Seorang gadis lulusan S1 Pendidikan Agama Islam. Seorang gadis yang bersedia mengabdikan dirinya sebagai guru di desa. Seorang gadis desa yang menuntut ilmu di kota besar dan kembali ke desanya untuk membangun desanya yang masih dengan serba keterbatasan.
Cita - citanya hanya ingin desanya maju dan berkembang. Hal yang dari dulu dia impikan. Semoga segera terlaksana.
Aisyah nama gadis itu. Gadis cantik dan sholeha yang menjadi kembang desa. Gadis santun yang selalu dielu- elukan pemuda desa. Tak kerap bapak - bapak dan para singgle boy lainnya.
Aisyah bukan anak dari orang tua kaya raya. Tetapi kedua orang tuanya adalah orang yang cukup. Aisyah juga anak tunggal dari kedua orang tuanya. Kedua orang tua Aisyah sangat mendukung dalam pendidikan anaknya. Karena pemikiran orang tuanya juga sudah modern.
Malam ini malam jumat. Adzan maghrib berkumandang. Takbir sudah mulai menggema. Rayina segera bergegas pergi ke surau yang agak sedikit jauh dari rumahnya.
" Bu, Pak. Mari" ajak Aisyah kepada kedua orang tuanya.
Mereka bertiga segera menuju surau. Banyak warga desa yang berduyun - duyun pergi ke surau untuk beribadah. Bahkan ada yang agak jauh dari surau pun tetap berangkat menuju surau untuk melaksanakan ibadah berjamaah.
Selesai sholat maghrib biasanya Aisyah mengajar ngaji anak - anak desa. Bersama kedua orang temannya Salma dan Harun.
Mereka mendapatkan upah dari beberapa orang tua yang mampu memberikannya. Awalnya mereka menolak untuk di bayar. Karena mereka tahu perekonomian warga di desanya sangat minim.
Hal itu mendorong Aisyah ingin segera mengajukan proposal pendirian TPQ di desanya.
Tentu saja banyak orang yang mendukung rencananya itu. Aisyah semakin mantab dalam pengajuan proposal. Semakin banyak anak yang mengaji disurau.
Biasanya anak - anak mengaji seusai maghrib dan seusai sholat isya'mereka baru akan pulang. Setelah usai sholat isya' terdengar suara petir menggelegar dengan dahsyatnya.
*jedaaaaarrrrrr
jedeeeeerrrrrrr*
Semua anak - anak terperanjat.
" Lahaulawalaaquwwataaillabillahil'aliyyil 'adziim" Aisyah menyebut.
" Kak Aish, takut.. takut .." semua anak - anak panik dan sangat ketakutan.
Tak lama hujan lebat beserta angin turun dengan dahsyatnya.
"Allahumma shoyyiban nafi'an" ucap Aisyah.
" Ya sudah kemarilah semua, kita bersolawat saja ya. Sekalian nunggu hujan reda. Karena sangat bahaya jika kita pulang saat ini. Bagaimana?" pinta Aisyah lembut.
Semua duduk rapi dan segera bersholawat.
"Alloohumma sholi sholaatan kaamilatan wasallim salaaman taamman 'alaa sayyidina muhammadinil ladzii tanhallu bihil 'uqodu wa tanfariju bihil kurobu wa tuqdhoo bihil hawaa-iju wa tunaalu bihir-roghoo-ibu wa husnul khowaatimi wa yustasqol ghomaamu bi wajhihil kariimi wa 'alaa aalihii wa shohbihi fii kulli lamhatin wa nafasin bi 'adadi kulli ma'luumin laka" semua bersenandung sholawat.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukil sembilan malam. Tetapi hujan belum reda juga. Masih sedikit gerimis. Ada beberapa orang tua yang sudah berdatangan menjemput. Sedangkan yang lainnya belum ada.
Aisyah berinisiatif untuk membagi kelompok. Karena masing - masing anak banyak yang hampir sama arah pulangnya.
Ada yang satu kelompok dengan Aisyah. Ada yang satu kelompok dengan Salma dan ada yang satu kelompok denga Farhan. Semua bergandengan. Berjalan rapi dan pelan - pelan.
Semua mengikuti arahan dari Aisyah. Semua sangat takut. Disamping jalanan yang sangat becek, suasana desa sangat mencekam. Lirih - lirih terdengar suara orang berjalan yang mendekat.
" Tidak usah dihiraukan ! terus berjalan. Jangan lupa baca surat - surat pendek" perintah Aisyah.
