NIGHTMARE

NIGHTMARE

Bab 1

"Barang sudah sampai, Tuan"

Rico mematikan sejenak treadmill. Lelaki berwajah blasteran itu berlari lambat mengikuti mesin treadmill yang sebentar lagi akan berhenti.

"Berapa banyak yang ayahku kirim?" Lelaki itu melangkah turun sambil menyeka keringat di keningnya dengan handuk kecil yang tergantung di bagian depan pegangan treadmill.

Seorang anak buah menghampiri dengan botol minuman yang segera ia berikan pada atasannya. "Sesuai dengan kesepakatan kita, Tuan. Lima puluh kilogram dalam bentuk heroin," ungkap bawahan itu.

Rico menganggukkan kepalanya sembari berjalan mendekati jendela. Pandangannya berkilat penuh strategi menatap mobil-mobil mewah yang berlalu lalang di jalanan Ibukota.

"Bawa barang itu ketempat biasa. Suruh anak buah kita disana untuk mulai bekerja" ucap Rico sebelum menenggak kembali minumannya.

Anak buahnya hanya mengangguk sebelum mengundurkan diri. Sebelum anak buah itu mencapai pintu, Rico berbalik badan. "Don, nanti malam aku akan pergi ke Nightmare. Kau bawa beberapa barang itu" ujar Rico menghentikan langkah tangan kanannya.

"Baik Tuan" Don menganggukkan kembali kepalanya, sebelum benar-benar menghilang di balik pintu.

Rico berjalan menuju meja makan. Lelaki tampan itu mengambil sepotong roti panggang dan langsung melahapnya seketika. Benaknya mengingat-ngingat beberapa agenda yang harus ia lakukan hari ini. Pasokan heroin yang baru saja sampai dari ayah angkatnya di Afganistan, harus segera ia bagi dalam beberapa bagian sebelum barang haram itu diedarkan anak buahnya. Kali ini yang akan menjadi target adalah kalangan menengah ke atas. Para pejabat korup, artis ternama, sampai para konglomerat lintas daerah masuk dalam daftar buruannya. Rico berniat untuk membuat beberapa kalangan itu masuk dan terjebak dalam jerat narkotika. Menjadi pecandu aktif yang setiap saat akan menjadi pembeli setianya.

Benaknya juga mengingat akan rencana kedatangannya di Nightmare. Club malam ternama di Jakarta yang secara de facto dan de jure telah diberikan kepadanya oleh ayah angkatnya beberapa tahun yang lalu. Club malam yang sejak berdirinya, hingga saat ini menjadi salah satu akses pengedaran heroin itu berkembang semakin pesat berkat kepiawaian Rico dalam mengelola bisnis haram. Hal itulah yang kemudian menjadi sebab dari pertengakarannya dengan Abdul, anak kandung satu-satunya dari Minas Dzadakun, seorang gembong narkotika asal Afganistan yang telah mengangkat Rico sebagai anaknya saat ia melakukan kunjungan di Indonesia.

"Ayah" ucap Rico kepada Minas melalui sambungan seluler.

"Kau sudah terima barangnya?" tanya Minas diseberang sana.

Rico meminum susu proteinnya terlebih dulu sebelum menjawab. "Sudah. Anak buahku akan segera mengeksekusinya malam ini" sahut Rico sambil berdiri dari kursi meja makan.

"Targetmu?" tanya Minas.

"Kalangan pejabat, konglomerat dan artis-artis sepertinya akan menjadi tangkapan yang bagus," ungkap Rico sembari melangkah menuju kamar mandi.

Bulu-bulu halus di sekitar rahangnya membuat Rico betah berlama-lama berdiri di depan cermin westafel. Sementara telinganya mendengar suara ayah angkatnya tengah meneriaki salah satu pekerja di ladang opium miliknya.

"Ayah sudah tua, turunkan nada bicara ayah" sergah Rico disambut kekehan oleh ayahnya.

"Anak kurang ajar." ujar Minas disela kekehannya. "Mereka (pekerja opium) itu seperti kuda, Ric. Dan bentakanku adalah cambuknya" sambungnya kembali.

Rico terkekeh mendengar ucapan ayahnya. Diusianya yang memang sudah tua renta, lelaki yang banyak mengajarkan Rico cara bertahan hidup itu tidak sedikitpun terlihat menua. Nada suara dan tubuhnya masih saja terlihat prima, seolah waktu berjalan lambat untuknya.

"Bagaimana kondisi Abdul, Ayah?" tanya Rico.

Mendadak suara Minas berubah seketika. Desahan rasa frustasi terdengar jelas dari hembusan nafas Minas yang berat. "Entahlah, aku lelah memiliki anak sepertinya. Dia hanya pintar menghamburkan uang-uangku dengan berjudi dan bermain wanita. Tapi dia menjadi begitu bodoh untuk bekerja dan menghasilkan uangnya sendiri," ungkap Minas.

