Malam itu Panji bersama teman - teman karibnya istirahat merebahkan badan di teras musollah. Sementara di kamar Kang Wawan, banyak santri senior melihat mulut Kang Wawan yang penyok tak bisa bicara... Kang Wawan menagis juga merintih kesakitan.
"Panji...! Setelah dari makam Mbah Wali Jabat... Kang Wawan lagi sakit aneh,"kata Kang Ujang,
"Tadi waktu di makam Mbah Wali Jabat... Katanya ada yang nampar mulutnya! Kasihan Kang Wawan, mulutnya perot ke samping, tidak bisa bicara! Kalau nicara kayak orang bisu... Kasihan dia, merintih kesakitan dan menangis."
"Biarin saja Kang, biar di rasakan," sahut Kang Subur,
"Orang pelit saja!! Sombong lagi! Mentang - mentang anaknya pengusaha kaya raya... Sama santri yuniornya bicara seenaknya, suka menghina lagi."
"Hahaha...! Gak boleh gitu Kang Subur! Gak baik, dosa!" ujar Kang Salim,
"Mari kita doakan Kang Wawan mulutnya penyok selamanya... Dan gak bisa bicara."
"Hahahaha!" Panji tertawa keras mendengar kata - kata Kang Salim.
"Kang Panji...! Kang Salim...! Sudah malam, jangan berisik," ujar santri senior dari dalam musollah.
"Seeet...! Jangan berisik kata Pak Raden," ujar Kang Subur sambil tersenyum.
Jam 12 malam... Tiba - tiba ada Kyai Asbak melihat keadaan Kang Wawan di kamar pondok. Setelah melihat keadaan penyakit Kang Wawan dengan teliti... Malam itu juga Kang Wawan di bawah ke rumah sakit Serang Banten oleh Kyai Asbak.
Setelah Kang Wawan di bawah ke rumah sakit... Di teras musollah, sambil tidur - tiduran... Para santri berbagi cerita tentang sakitnya Kang Wawan. Ada yang berkata bahwa Kang Wawan sakit karena mulutnya di tampar jin penungguh makam.
Mendengar obrolan santri senior... Panji menahan tawa sambil mulutnya di tutupi sarung.
Malam telah berlalu.
Seperti biasanya, setelah solat Subuh Panji ngaji jus Ammah sama Kang Subur teman karibnya. Setelah itu Panji menyapu dan mengepel rumah sang Kyai yang kosong. Setelah itu Panji membantu Bu Nyai Halimah.
Sambil mengantar es lilin dan kue... Panji berkata lirih,
"Mengapa ya...? Hari ini hati ku merasa senang sekali...? Merasa nyaman dan bahagia... Seperti ada yang aneh dalam diri ku ini? Dari tadi pagi waktu menyapu dan mengepel lantai rumah Kyai Nuruddin... Hati ini sering bicara sendiri dan telinga ku mendengar suara - suara yang aneh! Ya... Suara yang keluar dari dalam hati ku?"
Setelah membantu Nyai Halimah... Panji kembali ke pondok. Setelah Sslat Dzuhur berjamaah... Panji pergi sekolah Diniyah ke pondok Arrohman.
Di bawah pohon jambu Panji bertemu dengan ibunya Bela.
"Buk, Belanya mana?" tanya Panji.
"Neng Bela masih di rumah, belum kesini Kang Panji," jawab ibunya Bela,
"Bentar lagi pasti dia datang."
"Kang Panji... Terimakasih sebanyak - banyaknya ya... Atas kebaikan Kang Panji. Terimakasih telah di beri uang untuk operasi ayahnya Bela. Kang Panji mau minum apa?"
"Iya Buk, sama - sama, kembali kasih. Panji ingin minum es belewah saja. Buk... Mengapa Bela tidak sekolah SMA?" jawab Panji.
"Uang dari mana Kang Panji buat biaya sekolahnya?" ucap Ibunya Bela kemudian menyodorkan segelas es belewah,
"Sekolah itu biayanya mahal Kang Panji... Kalau Neng Bela sih! Kepinggin sekolah SMA seperti teman - temannya. Sayang sebenarnya kalau gak sekolah... Karena Neng Bela itu sangat cerdas! Di SMP NEGRI saja... Dia rangking dua."
