"Ya Allah, bangunkan aku, jika ini hanyalah mimpi. Baru beberapa tahun aku merasakan ketentraman dalam rumah tangga. Meskipun aku baru saja merasakan luka kembali saat mendapat telepon darinya. Tetapi, harus aku sadari, bisa jadi ini salahku. Salahku belum menjadi istri yang baik baginya. Ya Allah, mengapa kejadian seperti ini? Ya Allah, berikan aku kesempatan untuk meminta maaf kepadanya, izinkan aku berbicara padanya. Pada suamiku. Mas, bertahanlah! Aku datang," batin Fira.
Fira terus berlari mengejar perawat yang tengah membawa suaminya ke ruang operasi. Ia tidak peduli pada sekitar yang memperhatikannya. Wajah ayu itu kini menjadi murung dan berderai air mata. Fira sekuat hati dan berharap suaminya tidak akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Tatkala tiba di ruang operasi, Fira dihadang dua perawat supaya menunggu di luar ruangan gawat darurat saja. Namun, ia bersikeras dan sempat berdebat dengan dua perawat untuk mengetahui kondisi Kirsandi. Dua perawat tampak menyerah dengan Fira yang sedang histeris. Seorang dokter keluar dari ruangan dan memberi pengertian kepada Fira agar pemeriksaan Kirsandi berjalan dengan lancar.
"Nyonya ingin suaminya baik-baik sajakan?" tanya dokter menegaskan.
"Iya! Ta-tapi ..." Ucapan Fira belum selesai.
Dokter itu memotong pembicaraannya. "Ya, sudah, biarkan kami menanganinya dan Nyonya banyak berdoa saja. Kalau ada kabar baik darinya, kami segera sampaikan kepada Anda."
Dokter itu membalikkan badan dan kembali ke dalam ruang operasi bersama dua perawat tadi. Sementara hati Fira kalut dan pilu beradu menjadi satu. Air mata membanjiri dua pipinya. Hatinya benar-benar diselimuti rasa duka.
Fira duduk di depan ruang gawat darurat. Saking pilunya, ia menutupi wajah dengan kedua telapak tangan. Tidak bisa terbendung kesedihan yang dirasakannya. Tubuhnya seketika gemetaran hingga sempoyongan. Setiap orang yang lewat di sana merasa iba melihat tingkah Fira seperti itu.
Sudah dua puluh menit, belum ada tanda apapun dari dalam ruangan pemeriksaan. Meski tangisan Fira mulai mereda, tapi hatinya masih cemas. Wanita bergamis cokelat itu terus menatap jam dinding di rumah sakit. Ia masih menunggu kabar dari dokter saat keluar dari ruang operasi nanti. Berharap Kirsandi tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Terlihat keluarga Fira dan Kirsandi berjalan di sepanjang koridor rumah sakit untuk menghampiri Fira. Di antara itu, ada dua anak laki-laki. Wajah polos dua bocah laki-laki itu menampakkan kesedihan atas insiden yang menimpa ayahnya. Melihat sang mama tampak sangat gelisah, dua anak laki-lakinya lantas menghampiri Fira.
Si bungsu, Zema yang masih satu tahun sedang belajar jalan juga ikut lari kecil bersama sang kakak, Zayn yang berusia lima tahun.
Fira mendongak. Sorotan mata itu sayu menatap kepada dua putranya. Ia menyambut Zayn dan Zema dengan pelukan hangat. Zayn dan Zema juga membalas pelukan dari mamanya.
Tangisan Fira menjadi pecah, ratapan hatinya tidak karuan. Dua anak laki-laki tadi juga ikut menangis dan merasakan duka yang dirasakan mamanya. Di tengah-tengah mereka, keluarga juga merasakan duka, meminta Fira untuk tetap tenang dan sabar.
"Gimana keadaan Ayah, Ma?" tanya putra sulungnya sembari menyeka air mata di pipi mamanya.
"Mama tidak tahu. Mama hanya bisa berserah diri kepada Allah," jawab Fira kembali terisak-isak.
