Hari sudah menjelang sore, terlihat lalu lalang para pegawai tekstil membersihkan tempat sekitar mereka bekerja dan bersiap diri untuk pulang ke rumah masing-masing. Satu persatu dari mereka telah keluar, sedang Dara masih terlihat memakai jaket dan mengambil tas selempang kecil yang selalu menemaninya. Dia keluar bersamaan dengan Kin yang juga baru keluar dari kantor.
"Apa suamimu menjemputmu Dara?" tanyanya.
Dara terlihat bingung menjawab pertanyaan itu," Aku pulang sendiri Tuan Kin," jawabnya sambil tersenyum.
"Mau aku antar?"
"Mmm aku ... "
"DARA," teriakan seorang laki-laki yang tak asing bagi Daramembuat wanita itu dan Kin menoleh bersamaan.
"Rei," gumam Dara tanpa suara.
"Ikut aku, aku ingin bicara denganmu!" Rei menarik tangan Dara dan wanita itu mencoba melepaskan tarikan tangan Rei dengan menepis nya.
"Rei, tanganku sakit, aku tidak mau,"
Kin hendak melangkah membantu Dara, tapi dia masih diam melihat situasi yang terjadi.
"Sebentar saja, ayo!" ajak Rei kembali.
Dara pun terpaksa mengikuti Rei dengan tangan yang masih ditarik kasar, sekilas Dara menatap Kin dengan raut wajah memelas. Kin sebenarnya bersimpati dengan Dara, dia merasa mungkin sedang terjadi pertengkaran antara suami istri atau apa. Kin memang tidak mengenal Rei, juga belum pernah bertemu dengan dia, tapi Kin hanya mengetahui namanya saja. Karena itu Kin yakin itu adalah suami Dara dan dia tidak mau ikut campur urusan rumah tangga seseorang, walaupun itu temannya sendiri.
Dara masuk ke dalam mobil Rei dengan wajah yang begitu kesal sekaligus takut. Iya membendung air mata yang hampir keluar. Mengumpat dalam hati, ingin sekali dia mencakar-cakar pria di sampingnya ini.
"Kenapa kau masih mencariku Rei, kau sudah menyetujui perceraian kita, aku sudah bahagia tidak bertemu denganmu," Dara bicara tanpa memandang orang disampingnya.
Rei masih fokus dengan jalan di depannya. Pertanyaan yang Dara lontarkan belum terjawab.
Sampai mobil itu berhenti di sebuah taman di pinggir danau, Rei mengajak keluar Dara lalu mereka duduk di taman itu. Sebenarnya Dara tidak ingin mengikuti Rei, tapi apa daya tenaga yang di milikinya tidak kuat menahan tarikan pria bertubuh kekar dan tinggi itu.
"Apa kau tidak ingin kita kembali rujuk?"
Dara diam menatap sembarang arah.
"Ayolah Dara, kita bisa mengawali kembali hubungan kita, saat itu aku hanya khilaf," Rei memandang Dara dengan penuh harap.
"Singkirkan wajahmu itu dari hadapanku Rei, aku tidak ingin kembali padamu lagi." Dara berdiri hendak meninggalkan Rei, tapi Rei sudah memegang tangan Dara kembali.
"Baiklah, duduklah dulu Dara!" Dara kembali duduk dengan terpaksa." Saat ini Bundaku tidak tahu kalau kita berpisah, bagaimana aku bisa mengatakannya, sedangkan Ibu ingin cucu dari kita," Rei mengusap kasar wajahnya, dia terlihat cemas.
Dara memang tidak tega dengan Ibu Rei, dia sudah berumur dan Ibu Rei juga pernah mengatakan kalau dia menginginkan cucu. Memang di awal pernikahan Dara dan Rei semua baik-baik saja, tapi semakin lama Rei menunjukkan watak aslinya, dia sangat kasar, mudah marah, selalu memaksa dan selain itu dia juga badboy, banyak sekali wanita yang menjadi selingkuhannya di luar sana, setelah Dara menyadari semua itu Dara menggugat cerai Rei dan meninggalkan rumah selama beberapa hari. Sebelumnya mereka tinggal berdua di rumah Dara yang sederhana.
"Mintalah pada pacar-pacarmu itu untuk membuatkan bunda cucu!"
"Tapi bunda mencarimu Dara," Rei tetap membawa nama bundanya untuk mendapatkan hati Dara kembali, tapi memang sebenarnya juga Ibu Rei menanyakan tentang Dara kepada Rei.
"Kau yang menodai pernikahan ini Rei, semua sudah tidak bisa diulang lagi, bicaralah jujur kepada Ibu, Ibu pasti bisa mengerti!"