"Sama kayak saya Buk! Saya di SMP rangking 42," kata Panji sambil tersenyum.
"Hai Kang Panji... Assalamualaikum," salam Bela.
"Waalaikumsalam," jawab Panji,
"Kamu terlihat tambah cantik saja Bela," kata Panji.
"Masak sich? Yang bener saja kamu Kang," ujar Bela kemudia duduk tak jauh dari Panji.
"Bener... Kamu terlihat cantik kalau di lihat dari sedotan es belewah ini," kata Panji sambil tersenyum.
"Hemmm...!" gumam Bela.
Suara bel sekolah berbunyi... Para santri bergegas masuk kelas.
"Buk... Di dalam amplop ini ada uang 10 juta, tolong belikan sepeda motor untuk Ayahnya Bela ya... Kalau sudah sembuh biar di pakai Ayahnya Bela untuk jualan sayur mayur di pasar. Sisanya... Buat memperbaiki rumah ya... Jangan lupa Buk, kamar mandinya di kasih atap dan pintu," kata Panji kemudian bergegas menuju kelas.
Sambil menerima amplop uang berisi 10 juta... Ibunya Bela tertegun berdiri sambil meneteskan air mata, lalu berkata lirih,
"Terimakasih ya Allah... Engakau telah menjawab doa ku, dengan mengirimkan malaikat kecil bernama Panji.
Bagaimana bisa Panji remaja mempunyai uang sebanyak ini...? Dan bagaimana Panji remaja mempunyai fikiran yang dewasa? Dia telah mengerti keadaan orang tuanya Bela."
***
Setelah beberapa saat belajar membaca dan menulis, tak lama kemudian bel berbunyi tanda sekolah Diniyah telah usai. Para santri putra putri pun satu persatu berhamburan keluar kelas. Begitupun dengan Panji perlahan - lahan melangkah kan kakinya keluar kelas.
"Panji... Kok lemes banget kelihatannya, kayak gak semangat jalannya," ujar Ustadzah Aisah yang berjalan di belakangnya.
"Ngantuk Ustadz," jawab Panji.
"Panji! Denger - denger katanya ada santri yang sakit ya di pondok Meteor Garden? Kabarnya mulutnya penyok habis di tampar jin di makam Mbah wali jabat, benar tidak,?!!!" tanya Ustadz Asiyah.
"Iya Ustadz, benar," jawab Panji sambil jalan beriringan dengan Ustadzah Asiyah,
"Ustadz... Saya duluan ya. Assalamualaikum."
"Iya Panji, hati - hati kalau menyeberang jalan. Waalaikumsalam," jawab Ustadzah Aisah.
Adzan Asar berkumandang... Panji dan para santri melaksanakan solat jamaah. Setelah itu Panji pergi ke ndalem, lalu menyapu halaman rumah sang Kyai. Ketika sedang menyapu halaman rumah sang Kyai... Tiba - tiba ada mobil sedan mewah berwarna hitam masuk dan parkir di halaman.
Dari dalam mobil itu keluar seorang laki - laki dan perempuan setengah tua,
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam Pak," jawab Panji.
"Saya Pak Rahmat dari Bogor Kang, saya ingin bertemu Pak Kyai... Apa pak Kyai nya ada?"
"Ada Pak, silahkan tunggu di teras rumah, biar saya panggilkan," kata Panji kemudian bergegas masuk ndalem lewat samping.
Tak lama kemudian,
"Assalamualaikum Kyai..."
"Waalaikumsalam Pak Haji Rahmat, silahkan masuk," ucap Kyai Nuruddin,
"Ayoo silahkan duduk."
"Iya Kyai, terimakasih," kata Pak Haji Rahmat pengusaha kaya raya asal Bogor,
"Kyai... Wawan putra saya, di vonis dokter terkena penyakit saraf rongga mulut. Menurut dokter... Kemungkinan sembuh itu sangat kecil sekali, dan Wawan akan mengalami cacat permanen. Bagaimana ini Kyai?