"Lalu bagaimana dengan perusahaan senjata yang ayah berikan padanya? Aku pikir dia akan bekerja keras mengembangkannya, mengingat senjata adalah salah satu kegemarannya" Rico bertanya lebih jauh.

"Rico, kau terlalu berharap banyak padanya. Kemarin dia malah membatalkan pengiriman senjata api ke Taliban. Dia mengatakan Taliban sudah bukan lagi menjadi prioritas perdagangan senjata," ungkap Minas dengan nada suara kesal.

"Mungkin dia ingin memperluas area perdagangannya, Ayah" Rico mencoba mengungkapkan pendapat.

"Entahlah, yang pasti sampai saat ini perusahaan itu seperti kehilangan nyawa. Beberapa kali aku mendengar, Abdul menyuruh anak buahnya untuk membuka jalur perdagangan senjata ke Rusia. Tapi hingga detik ini, aku tidak mendengar hasil yang memuaskan" Minas menceritakan temuan tentang cara kerja anak kandungnya pada Rico. "Aku kadang berpikir, mengapa anak kandungku sendiri tidak memiliki otak bisnis seperti diriku, sementara kau yang menjadi anak angkatku justru begitu mirip denganku"

"Sssttt. Ayah tidak boleh berkata seperti itu. Biarkan Abdul menjadi dirinya sendiri dalam mengelola perusahaan Ayah. Aku yakin saat ini dia hanya sedang kebingungan menentukan target pasarnya" ujar Rico membesarkan hati Minas.

"Aku tidak berharap banyak padanya, Ric. Dia begitu cemburu dengan apa yang aku berikan padamu. Tapi setelah aku memberikan hal yang sama padanya, dia seolah menyia-nyiakannya" ucap Minas berkeluh kesah. "Berhenti membicarakan dia ... Bagaimana kabar Nightmare-mu itu? Aku ingin tahu club malamku yang dulu sekarat, sekarang menjadi seperti apa dibawah pengawasanmu" Minas mulai tertarik membicarakan bisnis yang ia berikan pada anak angkatnya.

Seringai bangga melintas di sudut bibir Rico ketika pembicaraan itu mulai mengarah pada bisnisnya. "Ayah akan tahu perbedaannya ketika Ayah datang langsung kemari" ujar Rico menerbitkan rasa penasaran di hati Minas.

"Sialan! Kau tidak ingin berbagi kebahagiaan denganku, huh? Dari caramu bicara saja aku tahu, pasti sesuatu yang luar biasa telah terjadi disana" ucap Minas antusias. Sorot matanya berkilat penuh semangat.

"Ayah harus datang kemari. Lihat dan rasakan sendiri apa yang sudah aku lakukan pada Nightmare-mu"

"Baiklah, baiklah ... Kau sepertinya senang sekali mengerjaiku. Aku akan datang kesana. Akan aku lihat bagaimana anak kesayanganku memberikanku rasa bangga" putus Minas pada akhirnya.

"Aku tak sabar memperlihatkan hasil didikanmu, Ayah"

Baik Rico maupun Minas saling mematikan sambungan seluler masing-masing. Setelah puas berbincang dengan ayahnya, Rico bergegas membersihkan diri. Dia harus segera menemui anak buahnya untuk mulai mengatur strategi pengedaran heroin pada target barunya.

🍁🍁🍁

Restoran mewah bergaya eropa itu tampak tenang meski para pengunjung telah memenuhi meja-meja makan berbentuk bundar. Lantunan tuts piano terdengar lembut dengan lagu-lagu klasik yang coba ditampilkan. Rico terlihat begitu maskulin dengan setelan kemeja hitam lengkap dengan jas slim suit yang melekat di tubuhnya. Kaki jenjangnya menopang sebelah kakinya yang lain dengan gaya khas seorang tuan muda. Matanya menyusuri barisan daftar menu berbahasa eropa tanpa menampilkan gambar dari menu-menu tersebut.

"Soupe a l’oignon dua, roast salmon dua, dan wine" ucap Rico pada pramusaji yang berdiri di sebelahnya.

"Baik Tuan, ada lagi yang ingin anda pesan?" tanya Pramusaji sopan.

Rico menggeleng sambil melepaskan kacamata hitamnya. "Cukup. Itu saja" jawab Rico singkat.

Tak berselang lama, pramusaji itu mengundurkan diri dari hadapan Rico dengan daftar menu yang ia bawa kembali. Bertepatan dengan kepergian pramusaji, seorang wanita cantik melenggang menghampiri meja makan Rico.

"Oh Tuhan, apa kau sudah lama menungguku, Honey?" tanyanya segera menduduki kursi di depan Rico.

"Tidak terlalu lama. Hari ini syuting terakhir filmmu, bukan?" Rico menatap wajah cantik kekasihnya sambil tersenyum.