Bryan mendekat dan memeluk kakaknya yang dirundung kesedihan. Pemuda itu merogoh saku untuk mengambil sebuah tasbih kemudian diberikan kepada Fira.
"Tenangkan hati Kak Fira. Aku bawain tasbih buat Kakak. Saat ini, Kakak butuh pertolongan dari Allah. Yang bisa menolong Mas Kirsandi sekarang hanya Allah melalui perantara dokter," ujar Bryan membelai kepala Fira yang berbalut kerudung.
"Maafkan ucapan Bapak. Bapak menyesal, ucapan Bapak di telepon tadi benar-benar keterlaluan, menjadikan Kirsandi mengalami kecelakaan seperti ini," ucap Fatih mendekati putrinya, kemudian menyeka air mata yang membasahi pipi putrinya.
"Bapak enggak salah, mungkin ini sudah tertulis, Pak. Jangan menyalahkan diri sendiri seperti itu. Sekarang doakan Mas Kirsandi agar lekas membaik," ucap Fira sesenggukan.
Fatih merangkul putri sulungnya dengan penuh kasih. "Iya, Nak."
***
Seorang dokter keluar dari ruang pemeriksaan. Mata sang dokter itu sangat tegang. Ia pelan-pelan menghampiri Fira seakan ada sesuatu yang harus disampaikan tentang kondisi Kirsandi. Fira bergegas menghampiri dokter itu. Ia sudah tidak sabar ingin mendengar kondisi suaminya sekarang.
Dokter dan Fira saling berhadapan, dokter tidak bisa menyembunyikan wajah yang tegang dan murung. Pria berkacamata bening itu sesekali menggelengkan kepala. Sepasang mata Fira yang bulat itu masih menyisakan genangan air mata. Berharap masih ada keajaiban untuk suaminya. Kirsandi.
Dokter sesekali menghela napas sebelum berbicara kepada Fira lantas bertanya, "Anda istrinya 'kan?"
"Iya, saya istrinya. Bagaimana kondisi suami saya, Dok?" ujar Fira berbalik tanya ke dokter.
"Suami Anda sudah siuman. Saat ini dia ingin berbicara penting kepada Anda. Ta-tapi, kemungkinan dia akan ..."
"Alhamdulillah, di mana Mas Kirsandi? Saya akan bertemu dengannya." Tanpa mendengar penjelasan dokter sampai selesai, Fira langsung menemui Kirsandi di dalam ruang operasi.
"Nyonya itu," geram dokter seraya menepuk jidat lantas berkata, "saya belum selesai berbicara, justru dia langsung menemui suaminya. Padahal suaminya sedang sekarat kemungkinan besar akan menemui ajalnya."
"Mas Kirsandi!" sapa Fira senang menemui suaminya sembari memeluknya. "Alhamdulillah, Mas sudah siuman, aku jadi senang. Pasti Zayn dan Zema ikut senang jika Ayahnya baik-baik saja."
Fira melepas pelukan dan senyum merekah melihat Kirsandi sudah siuman. Berbeda dengan Kirsandi hanya datar dan pucat, tidak berdaya di atas kasur.
"Aku sedang tidak baik-baik saja, Dik Fira," kata Kirsandi bersuara serak basah.
"Mas enggak boleh ngomong gitu. Semangat! Mas, percayalah aku sudah memaafkanmu. Justru aku yang minta maaf, aku belum bisa jadi istri yang baik untuk Mas."
Mimik wajah yang tadinya senang karena Kirsandi siuman, kini Fira merasa menyesal seraya menggenggam tangan Kirsandi.
"Justru aku yang minta maaf padamu karena selalu melukai perasaanmu. Aku belum bisa menjadi suami yang baik untukmu. Pun belum bisa menjadi Ayah yang baik untuk anak-anak," lirih Kirsandi di tengah masa sekarat. Napasnya terasa sesak di dada itu masih bisa membelai pipi Fira yang basah karena air mata.
"Mas, bicara apa sih?" tanya Fira.
