Tepat di selatan desa Seruni mengalir sungai yang kelihatan jernih dan begitu alami. Sungai itu mengalir melingkari sebuah bukit,kemudian mengalir terus melintasi sebuah desa yang besar bernama Askara.
Disekitar desa Askara sepertinya sedang terjadi perubahan besar, sepertinya Raja Prabaswara memutuskan untuk memperluas daerah kekuasaannya dengan mencoba membuat sebuah benteng di daerah itu. Desa itu nampak sibuk, ratusan pekerja dikerahkan untuk membangun benteng itu, seiring banyaknya orang yang berdatangan usaha penduduk desa setempat pun menjadi berkembang. Banyak kedai makan yang tiba-tiba bermunculan di desa itu. Disekitar benteng nampak beberapa pekerja yang sedang terlibat percakapan
"Apa kau pikir perang akan terjadi lagi..??"
"Mungkin saja siapa yang tahu, sepertinya selama ini tak ada yang cukup kuat memegang kekuasaan"
"Ku kira kau benar, aku dengar Panglima- panglima dari Widyatmaka sedang mencoba mengumpulkan kekuatan"
Dalam perang besar yang terjadi beberapa waktu yang lalu, pihak Widyatmaka adalah penguasa sebelumnya yang berhasil digulingkan kekuasaannya oleh Raja Prabaswara. Banyak yang bilang sekarang Widyatmaka sedang menyusun kembali kekuatan untuk mencoba merebut kembali kekuasaan atas negeri ini.
"Sssst... Bicaramu terlalu keras, bisa kena masalah kita jika salah satu prajurit itu mendengarmu" salah satu pekerja mencoba mengingatkan temanya.
"Apapun yang sebenarnya Widyatmaka sedang lakukan, tak mungkin rakyat kecil seperti kita ini bisa tahu, tapi aku berani bertaruh pasti ada alasannya"
"Hei...kembali kerja kalian..!!!" Obrolan para pekerja itu dihentikan oleh suara keras dari seorang prajurit yang sepertinya ditugaskan sebagai pengawas pekerja. Para buruh itu segera saja melanjutkan pekerjaan, diiringi suara-suara palu yang berdenting dan kayu kayu yang dibelah jelas sekali suara khas pembangunan yang sedang terjadi.
Tak jauh dari pembangunan benteng terlihat sebuah kedai yang nampak ramai oleh tamu. Terlihat beberapa buruh yang sedang beristirahat untuk makan, beberapa prajurit, pengelana dan pedagang. Mereka nampak menikmati makanan dan minum tuak murah. Dengan obrolan-obrolan yang menarik minat masing-masing. Keriuhan di kedai seperti menggambarkan lambang kemakmuran.
Dengan perintah langsung dari Raja Prabaswara Tuan tanah tak lagi diijinkan memerintah semaunya. Mereka tak lagi punya hak untuk memerintah para petani, sekarang petani harus dibiarkan menggarap tanahnya sendiri dan dibuat masa bodoh dengan pemerintahan dan politik yang sedang bergejolak.
Tuan tanah yang dibuat sibuk dengan pembangunan, para saudagar yang dibiarkan berdagang, penduduk yang diberi kebebasan berusaha, dan para petani yang tidak dibiarkan mati kelaparan tapi sekaligus diawasi agar tidak naik melebihi statusnya.
Mereka semua tidak ada yang menyadari, jika secara perlahan mereka sedang dijalinkan dalam sebuah tirani pemerintahan feodal yang akan mengikat kebebasan mereka. Tak ada yang menyadari apa yang akan terjadi 5 atau 10 tahun ke depan kecuali Raja Prabaswara. Untuk sesaat mereka dibiarkan menikmati kedamaian semu itu.
Rajendra telah sampai ke desa itu sekitar dua hari lalu, hari pertama dia sampai dia tampak kagum dengan semua yang dia lihat. Kebisingan suara-suara buruh pekerja, keramaian hilir mudik orang-orang dijalan, tawaran-tawaran dari wanita pekerja di kedai yang mencoba memikat pejalan untuk singgah, semua itu adalah hal baru yang dia temukan. Dari sekian banyak hal baru yang dia lihat, yang paling membuatnya terpesona adalah adanya perguruan-perguruan silat yang cukup banyak bermunculan.
