingkah sendiri. Membuat jantung Bening berdegup kencang.
"Di maafin gak ya?" Jawab Bening yang mengalihkan pandangan Laut kepadanya dengan candaanya.
"Maafin aja."
"Kenapa gitu harus di maafin?"
"Karena lo gak akan bisa marah sama gue."
"Kata siapa..."
"Kata gue barusan."
"Dih, pede bener."
"Pede lah, orang ganteng." Jawabnya yang langsung menuai tawa lebar dari Bening.
"Kodok, sumpah ya. Lo tuh ngaco banget deh." Jawab Bening yang masih tertawa geli mendengar candaannya Laut.
"Di maafin kan?"
"Iya, iya. Di maafin."
"Karena ganteng ya?" Pertanyaan Laut lagi-lagi membuat Bening tertawa geli.
"Hahaha... lo mabok apa sih? Narsis begini?"
"Mabok cinta." Jawaban Laut semakin membuat Bening tertawa riang dan geli.
"Yaampun... Laut... mabok oncom gue rasa. Lo narsis banget sumpah. Ahahaha..."
"Maaf..."
"Kok minta maaf lagi?"
"Gak apa."
"Di maafin kok. Udah, ah. Kok jadi melow gini. Hahaha... dasar Laut."
"Yang paling dalam."
"Hahahaha... malah di sambungin."
Hujan kala sore itu membuat keduanya semakin akrab. Tak ada ikatan yang pasti. Tapi kenangannya tidak akan terlupakan.
"Hujannya kayaknya berhentinya lama ya?" Tanya Bening kepada Laut.
"Mungkin mau Tuhan supaya kita lebih lama berdua." Jawaban Laut membuat rona merah di pipi Bening.
Laut menangkap sinyal rona merah pipi tersebut. Membuat gemas ingin mencubit pipi Bening. Namun, tak bisa.
"Pengen sesuatu..." Ujar Laut.
"Pengen apa?" Tanya Bening yang duduk di samping Laut.
"Pengen cepet-cepet dewasa."
"Kenapa?"
"Pengen cepet-cepet bisa cari uang sendiri."
"Kenapa memangnya?"
"Pengen aja."
"Iya, pengen apa..."
"Pengen nikahin lo, Lek."
Sontak membuat Bening cukup terkejut dengan omongan Laut. Tapi Bening mencoba mengalihkan dengan candaanya.
"Nikah? Lo pipis aja masih belok. Udah ngomongin nikah." Ujar Bening yang membuat Laut tertawa teepingkal-pingkal.
"Wkwkwk... emang lo pernah liat gitu pipis gue belok?" Tanya Laut masih dengan tawanya.
"Gak pengen juga."
Jawaban Bening sukses membuat Laut semakin tertawa geli sekali. Tak terasa hujan pun mulai reda.
"Ut, pulang yuk... hujannya udah reda tuh." Ajak Bening kepada Laut.
"Ke apotek dulu, bentar ya."
"Okay. Haattchim...!!"
"Yah, makin parah ya demamnya?"
"Enggak kok. Ayookkk..." Ucap Bening dengan manja sambil memegang kemeja seragam Laut.
"Iya, iya, ini jalan."
"Pegangan yang kenceng." Ucap Laut yang sambil memakai helm.
"Udah." Ujar Bening yang memegang bagian samping saku jaket Laut.
"Yakin mau gitu aja pegangannya?" Ledek Laut kepads Bening.
"Iyaa... ini udah pegangan." Jawab Bening dengan memegang saku jaket Laut erat.
"Pegangan tuh gini." Jawab Laut sambil menarik kedua tangan Bening dan melingkarkannya di pinggang Laut untuk memeluknya dari belakang.
Rona merah pipi Bening tidak bisa terhindarkan. Itu pun terlihat di spion motor Laut. Membuat Laut jadi salah tingkah sendiri.
***
Hujan itu hanya air yang datang
Tapi membawa kenangan yang menghujam
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
xk_ekga🤓
g enak bat panggilx ut 😆
2020-08-06
0
Juhariyah Holifah
bener,bener,bener,,,hujan emang kenangan,,,
2020-05-10
0