Muntah di siang hari adalah reaksi alami dari tubuh seorang lelaki kekar yang penuh berisi minuman keras sisa pesta di dini hari tadi. Kepalanya terasa seperti gegar otak ketika ia mencoba untuk berjalan kembali menuju tempat tidur setelah menuntaskan rasa mual yang tiba-tiba menderanya.
Sorot matanya menyipit melihat mentari yang semakin terik dari tirai jendela yang sudah tersibak. Namun tidak ada niatan dirinya untuk menutup kembali tirai jendela itu. Fokusnya hanya pada benda berbentuk persegi panjang yang tampak empuk dengan selimbut halus tebal di tengah ruangan monocrome tersebut
Pesta pora masih menyisakan rasa pegal dan pusing di seluruh tubuhnya. Hampir saja ia terjun bebas di tempat tidur, sebelum akhirnya keinginan itu harus tertunda karena rasa mual membuatnya kembali berlari menuju kamar mandi.
"Itulah akibatnya karena meninggalkanku dan memilih bersenang-senang bersama teman-temanmu disana"
Cibiran Meggy terdengar memuakkan bagi pendengaran Rico. Lelaki tampan itu membasuh mulutnya yang terasa asam dan getir dengan berkumur, dia tak menggubris ucapan kekasihnya dan memilih melewati Meggy yang berdiri di ambang pintu kamar mandi.
Meggy memutar bola matanya malas melihat tingkah menyebalkan kekasihnya yang tak memberi respon atas ucapan pedasnya. Wanita cantik itu berbalik badan dan mulai mengikuti kemana kaki Rico melangkah.
"Berapa botol yang kau habiskan, huh?" tanya Meggy sinis.
Wanita itu masih saja marah jika mengingat bagaimana Rico meninggalkannya begitu saja, setelah Don menghubunginya. Padahal niat hatinya malam itu ia ingin menuntaskan rindu dengan bermesraan dengan Rico, setelah beban pekerjaan yang membuatnya kesulitan untuk sekedar bertemu. Tapi lelaki itu malah seenaknya membuat Meggy menahan kesal karena harus menunggunya kembali dari Nightmare terkutuk itu.
"Meggy, bisa kau diam sejenak? Perutku mual dan kepalaku pusing. Jangan menambah ketidaknyamananku dengan omelanmu itu" ujar Rico sebelum kembali bergumul dengan selimbut.
"Kau menyebalkan! Tujuanku menginap ditempatmu bukan untuk ditinggalkan sendirian olehmu" gerutu Meggy sembari mengambil tempat di sisi tubuh telentang Rico.
Rico menghela nafasnya dengan berat. Kondisinya tidak memungkinkan untuk meladeni pertengkaran kecil dengan kekasih artisnya itu. Dia terlalu lelah untuk mendengar emosi Meggy yang tak kunjung reda.
"Kemari" ucap Rico sambil menarik Meggy untuk masuk dalam dekapannya.
Wajah Meggy dibuat sekesal mungkin ketika ia sudah masuk dalam dekapan Rico. "Jangan tinggalkan aku lagi. Janji?!" pinta Meggy memukul pelan dada atletis Rico.
"Baiklah, aku janji. Jadi berhenti mengomel. Suara merdumu jadi rusak karena nada suara kasarmu itu" bujuk Rico menerbitkan seringai senang di bibir Meggy.
"Aku ingin tidur beberapa saat dulu. Setelah itu aku akan mengajakmu keluar" ucap Rico sembari mulai memejamkan mata.
Senyuman lebar sempurna membingkai wajah Meggy menjadi semakin cantik. Kepalanya mengangguk, sementara sebelah tangannya memeluk pinggang Rico. "Aku akan temani kau tidur" ujar Meggy ikut memejamkan mata dalam dekapan kekasihnya.
🍁🍁🍁
Siang hari di tempat yang berbeda.
Kucing hitam mengeong nyaring ketika sebuah gelas kaca terlempar hampir mengenainya. Bulu-bulu halus ditubuhnya terkesiap mencuat menatap dengan murka pada tiga orang wanita yang sedang bertengkar hebat di dalam sebuah rumah sederhana pelosok Adonara, NTT. Matahari yang membara semakin terasa akibat kegersangan dari pertengkaran yang tak kunjung mereda.
Wanita yang lebih tua terlihat menatap seorang gadis di hadapannya dengan berapi-api. Sementara gadis yang lebih muda lainnya berdiri angkuh disamping wanita berusia hampir empat puluh tahun itu.
"Kau benar-benar pembawa sial, Ruma!" umpat wanita itu sembari berkacak pinggang.
"Benar bu, karena dia ayah menghilang" timpal gadis muda disampingnya.