"Sekarang biarkan aku pergi, jangan menghalangiku lagi!" Dara sudah berdiri, kali ini Rei tidak menghalangi Dara lagi. Dara berlalu meninggalkan Rei, dia sudah bisa menahan air matanya untuk tidak menetes lagi. Kesal dan kecewa telah menjadikan Dara lebih tabah saat ini.
Rei terlihat mengacak-acak rambut tebalnya.
"hah, sial... " Rei menendang udara hampa di depannya. Dia kembali ke mobilnya dan melaju dengan kencang.
Dara masih berjalan menyusuri taman menuju ke jalan raya. Dara melambaikan tangan di saat ada taksi lewat di depannya. Taksi berhenti, Dara masuk ke dalam.
Dia sendiri yang berulah, bunda yang tidak tahu apa-apa menjadi korbannya juga. Kasihan sekali Bunda, dia orang yang baik, anaknya yang tidak tahu balas budi.
Dara meletakkan kepala di sandaran kursi. Deringan ponsel dalam tas selempangnya membuat dia segera merogoh tas kecil itu. Sebuah pesan singkat dari Laras, Dara segera membuka isi pesan Laras,
[Laras : Maaf Dara aku baru menghubungi dirimu sekarang, kami sudah sampai di Paris dengan selamat]
[Dara : Syukurlah kalian semua sampai dengan selamat, salam untuk Paman dan Bibi]
[Laras : Iya, bagaimana kabarmu di sana]
[Dara : Hari ini aku mulai kerja, semua berjalan dengan lancar]
"Sudah sampai nona," ujar sopir taksi yang melirik Dara dari kaca depannya.
"Iya Pak," memberi selembar uang "kembaliannya diambil saja!" Dara turun dari taksi, membuka pintu rumah dan masuk ke dalam. Belum ada balasan kembali dari Laras. Dara meletakkan ponsel di meja kamar. Dara mengambil satu stel baju dari lemarinya dan iya segera mandi di kamar mandi di luar kamar.
Dara terlihat fres setelah keluar dari kamar mandi. Rambutnya yang hitam panjang masih terlihat basah, dia menggunakan handuk kecil untuk mengeringkan rambut panjangnya. Dia menuju kamar untuk mengambil ponsel, lalu duduk di tepi tempat tidur sambil berselonjor kaki.
"Ada pesan singkat dari Kin, aku akan membukanya,"
[Kin : Apa semua baik-baik saja?]
Apa yang dipikirkan Kin tadi?
Dara mengetikkan beberapa kata pada ponselnya untuk membalas pesan Kin.
[Dara : Iya Kin, semua baik, maaf tadi aku meninggalkanmu begitu saja]
[ Kin : Okey tidak apa Dara, istirahatlah, mungkin kau lelah]
Dara tersenyum karena ada yang memperhatikan dirinya.
***
"Kin, makan malam sudah siap, ayo keluarlah!" pinta mama Renita sambil mengetuk pintu kamar Kin yang masih tertutup rapat.
"Iya Ma," Kin meletakkan ponsel di meja sebelah tempat tidur. Kin berjalan dan membuka pintu.
"Ayo Ma!" Kin menggandeng tangan Mama Renita turun tangga menuju dapur.
Di meja makan sudah terlihat Ayah Dandi dan Kenzo, adik Kin yang sudah menunggu mereka berdua.
Mama Renita mengambil piring Ayah Dandi dan mengisinya dengan menu malam itu. Kin dan Kenzo juga terlihat mengisi piring mereka masing-masing. Mereka menikmati makanan tanpa berbicara sampai makanan mereka habis.
"Kakak, kita sudah lama tidak liburan, bagaimana kalau kita berlibur ke pantai hari minggu besok?"
"Boleh juga, bagaimana Pa, Ma?" tanya Kin.
"Kalau Papa bisa saja Kin, tergantung Mama saja bisa atau tidak," jawab papa Dandi sambil menoleh kepada istrinya.
"Hmm sebenarnya Mama ada janji sama teman Mama, tapi mungkin bisa Mama batalkan sayang." Mama tersenyum kepada anak-anaknya.
Kin dan Kenzo terlihat senang. Memang setiap akhir pekan atau sebulan sekali, keluarga Sanjaya mengadakan piknik bersama, walaupun Kenzo terbilang anak muda, tapi dia senang kalau selalu berkumpul dengan keluarganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Alya Yuni
Katanya dah crai ngapain ikut si lgi
Dara jadi prmpuan jngn di manfaatkn aja
2022-10-09
0
Daffodil Koltim
qlo org model rei kyakx ga cocok dpt ksempatan kedua,,,,🙁🙁🙁😯
2020-12-26
1
Radin Zakiyah Musbich
suka kak ❤️❤️❤️
jgn lupa mampir jg ke novelku dg judul:
"AMBIVALENSI LOVE"
kisah cinta beda agama,
ku tunggu like and coment nya ya 🐳🐳🐳
2020-10-06
0