Pendekar Pedang Biru
Awan hitam pekat menggulung rendah diatas langit, rintik hujan membasahi ribuan mayat yang tergeletak berserakan di sepanjang dataran yang luas itu.
Malam sebelumya telah terjadi peperangan besar di dataran Beringin. Perang perebutan kekuasaan yang melibatkan dua kerajaan besar yang terjadi telah memakan begitu banyak korban.
Rajendra terbaring lemah diantara mayat-mayat, luka menganga akibat sayatan pedang tampak di bagian depan tubuhnya. Menyilang dari dada hampir sampai ke perutnya, tubuhnya terhimpit oleh tumpukan mayat. Ingin dia menyingkirkan mayat yang menindihnya. Ah tapi jangankan untuk mengangkat, sekedar untuk menggerakkan tangan saja dia tak mampu. Tangannya terasa kaku hampir-hampir mati rasa.
"Pramana bangsaat....." Pekiknya namun yang keluar dari mulutnya tak lebih seperti bisikan.
Dia sadar pihaknya telah kalah, Patih Pramana yang awalnya dikira sekutu ternyata diam-diam telah bergabung dengan kerajaan musuh. Ketika Patih Pramana mulai menyerang pada senja hari, jalan pertempuran pun berubah timpang. Patih Pramana yang sudah paham tentang medan pertempuran membuat pasukan Rajendra kalang kabut. Tak butuh setengah hari sudah dapat dipastikan siapa yang sejak saat itu berkuasa, dialah Maharaja Prabaswara Raja kerajaan Shaminari.
"Aku akan mati.." Batinnya, bayangan tentang adik perempuan dan orang-orang di kampungnya mengambang di depan matanya. Sekejap kemudian tanah terdengar bergemuruh baris-baris ratusan pasukan berkuda meluncur langsung ke arahnya. "Sial mereka kembali.." Kata hati Rajendra.
Rajendra pun berpasrah menutup matanya dan mendekap mayat yang menumpuk tubuhnya. Karena selain itu tak ada lagi yang mampu dia lakukan. Dalam sekejap mata pasukan berkuda itu berjalan cepat melewatinya. Derap langkah kaki kuda terdengar di telinganya, begitu dekat seperti hampir menginjak-injak tubuhnya. Disertai pekikan perang dan senjata yang berbagai macam itu mereka tampak seperti utusan dewa maut, ratusan prajurit berkuda itu berlalu begitu saja, mengacuhkan mayat-mayat yang bergelimpangan di sekitar mereka.
"Aku selamat..." Seolah tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Bayangan tentang kematian yang dari tadi berada dalam benak Rajendra kini perlahan berubah menjadi semangat hidup.
"Mungkin aku tak ditakdirkan untuk mati disini.." dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dia punya, Rajendra mulai bergerak. Dengan beringsut perlahan dia mulai bisa melepaskan tubuhnya. Rajendra merangkak perlahan menjauh dari tanah terkutuk itu dan masuk kedalam hutan. Sudah dua hari dia berjalan tertatih di dalam hutan, dia bertahan hidup dengan berbagai buah liar yang ditemukan. Meski tanpa cukup makanan yang dapat mengenyangkan, perlahan Rajendra merasakan sedikit demi sedikit kekuatannya mulai pulih.
Rajendra diberkahi tubuh yang kuat sehingga bekas luka ditubuhnya terlihat cepat sembuh. Ayahnya, adalah seorang pendekar yang sudah mengundurkan diri dan memilih membuka perguruan silat di kampungnya, beliau memilih mengajarkan pemuda-pemuda di kampungnya untuk menjadi petarung atau calon prajurit. Maka apakah tidak pantas buat dirinya untuk ikut masuk dalam kancah peperangan, agar bisa membuktikan pada ayahnya dan penduduk kampung bahwa dia bukan sekedar perusuh kampung.
Dia membayangkan akan membuat sebuah berita besar yang akan menyebar ke seluruh penjuru negeri, sebuah berita tentang Rajendra yang telah berhasil memenggal kepala panglima musuh. Tapi kenyataan menampar keras wajahnya, ketika dia datang untuk bergabung menjadi prajurit, Rajendra diberitahu kalau dia tidak akan menjadi prajurit dengan cepat. Yang hanya dia dapatkan hanya ijin bergabung dan tinggal disana, Rajendra hanya akan ditugaskan untuk mengangkut senjata,membantu dapur atau menjaga tenda perbekalan.
"Menjadi prajurit hach.....jangankan memenggal kepala panglima musuh, mendekati prajurit musuh saja tidak pernah" Keluhnya dalam hati. Rajendra terus berjalan tertatih berharap akan menemukan sebuah rumah berpenghuni untuk sekedar singgah dan menyembuhkan luka-luka ditubuhnya. Malam itu bulan nampak bulat penuh, cahaya nya mampu menembus rimbun daun pepohonan di hutan.
