Seperti biasanya, selepas solat Asar Panji menyapu halaman rumah sang Kyai. Tiba - tiba ada sebuah mobil mewah masuk halaman rumah, lalu parkir di samping halaman.
Tak lama kemudian Panji mendengar suara sang Kyai memanggil,
"kang Panji...!"
"Iya Kyai," jawab Panji kemudian bergegas mendekat.
"Kyai dan Nyai mau ke Jakarta dulu ada urusan penting. Insallah... Dua atau tiga hari saya akan kembali ke pondok.
Jaga rumah baik - baik ya...? Ingat...! Jangan nakal - nakal ya," ujar Kyai Nuruddin.
"Iya Kyai," ucap Panji.
Setelah Kyai pergi... Panji melanjutkan menyapu halaman.
Baru beberapa meter menyapu... Panji di kejutkan dengan sebuah mobil Baleno warna hitam masuk ke halaman rumah sang Kyai. Tak lama kemudian seorang laki setengah tua bersama seorang ibu turun dari mobil,
"Assalamualaikum Kang Panji..."
"Waalaikumsalam Pak Haji," jawab Panji yang menghentikan gerakan sapunya.
"Pak kyai nya ada Kang?"
"Pak Kyai nya barusan pergi Pak Haji, barusaaaan saja pergi," kata Panji.
"Oh ya sudah, gak apa - apa, Pak Haji hanya menjenguk Irmala saja."
Sebentar ya Pak Haji... Saya panggilkan,""ucap Panji,
"Silahkan duduk di teras dulu Pak Haji," kemudian Panjixberjalan menuju pondok putri yang bersebelahan dengan rumah sang Kyai.
"Assalamualaikum,"'ucap Panji.
"Waalaikumsalam Kang ganteng...!!!" jawab serentak para santri putri yang lagi santai.
"Hemmm... Lebay banget nieh anak santri putri!" gumam Panji,
"Bilang sama Irmala... Ada Ayahnya menjenguk di ruang tunggu di teras."
"Haiii kang Panji ganteng! "goda Neng Evi ketua pondok putri,
"Gak mau belajar ngaji lagi sama Neng Evi...?"
"Yaa Allah... Neng Evi! Tambah cantik saja," seru Panji tersenyum.
"Ah yang benar kang? Masak aku tambah cantik," kata Neng Evi.
"Iya beneran, tambah cantik! Tapi yang lihat matanya rabun," kata Panji kemudian bergegas pergi sambil tersenyum.
"Cantik apaan? Tua iya," gumam Panji sambil berjalan ke halaman.
Setelah selesai nyapu... Panji mendengar panggilan Pak Haji,
"Kang Panji... Sini sebentar!"
"Iya Pak Haji," jawab Panji mendekat.
"Ini ada nasi timbel untuk kamu, ini juga ada roti," ujar Pak Haji,
"Ini uang 100 rb untuk beli jajan!"
"Terimakasih Pak Haji," ucap Panji sambil menerima bingkisan,
"Saya permisi dulu Pak Haji, Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam Kang Panji," jawab Irmala dengan suara agak keras.
"Ayah, kang Panji itu terkenal loh di pondok Meteor Garden ini...! Dia artisnya pondok,""kata Irmala tersenyum,
"Terkenal nakalnya hehehe."
"Benarkah?" seru Pak Haji,
"Menurut Ayah, kang Panji tidak nakal, dia anak baik.
Buktinya dia mau nyapu halaman rumah Pak Kyai, cuci piring juga ngepel. Tidak seperti kamu? Mana pernah kamu bantu ibu mu di dapur atau membersihkan rumah?"
"Kan ada pembantu Ayah?" kata Irmala.
"Kamu tau gak? Yang mengobati waktu kamu sakit kena teluh... Itu kang Panji," kata Pak Haji.
"Ah, yang benar Yah!!? Baca Al qur'an saja kang Panji tidak bisa, dia masih ngaji jus Ammah! Mana bisa kang Panji mengobati orang sakit?" kata Irmala.
"Ya sudah, Ayah sama Ibu mau pulang dulu, kamu baik - baik di pondok! Yang rajin solat dan yang rajin ngajinya," pesan Pak Haji Ayahnya Irmala,
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam Ayah, ibu," jawab Irmala.
***
Setelah mandi... Panji dan teman karibnya menikmati makan nasi timbel dan roti pemberian Pak Haji. Ketika santai sambil makan roti di kamar... Panji berkata,
"Kang ujang, ini ada uang 100 rb, kalian bagi bertiga yaaa!"