Wanita itu ikut tersenyum. Hari ini memang hari dimana ia akan kembali merasakan udara bebas setelah beberapa bulan berkutat dengan proyek film terbarunya. "Benar, ini hari terakhir syuting filmku. Kita bisa bebas bertemu kembali, Honey" ujar wanita itu dengan raut wajah sumringah dan binar mata bergairah.

"Lalu bagaimana barang yang aku titipkan padamu?" tanya Rico kemudian. Lelaki tampan itu melihat pada pramusaji yang datang dengan membawa pesanannya. Ia menganggukkan kepala sebagai tanda memberi ijin pada pramusaji itu untuk menyajikan pesanannya di meja.

Wanita cantik itu menaruh serbet kecil di atas pahanya sebelum menjawab pertanyaan dari kekasihnya. "Beres. Barangmu langsung habis begitu aku tawarkan pada rekan-rekanku"

Rico tersenyum tipis, hal itulah yang ingin ia dengar sejak tadi. Kekasih cantiknya yang seorang artis ternama memang sengaja ia jadikan alat untuk memuluskan jalannya mengedarkan barang haram di ranah hiburan. Mereka-mereka semua, harus terjerat dalam jaring laba-laba yang dia buat. Dengan begitu, bisnis haram ini akan terus berputar dan menambah pundi-pundi kekayaannya.

Sorot mata Rico begitu hangat menatap wajah artis yang tengah menjadi idola masyarakat itu. Kehangatan sorot matanya bahkan menembus hati kekasihnya yang terasa melambung oleh perasaan bahagia. Wanita cantik itu tidak mengetahui bahwa dibalik tatapan hangat Rico, tersembunyi otak licik seorang gembong narkoba. Rico begitu pandai memainkan perannya. Memanfaatkan hubungannya dengan seorang artis, akan mempermudahnya menjangkau beberapa kalangan sekaligus.

"Aku senang mendengarnya, Meggy" ujarnya sebelum melahap hidangan yang tadi ia pesan.

"Kau akan lebih senang lagi jika mendengar apa yang mereka katakan padaku tadi" ucap Meggy dengan mata bersinar penuh teka-teki.

Rico memperhatikan kekasihnya sambil mengelap sudut bibirnya dengan serbet kecil. Lelaki itu membiarkan Meggy meminum wine-nya terlebih dulu sebelum lanjutkan ucapannya.

"Mereka memesan barangmu untuk acara pesta kalangan artis akhir bulan depan di Olympus Palace" Meggy menatap wajah Rico dengan berbinar-binar.

Senyum tipis kembali terulas di sudut bibir lelaki itu. Alisnya terangkat sebagai reaksi ketertarikan nyata pada apa yang diucapkan Meggy barusan. Olympus Palace adalah sebuah nama dari pulau kecil yang begitu indah di ujung timur garis khatulistiwa. Pulau itu sering dijadikan tempat pesta pora para kalangan jetset. Artis papan atas, pejabat tinggi dan konglomerat sering mengadakan acara privat dipulau yang secara sah dimiliki oleh salah satu petinggi angkatan darat negeri ini.

"Aku bisa mengaturnya nanti" timpal Rico melanjutkan kembali makannya.

Meggy meminum kembali wine-nya. Rasa asam dengan sedikit sensasi getir hasil dari fermentasi anggur merah memenuhi tenggorokannya. "Honey, malam ini bagaimana jika aku menginap di tempatmu?" tanya Meggy yang lebih tepatnya seperti permintaan.

Rico memasang senyuman terbaiknya ketika ia menggenggam jemari Meggy di atas meja. "Apapun untukmu, Baby" ujarnya disambut rona kegembiraan di wajah artis cantik itu.

🍁🍁🍁

Hai semua! 👐

Akhirnya author bisa releas juga cerita terbaru ini, setelah beberapa waktu terpaksa di pending hihihi..

Seperti biasa, harapan author semoga kalian menyukainya dan mau selalu mengikuti jalan ceritanya hingga akhir 😉

Oh iya, cerita kali ini slow update ya say. Berhubung author lagi ada projek yang lain, maka updatenya tidak bisa setiap hari seperti cerita sebelumnya. Mohon dimaklumi ya 😉✌

Jika ada saran atau kritis, silahkan tulis di koment. Asal jangan pedes-pedes kritisnya 🤗🤣

Selamat bersenang-senang semuanya, semoga bahagia selalu dan banyak uangnya hihi 🤲😍

Terpopuler

Comments

sherly

sherly

ini yg ke 3 karyamu yg aku baca thorr... semoga keren juga seperti yg lain

2022-06-26

1

✨dekha✨

✨dekha✨

baca untuk yang ke 2X

2022-03-03

0

moey

moey

bagus kesan awal baca kosakatanya bagus ga norak..ga berantakan..teratur...👍👍👍

2021-10-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!