His Marriage

His Marriage

chapter 1

Pukul 19.34 malam, Ichihiro tiba di rumah. Alisnya bertaut mendapati rumahnya dalam keadaan gulita. Ichihiro berjalan menuju saklar dan menyalakan lampu. Membuat ruangan yang semula gelap kini tersinari cahaya. Matanya menyapu penjuru rumahnya yang luas. Berharap netranya menangkap seorang wanita yang sudah menjadi pendamping hidupnya datang untuk menyambut—seperti dulu. Namun nihil. Rumahnya sepi dan itu berarti istrinya tidak di rumah. Ichihiro berjalan pasti semakin masuk. Dia haus dan butuh asupan mineral segera. Membuka pintu kulkas dan mengambil botol mineral didalamnya, Ichihiro menuang air dingin itu kedalam gelas bening kemudian meminumnya sampai setengah. Ichihiro meletakan bekas gelasnya di meja dan membuka penutup saji. Ia lapar karena belum sempat makan dari sejak siang tadi, hanya dua lembar roti dan secangkir teh menemani makan siangnya-- sesaat sebelum menemui investornya ke lokasi proyek, dan saking padatnya jadwalnya hari ini, Ichihiro lupa menyuplai nutrisi ke tubuhnya, namun sekarang mata arangnya hanya menemukan kehampaan.

"Aku pulang."

Seruan itu terdengar bersamaan langkah kaki memasuki rumah.

"Dari mana kamu?" tanya Ichihiro. Matanya turun menatap kantung-kantung di tangan istrinya. Ada siratan tak suka di hati Ichihiro kemudian, melihat banyaknya kantung yang di bawa sang istri.

Wanita itu berjengit sesaat. Sempat tak menyadari keberadaan Ichihiro semula.

"Oh sayang, kau sudah pulang?" wanita itu tersenyum manis.

"Aku tanya dari mana kamu?" ulang Ichihiro, nadanya berubah dingin. Wanita itu sedikit menukik alisnya, ada sirat tak suka dari ekspresi yang di perlihatkan. Mengingat suaminya bertanya dengan tampang tak mengenakkan.

"Aku habis dari mall, shopping. Tadi di sana banyak diskon." jawabnya santai didalam nada datarnya.

".....memang kenapa?." lanjutnya heran. Tidak biasanya. Ini yang membuatnya tak menyukai suaminya pulang lebih awal. Alasannya sudah pasti, dia tidak suka suaminya menanyainya seperti sekarang. Salahnya juga, seharusnya dia pulang lebih awal.

"Kau boleh menghabiskan uangku demi menyalurkan hobimu itu. Tapi kau juga harus memenuhi—"

"Ya ya ya aku tahu," selanya.

"Maaf, aku tadi lupa."

Ichihiro menahan napasnya. Hanya karena kata 'maaf' yang di selipkan sang istri, Ichihiro selalu tak berdaya untuk melanjutkan ketegasannya. Begitulah cinta yang terkadang dengan mudahnya menelan akal sehat hingga mudah luluh terpedaya.

Wanita itu menatap sekilas jam mewahnya yang berwarna keemasan.

"Aku ke kamar dulu, sayang. Mau cobain baju-baju ini." Memamerkan kantung belanjanya begitu antusias lalu tanpa menunggu respon suaminya lebih jauh, wanita itu beranjak menaiki tangga.

" Shiori aku lapar dan aku ingin makan." ucap Ichihiro menghentikan langkah istrinya. Shiori, istri Ichihiro menoleh dengan dahi sedikit terkerut.

"Kau belum makan? Baiklah, aku akan order delivery resto langganan kita. Oh ya kau mau pesan apa?" Shiori mengambil ponselnya di dalam tas mahalnya. Ibu jari lentiknya bersiap memijit digit nomor.

Geligi Ichihiro tergigil. Marah melihat keacuhan Shiori yang luar biasa.

"Aku ingin kau yang memasak. Sebagai istri—" desisan rendah terdengar dari suara Ichihiro.

"Oh ayolah sayang, ini sudah malam. Dan aku juga sudah mulai mengantuk." sela Shiori yang buta situasi atau memang tak terlalu ambil perduli akan wajah Itachi yang mulai memerah. Wanita itu menguap kecil, di buat-buat.

"....sudah ya aku ke kamar dulu, mau bobok. Dah sayang~" lanjutnya. Lalu berlari kecil menaiki tangga menuju lantai dua. Di mana letak kamarnya dan Ichihiro berada.

Wajah Ichihiro kian memerah. Dia sangat marah akan semua ucapan dan tingkah istrinya. Giginya bergelematuk kuat. Kakak adik sama saja, hanya memoroti uangnya. Siang tadi adik istrinya datang ke kantornya hanya untuk meminta uang jutaan yang katanya untuk modal usaha. Ichihiro berikan dengan percuma. Tiba di rumah pun Ichihiro harus melihat bagaimana istrinya sudah menghamburkan uangnya hanya untuk menyalurkan hobi shoppingnya.