Uang dari mana kang kok banyak sekali?" tanya kang Subur.
"Tadi pas nyapu halaman, di kasih sama Pak Haji... Ayahnya Irmala santri putri," jawab Panji.
"Oh iya iya! Denger - denger sih, ayahnya Irmala itu pengusaha besi tua," kata kang Salim,
"Makanya banyak uangnya."
"Baik bener kang nasib mu," ucap kang Ujang,
"Di mana -'mana selalu di kasih uang."
"Biasa kang... Rejeki anak soleh," kata Panji tertawa.
Adzan Magrib berkumandang... Panji dan para santri lainnya bergegas menuju musolla. Setelah solat jamaah Panji ngaji jus Ammah, setelah selesai Panji pergi main ke makam Mbah Wali Jabat yang letaknya agak jauh dari makam.
Setelah duduk bersandar di kayu tiang penyangga... Panji menyulut sebatang rokok marlboro.
"Assalamualaikum Gus," ucap Nyai Sa'adah tiba - tiba.
"Waalaikumsalam Nek," jawab Panji,
"Nenek... Bikin kaget saja, datangnya, tiba - tiba uluk salam."
"Guu... Ini kopi panas untuk mu," kata Nyai Sa'adah lalu meletakkan talam berisi secangkir kopi, air putih dan beberapa iris roti,
"Gus... Nanti, kamu tidur di makam saja ya? Subuh - subuh kamu balik ke pondok."
"Iya Nek," jawab Panji,
"Panji juga ingin menyendiri, kata Kakek Jabat di suruh Uzlah. Oh iya Nek, nenek kan asli orang sini...? Apakah Nenek kenal sama gadis yang namanya Bela, yang rumah nya belakang pondok di ujung desa?"
"Iya Gus, nenek tau gadis itu," kata Nyai Sa'adah,
"Apa kamu mencintai gadis itu?"
"Iya Nek, aku mencintainya... Tapi dia tidak mencintai ku," ucap Panji berkeluh kesah,
"Cintaku bertepuk sebelah tangan." 😭😭😭
"Apa Gus percaya dengan apa yang akan Nenek katakan?" ujar Nyai Sa'adah.
"Percaya Nek," sahut Panji.
"Sebenarnya... Bela itu bukan jodoh mu! Walau beberapa tahun kedepan kalian sering bertemu... Kalian hanya sebatas sahabat baik.
Seandainya Gus dan Bela berpacaran menjalin hubungan Asmara... Pada akhirnya kalian tetap akan berpisah!
Yang ada dan yang tersisa hanyalah luka di hati kalian berdua."
"Lalu...? Bagaimana dengan masa depan Bela Nek? tanya Panji.
"Berkat kebaikan mu... Berkat bantuan keuangan dari mu, suatu saat Bela akan menjadi pengusaha yang kaya raya dan sukses! Tapi... Walau Bela sukses bergelimang harta... Dia tidak akan bahagia hidupnya," jawab Nyai Sa'adah.
"Mengapa bisa tidak bahagia Nek? Sedangkan Bela kaya raya dan sukses?" tanya Panji.
"Gus... Suatu saat nanti, kamu akan melihatnya sendiri, kamu akan membuktikan nya sendiri," kata Nenek Sa'adah.
***
Tak lama setelah Nyai Sa'adah pergi... Tiba - tiba ada uluk salam,
"Assalamualaikum Gus..."
"Waalaikumsalam," jawab Panji sambil memandang wajah Syeh Jamali,
"Apakah Kakek ini Syeh Jamali...? Yang pernah ziarah di makam ini seminggu yang lalu?"
"Iya Gus, benar. saya Syeh Jamali," kemudian duduk bersila di hadapan Panji.
"Oh iya Syeh, mengapa Syeh memanggil ku dengan kata Gus? Seperti Nenek Sa'adah, tanya Panji.
"Karna kamu memang Gus! Bukan Gus kaleng - keleng! Tapi Gus asli," jawab Syeh Jamali.
"Apa itu Syeh, artinya Gus?" tanya Panji.
"Gus itu sebutan nama belakang dari kata Bagus.
Jadi Gus itu artinya orang yang baik atau orang bagus," kata Syeh Jamali,
"Dan panggilan Gus itu biasanya di sematkan atau panggilan untuk anak keturunan dari kalangan keluarga Kyai atau Ulama."
"Ooh... Gitu ya Syeh," kata Panji,
"Oh iya... Apakah Syeh Jamali ini dari bangsa jin? Benarkah yang Syeh ucapkan seminggu yang lalu?"