Di kejauhan Rajendra seperti melihat samar cahaya api, maka dikuatkan seluruh tenaga yang dipunyainya untuk mempercepat langkahnya. Langkah yang kelihatanya lebih banyak digerakkan oleh naluri untuk bertahan hidup ketimbang kekuatan dalam dirinya.
Cahaya api itu ternyata berasal dari sebuah rumah, atau setidaknya sisa-sisanya. Karena meskipun itu nampak seperti rumah tapi salah satu temboknya kelihatan telah roboh. Bisa saja dia menerobos masuk begitu saja melalui tembok yang berlubang itu, tapi dia memilih mengetuk pintu.
"Permisi...." Karena tidak juga mendapat jawaban diteruskan perkataanya "Maaf...saya mengganggu di jam seperti ini tapi saya perlu sedikit istirahat".
Terdengar langkah ringan semakin mendekat,
"Siapa disana..?" Suaranya berat yang sepertinya berasal dari laki-laki paruh baya.
"Saya Rajendra, sudilah kiranya bapak mengijinkan saya untuk beristirahat di rumah bapak untuk beberapa saat" Katanya pasrah.
Nampak orang tua itu membuka sedikit pintu rumahnya, sepertinya untuk memastikan jika dia sendirian. "Masuklah" Katanya sambil membuka lebar pintu rumah.
"Terima kasih tuan" Kata Rajendra,
Rasa syukur merasuk didalam hatinya, kegembiraan tak dapat disembunyikan dari raut wajahnya. Dia kemudian diarahkan oleh laki-laki tua yang memperkenalkan dirinya dengan nama yodha itu kesebuah kamar dibelakang rumah. Bahkan kamar yang kelihatan kotor karena tak pernah ditinggali dan hanya beralaskan tikar kumal itupun saat ini terlihat mewah dimata rajendra. Beberapa hari ini dia hanya tidur diatas tanah ataupun batu yang lebar.
Hampir sehari penuh dia tidur dikamar itu, saat akhirnya dia terbangun dia merasa tubuhnya sangat segar. Untuk mengobati luka ditubuhnya dia diberi ramuan tumbuhan tradisional yang dioleskan kebagian lukanya. Dan untuk pertama kalinya untuk beberapa hari ini dia bisa makan makanan yang layak, makanan yang bisa membuatnya merasa kenyang. Sekitar seminggu kemudian Rajendra merasa sudah pulih sepenuhnya. Meskipun bekas lukanya akan tetap abadi terlebih luka dalam batinnya.
Dia nampak mulai berbincang dengan tuan rumah, Yodha menceritakan jika dulu ditempat ini adalah perkampungan yang damai dan tentram. Tapi ketika intrik perebutan kekuasaan mulai pecah, satu per satu lelaki di desa itu mulai direkrut atau lebih tepatnya dipaksa untuk menjadi prajurit. Banyak diantara penduduk yang akhirnya memilih mengungsi. Kini hanya tinggal beberapa yang masih bertahan.
Rajendra merasa sudah waktunya untuk pergi, dia mau kembali ke desanya. Dia penasaran dengan keadaan kampungnya pasca perang yang terjadi. Terlebih dia rindu adiknya dia mau memastikan sendiri kalau adiknya baik-baik saja.
Hari itu juga dia berpamitan dengan Yodha,
"Pak sepertinya saya harus segera pergi, saya mau pulang" Katanya membuka pembicaraan.
"Apa sudah benar-benar kuat, desamu cukup jauh ditempuh dari sin " jawab Yodha seolah enggan melepas sang tamu pergi.
"Saya kira sudah, tak pernah saya merasa sebaik hari ini" Kata Rajendra berusaha meyakinkan sambil memutar-mutarkan bahu kanannya.
Meski Yodha awalnya enggan melepas Rajendra pergi, melihat kebulatan tekad dan semangat mudanya akhirnya bersedia melepas sang tamu pergi. Dia bahkan menyiapkan sedikit perbekalan yang bisa dia berikan.
"Terima kasih atas semua kebaikan yang sudah bapak berikan, saya tak akan pernah melupakan kebaikan yang bapak lakukan.." Rajendra menutup perbincangan itu dengan kata-kata perpisahan. Dia memang merasa sudah selayaknya mengucap terima kasih untuk orang yang telah menyelamatkan hidupnya itu, dia sadar telah berhutang nyawa.
"Iya nak jaga dirimu baik-baik" Kata Yodha seraya melepas sang tamu di depan rumahnya. Dilihatnya Rajendra membungkukkan badan dan segera berbalik, berjalan menjauh semakin jauh hingga menjadi sebuah titik dan hilang ditelan kabut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
rajes salam lubis
baru nyimak thor
2023-01-27
0
rajes salam lubis
sepertinya seru nih cerita
2023-01-27
0
rajes salam lubis
padahal pasti hatinya sudah dag dig dug der
2023-01-27
0