Ichihiro benci dan muak.

Kalau saja dia tak mencintai Shiori. Tentu sudah sedari dulu dia meninggalkan wanita itu. Belum lagi mertuanya yang tak kalah matrealistis dari dua pirang bersaudara itu. Ada saja alasan mereka untuk meminta uang. Anehnya dia tidak pernah menolak permintaan mereka.

Sebenarnya Ichihiro sudah tidak tahan berumah tangga dalam ketidak harmonisan seperti ini. Ingin rasanya Ichihiro menceraikan Shiori. Tapi apa dia bisa? Apa dia sanggup? Dia terlalu dan sangat mencintai wanita itu.

Cinta ini memang menyiksanya tapi apa daya hati sudah terlanjur bertaut kuat.

Ichihiro menarik napas dalam, dan menghembusnya perlahan, berusaha menormalkan emosinya yang tengah menghambur.

Ichihiro beranjak menuju kamarnya. Mungkin istirahat sebentar bisa menetralkan emosinya sekaligus melepas kepenatan, begitu pikirnya.

Emosi Ichihiro yang sudah sedikit turun kini kembali menanjak begitu matanya tersuguh pemandangan tak mengenakkan di kamar.

Semua itu di sebabkan oleh pakaian istrinya yang bertebaran di tempat tidur dan lantai. Mungkin kalau itu baju lama istrinya, Ichihiro tidak akan semarah ini. Tapi ini baju yang tadi baru di beli istrinyalah yang berserakan dan bukannya di bereskan ke lemari.

"Apa-apaan ini Shiori?" Ichihiro memandang istrinya yang tengah memadu-padankan pakaian ke tubuhnya didepan cermin sebelum melemparnya sembarangan ke lantai dengan alis menukik.

Shiori menoleh dan memandang Ichihiro. Ichihiro berjalan masuk mendekat dengan decit pantofel di lantai. Menandakan seberapa keras Ichihiro melangkah.

"Kenapa kau membuang bajumu," mata Ichihiro yang hitam legam berkilat.

"Baju itu jelek dan modelnya hampir sama dengan yang sudah kupunya."

"Kalau kau merasa begitu untuk apa kau membelinya Hah?!"

Ichihiro mencengkram lengan Shiori kuat. Sangat kuat sampai Shiori meringis di buatnya.

"Ugh sa-sakit...," Rintihnya. Ichihiro mengindahkan.

"Kau pikir mudah cari uang heh? Seenaknya kau membuang baju yang kau beli? Menghamburkan uangku. Kau pikir semua itu kertas!" Desis Ichihiro teramat marah.

"Sakittttt." Shiori menepis kasar tangan Ichihiro. "....baju itu kuno. Aku tidak mau!!" Serunya.

"Kalau kau tidak menyukainya. Kenapa kau membelinya!"

Shiori melipat tangan di dada.

"Oh...jadi begitu," judesnya.

"Kau sekarang sudah mulai hitung-hitungan denganku hem? Istrimu sendiri, Ichihiro!" raungnya. Ichihiro mengedip sekali. Kemarahan itu turun satu level.

"Uang segitu kau mudah mendapatkannya, dan kau sampai semarah ini padaku hah?!!" lanjutnya masih berseru. Shiori menatap berang belanjaannya kemudian memandang Ichihiro dengan raut teramat kesal. Dia lelah seharian mengitari mall dan sekarang suaminya malah mengajaknya bertengkar.

"Baik, aku akan menggantinya kalau begitu," ketegasan itu menyala dari matanya. Berlagak mempunyai sesuatu untuk menggantinya.

"Shiori...aku.."

"Cukup! Kau memang sudah tidak sayang padaku lagi Ichihiro," wanita itu terisak pelan. "Kalau begitu baiklah, mungkin lebih baik aku tidur di kamar lain saja. Kau keterlaluan Ichihiro," raut kecewa sekaligus sakit hati Shiori tunjukan membuat Ichihiro kian merasa bersalah.

Shiori bergerak hendak meninggalkan kamar.

Ichihiro yang tadi sempat terpaku tersadar dan mengejar untuk menghadang istrinya.

"Shiori maafkan aku. Aku tau aku keterlaluan," tangan Ichihiro bergerak menangkap pipi Shiori. Ibu jarinya mengusap pipi halus itu lembut. Terlalu halus. Ichihiro sempat mengeryit, berapa biaya perawatan yang Shiori lakukan untuk melakukan semua itu, pikir Ichihiro sekejap.

"Maafkan aku," bisik Ichihiro lagi bergerak maju, niatnya hendak mencium istrinya. Tapi Shiori mengelak dengan buang muka.

Wanita itu menurunkan tangan Ichihiro. Memandang Ichihiro sebentar kemudian berjalan melewati.

"Shiori..."