"Banar Gus, saya ini dari bangsa jin," kata Syeh Jamali.
"Bisakah aku minta uang tunai 10 juta? Kalau Syeh bisa beri aku uang dengan jari telunjuk...! Berarti Syeh benar - benar bangsa jin," kata Panji.
"Jangankan 10 juta Gus...! 100 juta pun saya bisa berikan kepada Gus," kata Syeh Jamali kemudian jari tangan kanannya menunjuk lantai. Dan seketika ada uang tumpukan di atas lantai di depan Panji.
Melihat hal ini... Panji tidak terkejut sama sekali, karna Panji pernah melihat jin Akra juga melakukan hal yang sama.
Baiklah Syeh, aku percaya kalau Syeh itu bangsa jin,""kata Panji,
"Syeh sendirian saja? Kok tidak terlihat rombongannya?"
"Iya Gus, saya sendirian saja, aku ingin menikmati malam bersama Gus Panji, makanya saya sendirian," kata Syeh Jamali.
"Mengapa Syeh sering ziarah ke makam Kyai Jabat?" tanya Panji.
"Karna Kyai Jabat ini adalah guru mursid ku Gus," kata Syeh Jamali.
"Apa itu Syeh, artinya mursid?" tanya Panji.
"Mursid itu berasal dari kata irsyadah, yang artinya memberi petunjuk. Dengan kata lain... Orang yang ahli dalam memberi petunjuk terutama dalam bidang hal spiritual," jawab Syeh Jamali.
"Kalau aku lihat bentuk fisik makam Mbah Wali Jabat ini, sepertinya sudah ratusan tahun ya Syeh," ucap Panji,
"Lalu... Sejak kapan Syeh belajar ngaji sama Mbah Wali Jabat ini?"
"Kurang lebih... 300 tahun yang lalu Gus," jawab Syeh Jamali.
Mendengar ucapan Syeh Jamali... Panji terperanjat dan terkejut, lalu berkata,
"Yang benar Syeh!!? Sekarang Syeh umur berapa?"
"Umur ku 1900 tahun Gus," kata Syeh Jamali,
"Umur manusia dan umur bangsa jin itu beda Gus...
Kalau manusia itu standart nya 63 tahun, paling tua... 100 tahun, itu pun yang 100 tahun jarang, jika ada... Dia tidak bisa berbuat apa - apa seperti manusia umumnya," jawab Syeh Jamali.
"Jadi... Kyai Nuruddin, kyai Asbak dan kyai Najib itu keturunan ke berapa Syeh?" tanya Panji.
"Mereka itu keturunan ke 4 dari Kyai Jabat Gus," kata Syeh Jamali.
"Lalu... Siapakah gurunya Mbah Wali Jabat?" tanya Panji.
"Gurunya Mbah Wali Jabat adalah Mbah Wali Suro yang bergelar Syeh Ahmad Baidowi, yang berasal dari Kabupaten Nganjuk Jawa Timur," kata Syeh Jamali.
"Ayahku juga berasal dari Kabupaten Nganjuk Syeh! Insallah... Kalau aku ke Kabupaten Nganjuk aku akan ziarah ke makam nya Mbah Wali Suro," ujar Panji.
Walau Syeh Jamali menyebut nama Mbah Wali Suro atau Syeh Ahmad Baidowi... Panji remaja tidak mengetahui, kalau Mbah Wali Suro itu adalah kekek buyutnya dari 4 generasi.
Sebagai anak keturunan Mbah Wali Suro... Kyai Jabat yang notabene sebagai santrinya, sangat menghormati Panji, begitu juga dengan Syeh Jamali sangat menghormati Panji, karna Panji adalah anak keturunan dari Mbah wali Suro.
Namun... Panji tidak menyadari kalau dia di hormati sebab dia keturunan Mbah Wali Suro.
Panji juga tidak menyadari kalau dia di mudah kan urusan rejeki di pondok Meteor Garden... Itu berkat bantuan Kyai Jabat dan Nyai Sa'adah istrinya.
Malam terus berlalu... Panji pun tak terasa tertidur di area makam Mbah Wali Jabat hingga kesiangan tanpa solat Subuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
ACHMAD GOZALI
Lajut gus
2025-03-29
0
Nafi' thook
nanya beneran ini, sebenarnya ini nama asli atau hanya nama fiktif yang dipakai, Kang.
2023-03-01
0
Exselyn Jelita
ortu kang Panji GK nyariin ap ya....???🤔🤔🤔
2022-08-23
1