Ruma si gadis berambut kepang menatap jengah ibu tiri dan adik tirinya yang sejak tadi terus menyalahkan dirinya atas raibnya ayah mereka. "Apa hubungannya denganku? Yang membuat ayah menghilang mungkin karena dia sudah tidak tahan memiliki istri dan anak tiri yang selalu saja mengeluh seperti kalian. Ayah--"
Plak! Tamparan keras mendarat di pipi mulus Ruma, sebelum gadis itu menyelesaikan ucapannya. Dada Ruma berdetak cepat ketika sorot matanya menatap tajam telapak tangan ibu tirinya yang baru saja memberi noda merah di pipi. Tangan sang ibu tiri memang begitu mudah memberi jejak kekerasan di tubuhnya. Sejak wanita ular itu menikah dengan ayah Ruma, dia tak segan-segan menunjukkan gelagat ketidaksukaannya pada Ruma. Sikapnya kini semakin menjadi ketika ayah Ruma mengalami kebangkrutan dan harus merelakan diri tinggal di rumah sederhana di pelosok daerah.
Sejak awal memang Ruma selalu curiga bahwa ibu tirinya itu menikah dengan ayahnya hanya karena harta. Dan saat ini kecurigaannya semakin jelas terlihat. Ruma ingin sekali meminta ayahnya untuk bercerai, namun ketika ia melihat wajah bahagia ayahnya, keinginan itu ia kubur dalam hati terdalamnya. Hatinya tidak setega itu memutus kebahagiaan ayahnya setelah duka panjang yang dialaminya sepeninggalan ibu kandung Ruma.
"APA KAU?!" ucap ibu tiri Ruma pada Ruma yang menatap tajam dirinya. "Itu akibatnya jika berani mengucapkan kalimat lancang padaku" sambungnya kemudian.
Nafas Ruma memburu dengan sorot mata tajam pada kedua wanita itu. Ruma berbalik badan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Hatinya sudah terlalu kebal menahan sakit atas semua sikap kasar ibu tirinya selama ini. Dia tahu, menghindar dari kedua wanita itu adalah cara teraman untuk meredakan emosi dalam jiwanya. Langkah kakinya terus berjalan tanpa peduli gerutuan yang kedua orang itu lontarkan padanya. Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba jemari adik tirinya menjambak paksa rambut belakang Ruma.
"Mau kemana kau?! Ibuku belum selesai bicara, bodoh!" ujar adik tiri Ruma menarik rambut Ruma hingga membuat Ruma mundur perlahan.
"Akkhh! Lepas, Yasmin!" pekik Ruma merasa sakit dengan jambakan kasar adiknya itu.
Tanpa perasaan, Yasmin menarik rambut Ruma hingga mendekati posisi ibunya. Gadis yang selisih beberapa tahun dengan Ruma itu, langsung mendorong Ruma sampai tersungkur di kaki ibunya. Ibunya yang melihat Ruma kesakitan, menyeringai puas. Ia berjongkok di hadapan Ruma. Mengangkat wajah tertunduk Ruma dengan telunjuknya, dan mencemooh Ruma dengan tatapannya.
"Aku benci melihat seseorang yang berani meninggalkanku disaat aku belum puas berbicara padanya. Terlebih lagi orang itu telah berkata tidak sopan kepadaku" sorot matanya memancarkan kebencian yang pekat pada Ruma.
"Maafkan aku bu" ujar Ruma merasa lelah menghadapi ibu tirinya. Jika saja ia tidak mengingat ayahnya, sudah sejak lama ia membalas semua perbuatan buruk anggota baru keluarganya itu.
"JANGAN PANGGIL AKU IBU!!" bentak ibu tirinya. "Aku sudah katakan, jangan pernah sekalipun memanggil aku ibu ketika ayahmu tidak ada" sambungnya memelototi Ruma.
Bibir Ruma bergetar. Pandangannya nanar melihat kekejaman ibu tirinya. "Maafkan aku ... tante Luna." ujar Ruma pada akhirnya.
Luna menyeringai lebar. "Sekarang kau pergi dari hadapanku" ucapnya seraya berdiri.
Tatapannya mendelik tak suka pada Ruma yang mulai berdiri dan berbalik badan menjauh dari tempatnya semula. Sementara benaknya sibuk menduga-duga akan kemana menghilangnya Rudi sejak kemarin. Lelaki itu tidak akan mungkin meninggalkannya begitu saja, mengingat betapa sayangnya ia pada anak dan istrinya yang tengah hamil muda. Ingatannya berputar pada beberapa orang di tempat yang biasa didatangi Rudi, mereka mengatakan bahwa sejak kemarin suaminya belum terlihat datang. Lantas kemana dia? Tidak mungkin lelaki itu pergi jauh, karena mereka baru beberapa tahun menjadi transmigran di daerah terpencil itu.
"Bu, bagaimana jika ayah ... " ucapan Yasmin menggantung karena merasa ngeri sendiri dengan dugaannya.