Kami sekeluarga sangat sedih sekali."
Sebagai pemimpin pondok pesantren... Kyai merasa bertanggung jawab atas apa yang di alami oleh para santrinya,
"Iya Pak Haji Rahmat, saya tau perasaan hati Pak Haji Rahmat sekeluarga... Saya baru saja pulang dari Jakarta, jadi... Saya baru saja mendapat laporan dari Ustadz Bakri ketua pondok, kalau Wawan lagi sakit dan okname."
"Ini kyai teh nya," ucap Panji sambi menaruh tiga gelas teh di atas meja.
"Silahkan di minum dulu Pak, Bu," kata sang kyai.
Diam - diam sang Kyai menerawang apa yang sebenarnya terjadi waktu Kang Wawan di makam Mbah Wali Jabat Kekek Buyutnya.
Setelah menerawang dengan teliti dan berulang - ulang... Dalam hati sang Kyai berkata,
"Yang menampar mulut Kang Wawan bukanlah bangsa jin, dia bangsa manusia? Tetapi... Siapa dia? Wajahnya samar - samar terlihat, tidak terlihat dengan jelas wajahnya? Wajah juga tubuhnya tertutup oleh cahaya yang terang! Berarti... Di makam Kyai Jabat ada seseorang yang ilmunya sangat tinggi sedang ziarah. Sebab musababnya... Kang Wawan ngomong menjelek - njelekkan Panji dan teman - temannya, setelah itu... Mulut Kang Wawan ada yang mengamparnya. Apa ini ada hubungannya dengan Panji ya...? Coba aku terawang Panji si santri mbeling itu."
Setelah beberapa saat menerawang Panji... Kyai berkata dalam hati,
"Mengapa setiap aku menerawang Panji selalu gagal? Tidak tembus! Sedangkan menerawang santri lainnya kok gampang dan cepat tembus? Aneh Panji ini! Sejak kapan tubuhnya di lindungi oleh cahaya kemilau? Perasaan kemarin lusa biasa saja!
Iya, iya... Bukankah Panji yang menyembuhkan Irmala putri Pak Haji... Mungkin Panji juga bisa menyembuhkan penyakit Kang Wawan.... Baiklah! Coba aku suruh untuk mengobati penyakit Kang Wawan."
"Kang Panji... Sini!" panggil sang Kyai,
"Berhenti dulu nyapunya."
"Iya Kyai," jawab Panji kemudian begegas mendekati sang Kyai yang berdiri di teras.
"Panji... Ayo masuk sini," perintah sang Kyai.
Setelah Panji duduk di kursi ruang tamu... Sang Kyai berkata,
"Panji... Kang Wawan sekarang sakit dan ngamar di rumah sakit, dia di vonis dokter kemungkinan kecil untuk sembuh, dan Wawan akan mengalami cacat seumur hidupnya," ucap sang Kyai,
"Kyai minta tolong sama kamu... Tolong obati Kang Wawan, siapa tau dengan doamu... Kang Wawan bisa sembuh."
Mendengar penuturan sang Kyai... Pak Haji Rahmat berkata,
"Ini siapa Kyai? Kok di suruh mengobati Wawan putra saya... Apa dia mampu?"
"Dia adalah Panji, Pak Haji... Dia adalah khadam saya, abdi keluarga saya," jawab sang Kyai,
"Insallah Panji bisa mengobati Wawan putra Pak Haji."
"Baiklah Pak Kyai, saya nurut saja sama Kyai yang lebih tau," ucap Pak Haji Rahmat,
"Kang Panji... Kalau Wawan putra saya sembuh... Kang Panji minta apa saja, akan saya beri... Asal saya mampu."
"Baiklah Kyai, atas perintah kyai... Panji mau mendoakan untuk kesembuhan Kang Wawan."
Setelah membaca surat Al Fatiha 1x Panji membaca Ya Hayyu Ya Qoyyum 7x, lalu berdoa doa Sapu Jagad "Robbana atina fiddunya Hasana" 3x, lalu di tiupkan ke dalam botol aqua.
Setelah itu... Panji pamit untuk melanjutkan nyapu halaman.
