Misteri Rumah Putih
Seorang gadis lulusan S1 Pendidikan Agama Islam. Seorang gadis yang bersedia mengabdikan dirinya sebagai guru di desa. Seorang gadis desa yang menuntut ilmu di kota besar dan kembali ke desanya untuk membangun desanya yang masih dengan serba keterbatasan.
Cita - citanya hanya ingin desanya maju dan berkembang. Hal yang dari dulu dia impikan. Semoga segera terlaksana.
Aisyah nama gadis itu. Gadis cantik dan sholeha yang menjadi kembang desa. Gadis santun yang selalu dielu- elukan pemuda desa. Tak kerap bapak - bapak dan para singgle boy lainnya.
Aisyah bukan anak dari orang tua kaya raya. Tetapi kedua orang tuanya adalah orang yang cukup. Aisyah juga anak tunggal dari kedua orang tuanya. Kedua orang tua Aisyah sangat mendukung dalam pendidikan anaknya. Karena pemikiran orang tuanya juga sudah modern.
Malam ini malam jumat. Adzan maghrib berkumandang. Takbir sudah mulai menggema. Rayina segera bergegas pergi ke surau yang agak sedikit jauh dari rumahnya.
" Bu, Pak. Mari" ajak Aisyah kepada kedua orang tuanya.
Mereka bertiga segera menuju surau. Banyak warga desa yang berduyun - duyun pergi ke surau untuk beribadah. Bahkan ada yang agak jauh dari surau pun tetap berangkat menuju surau untuk melaksanakan ibadah berjamaah.
Selesai sholat maghrib biasanya Aisyah mengajar ngaji anak - anak desa. Bersama kedua orang temannya Salma dan Harun.
Mereka mendapatkan upah dari beberapa orang tua yang mampu memberikannya. Awalnya mereka menolak untuk di bayar. Karena mereka tahu perekonomian warga di desanya sangat minim.
Hal itu mendorong Aisyah ingin segera mengajukan proposal pendirian TPQ di desanya.
Tentu saja banyak orang yang mendukung rencananya itu. Aisyah semakin mantab dalam pengajuan proposal. Semakin banyak anak yang mengaji disurau.
Biasanya anak - anak mengaji seusai maghrib dan seusai sholat isya'mereka baru akan pulang. Setelah usai sholat isya' terdengar suara petir menggelegar dengan dahsyatnya.
*jedaaaaarrrrrr
jedeeeeerrrrrrr*
Semua anak - anak terperanjat.
" Lahaulawalaaquwwataaillabillahil'aliyyil 'adziim" Aisyah menyebut.
" Kak Aish, takut.. takut .." semua anak - anak panik dan sangat ketakutan.
Tak lama hujan lebat beserta angin turun dengan dahsyatnya.
"Allahumma shoyyiban nafi'an" ucap Aisyah.
" Ya sudah kemarilah semua, kita bersolawat saja ya. Sekalian nunggu hujan reda. Karena sangat bahaya jika kita pulang saat ini. Bagaimana?" pinta Aisyah lembut.
Semua duduk rapi dan segera bersholawat.
"Alloohumma sholi sholaatan kaamilatan wasallim salaaman taamman 'alaa sayyidina muhammadinil ladzii tanhallu bihil 'uqodu wa tanfariju bihil kurobu wa tuqdhoo bihil hawaa-iju wa tunaalu bihir-roghoo-ibu wa husnul khowaatimi wa yustasqol ghomaamu bi wajhihil kariimi wa 'alaa aalihii wa shohbihi fii kulli lamhatin wa nafasin bi 'adadi kulli ma'luumin laka" semua bersenandung sholawat.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukil sembilan malam. Tetapi hujan belum reda juga. Masih sedikit gerimis. Ada beberapa orang tua yang sudah berdatangan menjemput. Sedangkan yang lainnya belum ada.
Aisyah berinisiatif untuk membagi kelompok. Karena masing - masing anak banyak yang hampir sama arah pulangnya.
Ada yang satu kelompok dengan Aisyah. Ada yang satu kelompok dengan Salma dan ada yang satu kelompok denga Farhan. Semua bergandengan. Berjalan rapi dan pelan - pelan.
Semua mengikuti arahan dari Aisyah. Semua sangat takut. Disamping jalanan yang sangat becek, suasana desa sangat mencekam. Lirih - lirih terdengar suara orang berjalan yang mendekat.
" Tidak usah dihiraukan ! terus berjalan. Jangan lupa baca surat - surat pendek" perintah Aisyah.
