💗💗💗💗💗
Waktu terus berjalan, tapi rasanya Larry masih tetap ingin berada disisi Vano, walau beribu penolakan telah diberikan Vano padanya.
Larry terus mengikuti pergerakan Vano.
Hingga Vano menghentikan langkahnya, yang membuat Larry menabrak punggung Vano.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan" Vano mulai menatap mata Larry tajam.
"Kau" jawab Larry santai dan mengalungkan tangannya pada leher Vano.
"Jangan salahkan aku, jika aku melakukan hal buruk padamu" Vano menarik tubuh Larry agar lebih mendekat padanya.
"Lelaki mana pun tak akan ada yang mampu menolak pesonaku" guman Larry sembari memberikan senyuman termanisnya pada Vano.
Larry semakin melebarkan senyumannya melihat perlakuan Vano terhadapnya.
Kini Vano mulai menurunkan tangannya hingga kini posisinya tangannya tepat dipinggang sexy Larry. Larry semakin melayangkan pikirannya mungkin kini Larry sudah berada dilangit ketujuh saking tingginya hayalannya.
Vano mulai mendorong Larry hingga ia berjalan mundur dengan kedua dahi mereka saling menyatu satu sama lain.
Hingga langkah mereka terhenti di dingding sebelah pintu keluar apartement Vano.
"Lebih baik kau pergi sekarang sebelum aku memperlakukanmu dengan kasar" Vano membuka pintu untuk mempersilahkan Larry pergi.
Seketika senyuman Larry berubah menjadi marah, rasanya kini emosinya sudah berada dipucuk kepala hanya menunggu meledak saja.
Larry meraih tasnya dan berjalan pergi meninggalkan apartement Vano.
"Setidaknya aku bisa bebas dari gadis gila itu dan kini aku bisa beristirahat dengan tenang" ucap Vano setelah Larry meninggalkannya.
"aahhh" umpat Larry memukul setir mobilnya.
"Lagi lagi dia memperlakukanku bagai sampah, kita lihat saja apa setelah ini kau masih mampu memperlakukanku seperti ini aku akan buat kau bertekuk lutut padaku Vano"
Disisi lain saat baru saja Luciana melangkahkan kaki jenjangnya untuk masuk kerumah, suara Gina sudah menyambutnya didepan pintu.
"Kau baru pulang Ana"
"ia, tadi keasikan ngobrol jadi lupa waktu bu"
"ibu rasa tadi ibu mendengar ada motor yang berhenti didepan rumah, kau pulang dengan siapa"
Luciana melebarkan matanya mendengar perkataan ibunya dan dengan cepat memutar otaknya untuk menjawab pertanyaan ibunya.
"A..ana pulang sendiri kok bu, mungkin ibu salah dengar" jawab Luciana terbata bata.
"Ahh, ya sudah kau masuk dan bersihkan dirimu lalu tidur"
"Baik bu" Luciana mempercepat langkahnya hingga kini ia berada dibalik pintu dikamarnya.
04.00am
Vano membuka kedua mata indahnya, entah ada apa ia tak dapat tidur dengan nyaman seperti biasanya.
Entah kenapa Luciana selalu ada dipikirannya, ia meraih ponsel yang diletaknya dimeja disamping lampu tidur.
Ia mencari nama Luciana dan mulai mengetikan pesan untuknya
Aku tunggu nanti siang diparkiran kampus.
Setelah sekian menit memikirkan kata yang tepat untuk mengirim pesan lalu Vano mengirimnya pada Luciana.
Vano mencoba menutup matanya, tapi apa daya matanya pun tak ingin menutup dan masih terbayang bayang wajah Luciana.
Vano kembali meraih ponselnya untuk melihat apa Luciana membalas pesannya.
Ayolah boy ini masih terlalu pagi baginya untuk membalas pesanmu.
Tapi nihil Luciana sama sekali tak membalas pesannya.
Vano menurunkan kaki jenjangnya dari tempat tidur dan menuju keluar kamar.
"Mungkin lari pagi bisa membuat bayang bayangnya hilang sejenak dari pikiranku" guman Vano dengan meminum segelas air putih.
Vano telah siap dengan sepatu sport dan baju kaos hitam yang memperlihatkan bentuk tubuhnya.
Udara pagi yang sejuk menyambut langkah Vano pagi ini,seakan mereka ikut menyambut hatinya yang sedang senang.
Vano melangkahkan kakinya dengan bersemangat udara pagi yang sejuk membuatnya semakin bersemangat.
"Ternyata udara pagi sangat sejuk" guman Vano
Sesekali Vano melihat kesekeliling ternyata bukanya hanya dia yang menikmati pagi yang indah ini.
Sedangkan disisi lain Luciana baru saja terbangun dari tidurnya dan meraih ponselnya untuk mematikan alarm.
"Nomor siapa ini"
Luciana hanya melihatnya tanpa membalas pesan itu.
Kaki jenjangnya melangkah ke arah jendela masih sama seperti hari biasanya, udara pagi yang berhembus menyejukkan hatinya.
Cuaca hari ini sangat cerah untuk melakukan aktifitas hari ini.
Setelah siap dengan make up simpelnya dengan lipsglos yang dioles dibibir kecilnya.
"Pagi ayah pagi bunda" sembari mencium kedua pipi Gina dan Harry secara bergantian.