Aisyah menyadari desanya masih sangat kental dengan mistis. Terlebih dengan adanya rumah putih yang berada diatas desanya. Hanya rumah itu yang bertengger dengan megahnya.
Tetapi rumah putih megah yang seperti tak berpenghuni dan menyeramkan. Semua penduduk desa yang melintas sering tidak memperdulikan rumah putih itu.
Seakan bulu kuduk berdiri ketika menatap rumah putih itu. Jalan cepat adalah cara agar segera menjauh dari rumah itu. Aisyah yang memperhatikan diam - diam rumah itu tampak sangat takut. Hatinya berdebar kencang saat melihat dan memandangi seluruh rumah megah itu.
Padahal rumah putih itu sudah berdiri sejak lama. Bahkan sejak dia masih kecil rumah itu sudah ada. Tidak ada yang berbeda, hanya saja rumah itu semakin rimbun ditumbuhi pohon- pohon yang menutupinya.
" Kak Aish, tahu tidak cerita tentang rumah itu?" tanya salah satu anak.
" Sstttt sudah lah. Jangan banyak bertanya. Rumah putih itu kan rumah hantu. Kata bapakku rumah itu angker" jawab anak yang satunya.
" Ayo, sudah malam. Tidak perlu dibahas. Yang penting selalu berdoa kepada Allah dan jangan dihiraukan" perintah Aisyah.
Aisyah melihat ada beberapa obor yang menyala di persimpangan jalan. Ternyata banyak orang tua yang sudah berduyun - duyun akan menjemput anaknya.
Aisyah terlihat lega melihat gerombolan orang tua dari anak - anak. Aisyah tidak perlu mengantarkan sampai rumahnya.
" Bu guru Assalamualaikum " sapa salah satu orang tua.
" Waalaikumsalam bapak - bapak. Terima kasih sudah menunggu dan mau menjemput anak - anak" jawab Aisyah.
" Terimakasih bu guru sudah membimbing anak - anak kami dan sudah menjaganya. Maaf kami terlambat" jawab salah satu bapak.
" Mari bu guru Assalamualaikum" pamit salah satu bapak.
Semua berpencar kembali kerumah masing - masing. Aisyah segera pulang kerumah. Kedua ornag tuanya merasa resah menunggu dirumah. Karena desanya memang masih kolot dalam hal kemusrikan. Berbeda dengan di kota. Saat Aisyah menuntut ilmu di kota kedua ornag tuanya tidak terlalu secemas ini.
" Assalamualaikum " salam Aisyah ketika memasuki halaman ruman.
Aisyah melihat kedua ornag tuanya yang sangat mencemaskan dirinya.
" Pak, Bu... kok belum tidur?" tanya Aisyah.
Aisyah kemudian memcium tangan kedua orang tuanya dengan penuh takdzim.
" Bapak sama Ibu khawatir dengan kamu. Menunggumu pulang nduk" jawab Ibu.
" Alhamdulillah berkat doa bapak sama ibu , Aish sudah sampai rumah. Mari pak bu kita masuk" pinta Aisyah.
Mereka kemudian masuk kerumah. Biasanya jam segini bapak dan ibunya memang belum memejamkan netra tuanya. Masih berbincang sambil menonton televisi.
Bapak dan Ibunya masih duduk melihat televisi dan masih berbincang kecil.
" Nduk, gantilah bajumu dan bersih - bersih. Ibu siapkan teh hangat. Kamu juga belum makan sedari tadi" perintah Ibu.
" Baiklah Ibu" Jawab Aisyah.
Setelah dirasa cukup dan sudah bersih. Aisyah segera menghampiri kedua orang tuanya. Mereka kemudian berbincang - bincang.
Karena Aisyah dan bapaknya yang jarang bertemu karena masing - masing tugasmya menunggunya untuk dikerjakan.
" Nduk, bagaimana proposal untuk TPQ?" tanya bapak.
" Untuk itu Aish masih membenahi proposal itu pak. Karena pencahayaan di desa kita masih kurang. Jadi rencananya Aish akan mengajukan proposal bab pemberian lampu jalan. Dan akses jalan di desa kita juga masih sangat kurang pak?" ucap Aish.
" Lah.. yo, dananya masih kurang banyak to nduk. Itu butuh dana sangat banyak lo nduk" jawab bapak.
" Untuk itu kita harus mencari donatur pak. Dana desa yang kita punya juga dibutuhkan. Dan yang paling penting adalah semua warga desa" jawab Aisyah.