Ibu dan anak itu saling menatap dalam diam. Seberkas kecemasan dan rasa takut melintas dalam rona wajah keduanya. Setelah beberapa saat, keduanya menggelengkan kepala kuat-kuat.
"Tidak! Tidak mungkin" Luna menggelengkan kepala dengan gelisah.
"Tapi bu-"
"Tidak ada tapi!" potong Luna menatap tajam bola mata Yasmin. "Tidak mungkin Rudi tertangkap. Mereka tidak akan mungkin berhasil menemukan tempat ini. Tapi ... " Luna membatin memikirkan hal yang sama dengan anaknya.
"Lalu kemana ayah, Bu? ayah tidak mungkin menelantarkan kita, bukan? Harus hidup susah seperti ini saja sudah menjadi siksaan untuk kita, sekarang ayah malah menghilang. Lalu bagaimana kehidupan kita nanti, Bu? Aku tidak--"
"DIAM!" bentakan keras menghentikan cerocosan yang keluar dari mulut Yasmin. Anak gadisnya itu diam seribu bahasa, wajahnya langsung tertunduk takut melihat kemarahan ibunya. "Kau membuatku semakin pusing, Yasmin" ucap Luna masih dengan emosi yang sama.
"Ma-af bu" ujar Yasmin terbata.
"Sudahlah, lebih baik kau coba cari ayahmu di tambang. Siapa tahu dia berada disana" perintah Luna dengan hati yang ragu.
Tak menunggu waktu lama, Yasmin berjalan menuju pintu rumah. Langkahnya terhenti ketika ia mengingat sesuatu. "Kenapa hanya aku yang mencari? Sementara Ibu membiarkan Ruma berleha-leha di kamarnya" gerutu Yasmin.
"Tidak usah banyak protes. Ruma harus diam dirumah. Dia kartu As yang akan Ibu keluarkan jika kondisi kita terdesak" kata Luna penuh misteri.
Yasmin menatap ibunya dengan heran, dia memiringkan sedikit kepalanya memikirkan arti dari ucapan ibunya. Namun ketika otaknya terasa tumpul tak menemukan jawaban apapun, gadis itu memilih melanjutkan kembali langkahnya. Dia sadar, kemampuan otaknya tidak sepadan dengan otak ibunya yang selalu mampu memikirkan sesuatu diluar perkiraan.
🍁🍁🍁
Sudut bibirnya yang mulai terasa perih membuat Rudi tersadar dari pingsannya. Matanya menerawang sekitar. Dan tak perlu waktu lama bagi dirinya untuk mulai menyadari akan dimana dirinya berada.
Sepintas benaknya mengingat bahwa di masa yang lampau, di lorong gelap ini lah tempat ia menghabisi para saingan-saingan bisnis haramnya bersama gerombolan Rico. Rudi ingat bagaimana para targetnya meringkuk dalam penjara kecil seperti dirinya saat ini.
Saat itu dirinya masih menjadi tangan kanan Rico di Nightmare, sebelum uang hasil penjualan heroin menggelapkan matanya dan membuat dirinya menjadi tamak hingga menginginkan sesuatu yang lebih.
Tap tap tap tap
Dari arah pintu penjara terdengar langkah beberapa pasang kaki. Rudi menajamkan pendengarannya sambil menyeringai pasrah. Langkah kaki yang tegas namun terdengar begitu santai meyakinkan dirinya bahwa Rico lah yang kini tengah mendatanginya.
Rudi telah lama menyiapkan hatinya untuk saat-saat paling buruk seperti saat ini. Dia tahu bahwa tidak akan pernah ada yang selamat, jika seseorang sudah berada dalam genggaman anak dari petani opium itu. Tiba-tiba ia merasa bahwa masa tenggat hidupnya sudah berakhir ketika pintu gerbang penjara terbuka, dan menampilkan seorang lelaki perlente dengan setelan jas navy tengah menatapnya tajam. Asap rokok mengepul membentuk bulatan sempurna dari mulutnya yang keras. Sementara langkahnya dibuat sepelan mungkin, hanya untuk menciptakan suasana mencekam bagi jiwa yang terkurung dalam penjara itu.
"Lama tidak bertemu ... Uncle Rudi" Seringai mengerikan Rico tidak sinkron dengan sapaan hangatnya.
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Lintang Maharani
andai aq pny 100 vote pasti aq hadiahkan buat Nightmare Krn bagus banget,gpp lah hny 1 vote aq kasih buat menghargai karya kak dewi yg keren abis
2021-10-19
4
Bu Een Pucuk🌱Squard🐛
ceritanya seruuu, biasane CEO2 ganteng. Ini gembong narkotik ganteng. ckckck🤭🤭🤭
2021-10-15
2
Mommy Gyo
3 like hadir thor mampir di karyaku cantik tapi berbahaya
2021-07-18
2