Tiada waktu dia lewati tanpa melihat-lihat para murid yang sedang berlatih. Meskipun sering dia mendapat teguran atau lebih tepatnya pengusiran dari murid senior hal itu sama sekali tak menyurutkan minatnya. Karena dia memang sudah tertarik dengan ilmu bela diri sejak kecil. Hari ini pun dia kelihatan sedang asik memperhatikan murid sebuah perguruan silat yang sedang berlatih, tampak jelas papan besar di sebuah bangunan yang digunakan untuk berlatih. Tulisan "Perguruan Singa Perak" begitulah yang terbaca di papan yang tampak kokoh itu.
"Apa yang kau lakukan disitu?" Hardik seorang yang sepertinya murid senior itu.
"Oh....saya hanya melihat-lihat" Jawab Rajendra tampak kaget dengan kehadiran murid senior yang tiba tiba itu.
"Melihat-lihat? apa kau bukan mata-mata perguruan lain?" lanjut murid itu, memang di saat saat ini para perguruan silat sedang berlomba lomba untuk menarik minat banyak orang untuk menjadi murid. Sehingga banyak dari perguruan-perguruan itu kemudian mengutus beberapa murid atau orang untuk melihat dan mencari tahu tentang kelebihan atau kekurangan dari perguruan lain. Bagi murid senior itu kehadiran Rajendra tampak begitu mencurigakan.
"Hach..." terkejut dia dengan tuduhan yang diarahkan padanya, Rajendra pun melanjutkan kata katanya "Bukan...tentu saja bukan, bahkan saya bukanlah murid sebuah perguruan"
Murid itupun kemudian mulai memperhatikan Rajendra dari ujung kaki hingga kepala, seolah sedang berusaha menilai dan mencari tahu kebenaran ucapan Rajendra.
"Kelihatanya memang begitu, dilihat dari pakaian yang kau kenakan sepertinya kau hanya orang udik yang tak punya uang tapi tertarik dengan ilmu silat" disertai senyuman yang merendahkan murid itu kemudian mencoba mengusir Rajendra, "Lekas pergi dari sini sebelum kau menyesalinya.."
Sadar dirinya diremehkan amarah Rajendra pun bergelora "Ancaman apa pula itu, saya akan pergi jika saya mau, tempat ini tempat umum tak bisa kau mengusir aku seenaknya"
"Oh...punya keberanian juga kau tampaknya, sini mendekat biar ku ajarkan mulutmu untuk hati hati berucap.." Kata murid itu yakin dengan kekuatannya.
Rajendra yang sesaat tadi berusaha untuk bersabar, kini sudah tak dapat lagi menahan amarahnya mendengar tantangan dari murid senior yang angkuh itu. Dia pun datang mendekat dengan tenang. Belum lagi dia sampai didekat murid itu, tampak sang murid berusaha menyerang Rajendra dengan tendangan, Rajendra yang memang sudah menduga datangnya serangan dengan mudahnya menghindari serangan itu. Rajendra menunduk menghindari tendangan tinggi yang diarahkan ke wajahnya, diikuti dengan sapuan kaki Rajendra berhasil menjatuhkan tubuh murid itu. "Arkk....." Suara teriakan keras bergema ketika akhirnya Rajendra meneruskan serangannya ke muka murid itu, nampaknya kesadaran telah lenyap dari murid senior itu.
Teriakan yang keras itu tentu saja didengar oleh semua murid di perguruan itu, atau bahkan ada yang melihat kejadian itu. Karena tiba tiba saja para murid itu sudah berhamburan meneriakkan kata umpatan mendekati tempat kejadian. Tapi ditempat itu hanya ditemukan tubuh murid senior yang tak sadarkan diri. Rajendra sudah pergi, setelah kejadian itu Rajendra segera melompati pagar dan segera berlari masuk ke dalam hutan.
"Aku harus pergi,tempat ini sudah tak aman lagi buatku " Kata Rajendra dalam hati.
Dia pun berjalan lebih jauh kehutan dan melanjutkan perjalananya ke kampungnya, tujuan yang beberapa hari ini sempat teralihkan oleh minat Rajendra pada hal hal baru yang dilihatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
rajes salam lubis
mantap bener
2023-01-27
0
Endanks
tetap nyimak aja teerruuuuusssssss author ☺️
2021-12-16
1
mutoharoh
Semangat
2021-07-22
1