"Mau berangkat bareng ayah" tanya Harry
"Tumben ayah berangkat pagi"
"Hari ini ayah ada metting, jadi ayah berangkat lebih pagi"
"Pulang larut malam berarti nanti ayah ya" ucap Gina yang memberikan secangkir kopi seperti biasanya.
"Iya bun, kemungkinan larut malam ayah baru pulang"
"Kebetulan juga hari ini bunda mau jenguk ibu dan bapak sudah lama pernah kesana"
"Ana mau ikut boleh"
"Minggu depan kita pergi kesana bersama, kali ini biar bunda saja yang pergi kesana" ucap Harry pada Luciana.
"Baik yah"
"Sudah cepat habiskan sarapan mu, nanti ayah telat"
"Siap bos" ucap Luciana meneguk segelas susu dihadapannya.
"Ayah tunggu dimobil"
"Baik yah"
"Pelan pelan Ana nanti kau tersendat"
"Ana berangkat dulu bun" tak lupa Luciana mencium pipi Gina lalu berlari menuju ayahnya yang sudah menunggunya dimobil.
Sedangkan disisi lain Vano masih menikmati lari paginya, setelah merasa cukup lelah ia duduk disebuah bangku taman untuk beristirahat sejenak.
"Ini untukmu" ucap Larry memberikan sebotol air minum.
Karna sedang tak ingin berdebat dengan wanita manja ini Vano menerima air yang diberikan oleh Lary.
"Terima kasih" jawabnya singkat.
"Kau berkeringat" Larry meraih tisu yang berada didalam tasnya untuk mengusap keringat
Vano.
"Aku bisa sendiri" Vano menepis tangan Larry dan mengambil tisu itu dari tangannya.
"Oya hari ini ayah mengajakmu makan malam dirumah"
"Tak bisa aku harus bekerja"
"Tapi ayah ingin membicarakan tentang pertunangan kita"
"..." tanpa menjawab apa Vano pergi meninggalkan Larry.
"Sayang kau mau kemana" teriak Vano yang perlahan mulai pergi menjauh.
Larry menyusul Vano yang pergi begitu saja meninggalkannya.
"Sayang tak bisakah kau menungguku, aku belum selesai bicara"
"Tak ada hal yang harus dibicarakan lagi"
"Ada, bisakah kau mendengarkan ku sebentar" Larry meraih tangan Vano yang akan pergi lagi meninggalkannya.
"Apa, cepat aku tak punya banyak waktu "
"Aku hanya ingin pertunangan kita lebih cepat dilakukan"
"Kita, hanya kau yang menginginkan pertunangan ini"
"Tapi kedua orang tua kita sudah setuju dengan pertunangan kita"
"Kalau begitu kau saja yang bertunangan dengan orang tuaku"
"Apa maksudmu"
"Aku tak pernah setuju dengan pertunangan ini, dan aku hanya akan bertunangan dengan orang yang aku cintai"
"Siapa"
"Bukan urusanmu"
"Akan jadi urusanku, karna kau hanya akan menjadi milikku"
"Memang kau siapa berani mengatur hidupku" Vano mulai mendekati Larry yang membuat Larry berjalan mundur hingga tersudut disebuah pohon besar, hingga Vano mengunci pergerakan Larry.
"A..a..aku tunanganmu"
"Ohh ya, sejak kapan"
"Tak ada yang bisa memilikimu selain aku"
"Ohh ya apa benar" Vano semakin mendekatkan kepalanya dengan pucuk kepala Larry hingga mereka bisa saling merasakan hembusan nafas satu sama lain.
"Ii..ya.."
"Kenapa kau mendadak gugup apa kau ketakutan"
"..." Larry semakin tak bisa berkata karna ini kali pertama Vano berada sedekat ini dengan dengannya hanya berjarak sekian senti darinya."
"Pergi jauh dariku, sebelum aku melakukan hal buruk padamu"
"Tapi"
"Apa kau tak bisa mendengar perkataan ku" Vano meraih rambut panjang coklat yang tergerai bebas dihadapannya.
"..."
"Kau terlihat manis saat ketakutan seperti ini, tapi sayangnya tak sedikit pun aku tertarik dengan wanita sepertimu"
BUUUMM
Seperti bom waktu yang bisa saja meledak kapan pun itu.
Baru saja Vano membuat Larry melayang tapi kini dibuat jatuh dan pecah berkeping keping.
"Sial" guman Larry saat Vano mulai menghilang perlahan meninggalkannya.
Bukannya mengikuti perkataan Vano Larry malah semakin memikirkan cara untuk membuat Vano jatuh dalam pelukannya.
Tak ada kata jera didalam kamus Larry untuk mendapatkan hati seorang Aldevano, pewaris tunggal dari keluarga Packer.
Berkali kali penolakan sangat tak ada artinya artinya bagi Larry, bagi Larry tak ada batu yang tak retak kalau dia terus berusaha sekali pun menggunakan cara licik.
Sedangkan Vano semakin kesal dengan Larry yang semakin hari semakin mengganggu hari harinya.
Hingga ingin rasanya Vano memberikan sedikit pelajaran cantik untuk gadis manja itu.
"Tapi cara apa yang bisa membuat gadis manja itu jauh dariku" guman Vano.
Vano terus memikirkan cara untuk memberi pelajaran pada Larry hingga dia sampai diApartementnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Mawar berduri
klw lg jatuh cinta tak menghiraukan pukul brp untuk sekedar berkomunikasi dgn pujaan hati
2020-06-07
1