"Dengarkan aku dulu, sepertinya aku tidak akan lama lagi. Tolong, jaga anak-anak dengan baik. Jadilah Mama yang kuat dan baik untuk anak-anak. Bahagiakan dua anak kita. Aku yakin kamu orang kuat dan penuh kasih sayang," jawab Kirsandi.
Fira mendesis, "Mas ..."
"Satu lagi, untuk menembus rasa bersalahku padamu, aku sudah ikhlas jika kamu menikah lagi dengan pria lain. Aku tahu, di surga kelak, kita tidak bisa bersama, tapi kamu pasti bersama dengan suamimu nanti. Kamu adalah wanita baik dan pantas mendapatkan laki-laki yang baik pula. Bukan seperti aku yang selalu menyakitimu. Kamu dan anak-anak berhak bahagia bersama laki-laki yang akan menjadi imam kalian kelak. Titip anak-anak. Aku yakin ada seorang yang akan membahagiakanmu dan anak-anak."
"Mas, kenapa bicara seperti itu? Aku ingin bersamamu, kita perbaiki rumah tangga dengan cinta lagi. Membentuk keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Jangan berbicara yang tidak-tidak, Mas!"
"Sudahlah, itu pesan terakhirku. Dan, sekarang ... uhuk, uhuk, uhuk." Kirsandi menutup mulut dengan tangan kanannya hingga darah mengalir keluar dari mulutnya.
Fira seketika mengambil tisu dan membersihkan darah dari mulut Kirsandi. "Mas, ya Allah, kenapa mulut Mas keluar darah banyak? Mas pasti bisa sehat, ya. Semangat!"
"Fira, tolong bantu aku mengucapkan dua kalimat syahadat," pinta Kirsandi.
Fira berupaya pikiran positif. "Mas, Mas pasti bisa sembuh!"
"Kamu istri yang paling baik. Tolonglah!"
Fira mendekat ke telinga kanan Kirsandi. Batinnya kian pilu saat Kirsandi ingin dibantu mengucapkan dua kalimat syahadat. Fira mulai mengembun hingga kembali membasahi pipi. Genggaman kedua tangan dua sejoli begitu erat. Hati terasa berat untuk meninggalkan dan ditinggalkan selamanya.
Walaupun rumah tangga mereka sempat diterpa prahara, tapi mereka juga pernah merasakan manisnya cinta. Firasat Fira sudah terasa pasti sebentar lagi Allah akan menjemput sang suami. Separuh jiwanya akan menemui Sang Illahi. Mau tidak mau, ia harus berlapang dada atas suratan takdir ini.
Pada saat Fira membantu mengucapkan dua kalimat syahadat, Kirsandi pun mengikuti. Mengucapkan dua kalimat syahadat itu belum sampai selesai, Kirsandi perlahan memejamkan dua mata. Alat pendeteksi jantung pun mulai menunjukkan jika jantung Kirsandi sudah tidak ada kehidupan.
Fira memekik memanggil dokter. Dua dokter dibantu tim perawat segera mengecek detak jantung dan denyut nadi Kirsandi. Takdir berkata lain, Allah lebih sayang Kirsandi. Salah seorang dokter menggelengkan kepala, menandakan kondisi Kirsandi sudah tiada.
"Maaasss!" teriak Fira semakin histeris hingga suaranya menggema luar ruangan.
***
Yuk, dukung terus novel Energy Of Love 1 dan 2 karya Famala Dewi ini. Bagaimana cara dukungnya? Dengan cara sukai (like), vote, dan kasih rating (bintang 5). Rekomendasikan novel Energy Of Love 1 dan 2 ini ke keluarga, sahabat dan kerabat kalian, ya. Kamsahamnida. Saranghaeyo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
UPUK BARAT
mati saja lah
2022-10-14
1
YuliYaya
Cukup dewasa untuk anak usia 5tahun, bisa mengerti situasi yang terjadi
2022-09-22
1
ehem
Pasti Fira sedih banget, di tinggal pas lagi sayang²nya🗿🗿
2022-03-09
3