Aisyah menyadari desanya masih sangat kental dengan mistis. Terlebih dengan adanya rumah putih yang berada diatas desanya. Hanya rumah itu yang bertengger dengan megahnya.
Tetapi rumah putih megah yang seperti tak berpenghuni dan menyeramkan. Semua penduduk desa yang melintas sering tidak memperdulikan rumah putih itu.
Seakan bulu kuduk berdiri ketika menatap rumah putih itu. Jalan cepat adalah cara agar segera menjauh dari rumah itu. Aisyah yang memperhatikan diam - diam rumah itu tampak sangat takut. Hatinya berdebar kencang saat melihat dan memandangi seluruh rumah megah itu.
Padahal rumah putih itu sudah berdiri sejak lama. Bahkan sejak dia masih kecil rumah itu sudah ada. Tidak ada yang berbeda, hanya saja rumah itu semakin rimbun ditumbuhi pohon- pohon yang menutupinya.
" Kak Aish, tahu tidak cerita tentang rumah itu?" tanya salah satu anak.
" Sstttt sudah lah. Jangan banyak bertanya. Rumah putih itu kan rumah hantu. Kata bapakku rumah itu angker" jawab anak yang satunya.
" Ayo, sudah malam. Tidak perlu dibahas. Yang penting selalu berdoa kepada Allah dan jangan dihiraukan" perintah Aisyah.
Aisyah melihat ada beberapa obor yang menyala di persimpangan jalan. Ternyata banyak orang tua yang sudah berduyun - duyun akan menjemput anaknya.
Aisyah terlihat lega melihat gerombolan orang tua dari anak - anak. Aisyah tidak perlu mengantarkan sampai rumahnya.
" Bu guru Assalamualaikum " sapa salah satu orang tua.
" Waalaikumsalam bapak - bapak. Terima kasih sudah menunggu dan mau menjemput anak - anak" jawab Aisyah.
" Terimakasih bu guru sudah membimbing anak - anak kami dan sudah menjaganya. Maaf kami terlambat" jawab salah satu bapak.
" Mari bu guru Assalamualaikum" pamit salah satu bapak.
Semua berpencar kembali kerumah masing - masing. Aisyah segera pulang kerumah. Kedua ornag tuanya merasa resah menunggu dirumah. Karena desanya memang masih kolot dalam hal kemusrikan. Berbeda dengan di kota. Saat Aisyah menuntut ilmu di kota kedua ornag tuanya tidak terlalu secemas ini.
" Assalamualaikum " salam Aisyah ketika memasuki halaman ruman.
Aisyah melihat kedua ornag tuanya yang sangat mencemaskan dirinya.
" Pak, Bu... kok belum tidur?" tanya Aisyah.
Aisyah kemudian memcium tangan kedua orang tuanya dengan penuh takdzim.
" Bapak sama Ibu khawatir dengan kamu. Menunggumu pulang nduk" jawab Ibu.
" Alhamdulillah berkat doa bapak sama ibu , Aish sudah sampai rumah. Mari pak bu kita masuk" pinta Aisyah.
Mereka kemudian masuk kerumah. Biasanya jam segini bapak dan ibunya memang belum memejamkan netra tuanya. Masih berbincang sambil menonton televisi.
Bapak dan Ibunya masih duduk melihat televisi dan masih berbincang kecil.
" Nduk, gantilah bajumu dan bersih - bersih. Ibu siapkan teh hangat. Kamu juga belum makan sedari tadi" perintah Ibu.
" Baiklah Ibu" Jawab Aisyah.
Setelah dirasa cukup dan sudah bersih. Aisyah segera menghampiri kedua orang tuanya. Mereka kemudian berbincang - bincang.
Karena Aisyah dan bapaknya yang jarang bertemu karena masing - masing tugasmya menunggunya untuk dikerjakan.
" Nduk, bagaimana proposal untuk TPQ?" tanya bapak.
" Untuk itu Aish masih membenahi proposal itu pak. Karena pencahayaan di desa kita masih kurang. Jadi rencananya Aish akan mengajukan proposal bab pemberian lampu jalan. Dan akses jalan di desa kita juga masih sangat kurang pak?" ucap Aish.
" Lah.. yo, dananya masih kurang banyak to nduk. Itu butuh dana sangat banyak lo nduk" jawab bapak.
" Untuk itu kita harus mencari donatur pak. Dana desa yang kita punya juga dibutuhkan. Dan yang paling penting adalah semua warga desa" jawab Aisyah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Maz Andy'ne Yulixah
Assalamualaikum Kak,mampir ya😊
2024-04-25
0
Serpihan Luka
Aku Hadir Kak.
2023-08-06
0
Mugiya is back
bagus
2023-02-07
0