Tak lama kemudian... Pak Haji Rahmat pamit pergi ke rumah sakit untuk memberikan obat berupa air doa kepada Wawan putranya.
***
Ketika mengembalikan sapu lidih di dapur... Kyai berkata,
"Panji... Ini ada kue oleh - oleh untuk mu, bagi sama teman sekamarmu ya... Ini juga ada sarung dan baju takwa baru untuk mu."
"Iya Kyai," ucap Panji,
"Terimakasih."
"Oh iya... Waktu membaca doa untuk pengobatan Kang Wawan? Mengapa kamu tadi berdoanya kok hanya Robbana Atina Fiddunya Hasanah saja? Kok tidak di teruskan dengan Wa Fil Akhiroti Hasanah Waqina Adzabannar?" tanya sang Kyai.
Mendengar dan mendapat pertanyaan sang Kyai... Tiba - tiba hati Panji memberi tahu jawaban ke otaknya, lalu Panji menjawab,
"Robbana Atina Fiddunya Hasanah artinya "Ya Allah... Berilah kebaikan di dunia".
Jika seseorang itu di dunia hidupnya baik... Maka, di alam akherat dia pasti mendapat kebaikan, dan surga tempatnya Pak Kyai.
Jadi... Tidak usah berdoa minta kebaikan di akhirat dan minta di jauhkan dari api neraka.
Siapa yang berbuat kebaikan... Maka dia akan mendapatkan pahala.
Jadi... Kalau dia di dunia sudah baik... Pasti di akherat juga baik!
Kalau di tambahi Wa Fil Akhiroti Hasanah Waqina Adzabannar... Berarti orang yang berdoa tersebut, di dunia hidupnya tidak baik, banyak berbuat kesalahan dan dosa!
Makanya orang itu menambahi doanya."
"Ooh... Gitu ya!" gumam sang Kyai,
"Pinter juga kamu menafsirkan ilmu balaqoh."
"Barang siapa yang berdoa minta di jauhkan dari siksa api neraka... Itu menandakan kalau orang yang berdoa itu banyak melakukan kesalahan dan banyak berbuat dosa selama hidup di dunia.
Karena orang itu khawatir dan takut masuk neraka, akhirnya dia berdoa meminta di jauhkan dari siksa neraka, supaya di masukkan ke dalam surga.
Padahal... Janji Gusti Allah, siapa yang berbuat kebaikan... Dia akan mendapatkan pahala dan surga tempatnya.
Kalau orang masih berdoa minta di jauhkan dari neraka dan supaya di masukkan surga... Berarti orang itu meragukan janji Gusti Allah! Orang itu curiga? Berperasangka buruk kepada Gusti Allah... Suudzon kepada Allah!"
Mendengar kata - kata Panji... Sang Kyai sangat terkejut!
Kata - kata yang di ucapkan Panji adalah kritikan keras, juga telah menyinggung perasaan sang Kyai.
Setelah Panji pamit pergi ke pondok... Sang Kyai duduk terdiam sambil menikmati kepulan asap rokok juga memikirkan kata - kata yang di ucapkan Panji.
"Dari mana Panji bisa menjawab pertanyaan yang sederhana dengan jawaban ilmu hakekat? Dari mana Panji belajar ilmu balaghoh? Yang membuat ku heran... Panji sangat tenang dan berani menyampaikan pendapat di depan saya? Padahal... Santri senior saja gugup dan takut kalau bicara sama saya," gumam sang Kyai.
"Baru kali ini aku mempunyai murid yang aneh! Selama ini... Secara tidak langsung Panji mengatakan bahwa aku Kyai nya, gurunya, telah banyak melakukan kesalahan dan banyak melakukan dosa," kata sang Kyia lirih.
Adzan Magrib berkumandang.
Seperti biasanya, setelah solat berjamaah Panji ngaji jus Ammah sama Kang Subur.
Tak lama kemudian Adzan Isak berkumandang, para santri pun sudah banyak yang berkumpul di musollah.
Ketika solat berjamaah di mulai... Panji dengan santai berjalan menuju musollah.