Lagi-lagi langkahnya terhenti. Ichihiro mendekapnya dari belakang. Menopang dagunya di pundak Shiori.

"Jangan....jangan tidur di kamar lain. Temani aku disini. Aku...aku menginginkanmu...malam ini," bisik Ichihiro. Hidungnya menepel di perpotongan jenjang lehernya dan mengendus baunya. Menciptakan ketenangan tersendiri namun hanya sesaat, karena istrinya justru memberi penolakan atas dirinya.

"Aku lelah...," Shiori melirik Ichihiro sebentar.

"Dan kau membosankan."

Bagai tertikam sebilah pisau. Hati Ichihiro begitu sakit hingga dirinya hanya bisa diam bergeming dan membiarkan Shiori berlalu begitu saja kemudian menutup pintu kamar mereka dengan bunyi bedebum.

Ichihiro akui, beberapa kali percintaan mereka Shiori memang sering mengeluhkan kalau dirinya katanya loyo ketika berada di ranjang. Itu memang benar adanya dan Ichihiro tak menyangkal. Selain rutinitas kerja yang terus di jalaninya, juga banyaknya pikiran yang mendera acap kali membuat Ichihiro kehilangan mood bercintanya. Tanpa di minta semua itu menguap begitu saja. Tentu hal itu sangat mengganggu dan pastinya telah mengecewakan Shiori.

Ichihiro merasa tak bergairah ketika bercinta dengan istrinya. Kapan itu terjadi persisnya. Ichihiro tidak tahu, apakah ada yang aneh dengan dirinya hingga begitu sulit untuk bergairah Sungguh, sesuatu yang terasa mengherankan untuk Ichihiro rasakan sendiri. Padahal Shiori sudah tampil begitu menggoda.

"Apa sekarang aku sudah menjadi pria...impoten," Ichihiro bergumam. Dan ngeri sendiri atas apa yang di ucapnya. Ichihiro menggeleng menyangkal. Karena memang pada kenyataannya, dia pernah melakukan itu dengan beberapa tunasusila di kelab yang di datanginya. Dan Ichihiro merasa dia masih normal dan punya gairah yang bagus. Dia masih menyukai dada dan lembah milik wanita. Yang membuatnya aneh hanya mengapa dia tak bergairah lagi saat bersama Shiori. Apa perasaanya pada Shiori sudah mulai memudar. Tapi itu tidak mungkin, dia yakin dia masih sangat mencintai Shiori. Dan hal lainnya yang begitu di inginkannya adalah segera mendapatkan keturunan untuk melanjutkan generasinya. Tapi jika terus seperti ini, bagaimana dia bisa memiliki itu. Pernikahan mereka sudah berlangsung 4 tahun. Shiori memang pernah hamil hanya saja umur embrio itu tidak berlangsung lama. Dan sejak kejadian itu Shiori mulai sedikit berubah. Dia tak sehangat seperti saat mereka berpacaran. Begitupun Ichihiro yang mulai mencari pelampiasan atas keacuhan Shiori. Dan itu terjadi pada Ichihiro sejak setahun terakhir.

Paginya Ichihiro turun ke lantai bawah dengan penampilan telah rapi pekerja kantor berikut tas kerja di tangan dan berjalan menuju meja makan.

Ichihiro sengaja menutup keras tudung saji saat begitu jelas di dalamnya tidak ada sedikit pun sajian yang di sediakan untuknya. Bukankah semalam dia sudah bilang kalau dirinya lapar. Tapi kenapa paginya istrinya masih belum juga memasak dan malah asik memakaikan kutek ke kukunya di ruang keluarga. Tanpa pamit Ichihiro melengos acuh pergi begitu saja. Hal yang baru pertama kali di lakukannya. Biasanya Ichihiro akan tetap menyimpan itu didalam walau hati luar biasa kecewa. Mungkin kini sudah ambang batasan kesabaran Ichihiro.

Shiori sempat kaget saat mendengar benda di banting. Lalu menatap arah suara. Dia sempat mematung melihat suaminya menatap tajam padanya. Matanya membara emosi membuat naluri ketakutan Shiori timbul alamiah. Wanita itu hanya mampu terdiam walau rasa ngeri merambatinya. Dan saat suaminya berlalu begitu saja, diam-diam Shiori menelah napas kelegaan. Memandang arah kepergian suaminya. Seiya menaikkan sebelah alis sebelum perlahan rasa rilaks kembali di dapatinya. Wanita itu mengangkat bahu acuh, dia tak merasa kesal akan acuhan Ichihiro dan malah mensyukuri tindakan suaminya. Itu lebih baik. Dia tak mau bertengkar lagi dengan suaminya di hari yang masih cerah di pagi ini. Shiori kembali pada kegiatannya semula, mengecat kuku indahnya dengan senyum di bibir yang menyenandung kecil.

Terpopuler

Comments

Maya AL Fadl

Maya AL Fadl

awal yg bagus

2021-04-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!