Ketika berada di depan musollah... Tiba - tiba Panji mengambil sandal para santri yang sedang solat, lalu sandal itu di lempar - lemparkan ke arah halaman pondok yang banyak rumputnya.
Setelah melempar - lemparkan sandal... Panji ikut solat berjamaah di samping Kang Salim dan Kang Ujang.
Begitu selesai solat berjamaah... Para santri berhamburan keluar. Tak lama kemudian terdengar suara ribut - ribut mencari sandal masing - masing. Sementara Panji dan teman - teman karibnya cuek dan pergi ke warung Pak Slamet.
Malam itu Panji dan kawan - kawannya menikmati secangkir kopi dan kue pemberian sang Kyai. Tiba - tiba banyak santri yang datang ke warung.
"Kang Soleh! Kok gak ngaji ihya'? tanya Kang Salim.
"Libur ngajinya, Kyai nya pergi ke rumah sakit menjenguk Kang Wawan," jawab Kang Soleh.
Sambil membawa secangkir kopi dan sandal jepit baru... Kang Soleh berkata,
"Kurang ajar anak - anak itu!!! Sandal ada yang nyembunyiin, terpaksa beli sandal baru."
Malam terus berlalu... Panji dan kawan - kawannya istirahat di teras musollah. Seperti biasanya, setelah solat subuh Panji ngaji kemudian menyapu dan mengepel rumah sang Kyai.
Setelah membantu Nyai Halimah... Panji kemudian mandi dan ganti baju baru sarung baru pemberian sang Kyai.
Tanpa menunggu Adzan duhur... Panji bergegas pergi menyebrang jalan, dan menuju rumah Bela yang berada di ujung desa.
"Assalamualaikum," ucap Panji
"Waalaikumsalam Kang Panji," jawab Ibunya Bela,
"Bela lagi ganti baju, ayo masuk, duduk dulu... Bentar ibu panggilkan dulu."
"Ee... Kang Panji! Tumben, ada apa kok cari aku?" kata Bela kemudian duduk.
"Ya kangen saja sama kamu," kata Panji santai.
"Anak santri... Biasanya suka minum kopi," kata Ibunya Bela, kemudian menaruh segelas kopi hitam di meja,
"Silahkan di minum Kang Panji."
"Iya Buk, terimakasih," ujar Panji,
"Ayah kemana Buk, kok gak kelihatan?"
"Ayahnya Bela lagi istirahat berada di rumah sakit, besok kata dokter mau operasi," jawab Ibu Bela,
"Doakan ya Kang Panji... Agar operasinya lancar dan Ayahnya Bela sembuh."
"Aamiin," ucap Panji.
"Ya sudah, ibu ke dapur dulu, mau melanjutkan masak."
"Buruan ya Buuk masaknya, Panji lapar ingin makan di sini," ucap Panji.
"Hemmm... Ada tamu kok minta makan," kata Bela sambil sewot,
"Tumben kamu ganteng dan rapi hari ini? Biasanya kayak tukang angkut pasar."
"Hahahaha... Kamu orang yang ke 700 yang bilang aku ini ganteng," kata Panji tertawa,
"Bela... Kata Ibumu, kamu ingin sekolah SMA? Apa benar itu?"
"Iya sih, kepinggin," ucap Bela.
"Emang kamu yang mau bayari biaya sekolahku?" tanya Bela sambi tersenyum,
"Gak apa - apa kalau kamu mau biayai aku sekolah hingga lulus."
"Bela... Ajak Kang Panji makan siang bersama, habis itu kamu pergi sekolah Diniyah," ucap Ibunya Bela.
"Iya Bu," jawab Bela kemudian mengajak Panji ke dapur untuk makan siang bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Nafi' thook
hahaha ...kang panji gemesin ya. kalau saya sering banget godain kang-kang pondok yang alim, yang jarang bicara. kalau yang bicaranya banyak nggak berani saya. takut.
Kalau alim kan beda, paling senyum terus berlalu pergi
2023-03-01
0
fifi
keren
2021-11-30
1
Hasya Zanitha
bola bali ne bocah iseng n beling seneng banget ngusulin koncone
2021-09-25
1