" Di desa kita ini orang kaya saja jarang nduk. Paling Pak Gandi yang bakul duit. Pak lurah yang dari kota itu. Siapa lagi?" sanggah Bapak.
" Pak, insyaallah ada jalannya Pak. Nanti Aish akan ke kota. Teman - teman Aish banyak orang kaya pak. Nanti juga di madrasah banyak donatur Pak. Madrasah yang sekarang Aish bekerja banyak donatur kota yang menyisihkan sebagian rejekinya pak. Nanti Aish akan mengajukan proposal satu persatu untuk kemajuan desa" terang Aisyah.
" Ya sudah nduk. Bapak percayakan saja semua kepadamu. Karena kamu memang kembali ke desa ini untuk memajukan desa kita dan membuka jalan pikiran warga desa yang masih kolot" jawab bapak.
" Bapak dan Ibu, Aish hanya minta doanya saja. Supaya dilancarkan" pinta Aisyah.
" Pak, itu rumah putih yang diatas desa kita memangnya masih ada pemilikknya?" tanya Aisyah penasaran.
" Ssttt nduk, katanya itu rumah milik orang kota. Orang Jakarta, pengusaha kaya terkenal. Tetapi entah kenapa rumah itu tidak ditinggali. Hanya teronggok nganggur. Sayang sekali dengan bangunannya yang sangat bagus itu" terang bapak.
" Oohh.. memangnya yang punya tidak pernah ke rumah itu?" tanya Aisyah.
" Sepertinya tidak nduk. Lihat saja rumahnya seperti tidak terurus. Sangat kotor dan angker" terang bapak.
" Iya pak. Katanya angker. Semua penduduk desa juga takut jika lewat rumah itu" jawab Aisyah membenarkan.
Didalam hati Aisyah masih penasaran dengan rumah itu. Selama ini dia hanya mendengarkan cerita dari warga desa keadaan rumah itu " angker" itu yang selalu terucap.
Setelah selesai bercakap - cakap. Aisyah segera pamit beristirahat. Karena besok rencananya Aisyah akan pergi ke Kantor Desa. Orang tuanya pun juga masuk kamar untuk beristirahat.
💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕
Keesokan paginya, suara adzan subuh berkumandang. Ayam berkokok pun tak kalah nyaringnya ikut berkumandang.
Bapak yang selesai sholat subuh segera menuju sawah untuk menggarapnya. Sedangkan Ibu berada di dapur untuk memasak. Aisyah yang sudah selesai sholat subuh selalu membaca ayat - ayat suci alquran. Dia tidak dituntut orang tuanya untuk bisa memasak.
Tetapi selama Aisyah jauh dari orang tuanya, dia sudah belajar banyak. Jangan diragukan lagi tentang seberapa banyak ilmu yang didapatnya.
" Bu.. Aish pamit ya Bu. Rencananya hari ini mau menemui Pak Lurah. Biar semua diberikan kelancaran. Sekalian membahas perihal pengajuan proposal TPQ dan KUD" pamit Aisyah.
" Loh.. kamu ndak sarapan dulu? Ibu sudah selesai nduk masaknya" ucap Ibu.
" Maaf bu, hari ini insyaallah Aish puasa. Kan hari ini hari senin. Jadi Aish puasa. Aish pamit ya bu" pamit Aisyah.
" Ya sudah nduk. Ati - ati ya" pesan Ibu.
" Iya bu. Assalamualaikum " pamit Aisyah.
" Waalaikumsalam " jawab Ibu.
Aisyah segera bergegas pergi. Kakinya seolah sangat ringan untuk melangkah. Seperti sudah tahu kemana arah tujuan yang ingin dikunjungi. Aisyah segera ke kantor desa. Karena dia ingin pagi sekali sudah sampai. Takutnya Pak Lurah sudah mempunyai janji diluar jam kerja. Dan Aisyah ingin membuat temu janji terlebih dulu.
Kantor desa letaknya di atas desa, jika mau ke kantor desa harus melewati rumah putih. Aisyah tanpa ragu melangkah menuju kantor desa.
Dia lupa bahwa jalan menuju kantor desa melewati rumah putih. Aisyah kaget terperanjat, kakinya melangkah begitu cepat sedangkan pikirannya hanya ke proposal yang akan di sampaikan ke Pak Lurah.
Ketika berada di depan rumah putih, nampak anak - anak berkerumun.
" Eh,, Bu Guru... mau kemana Bu?" tanya Anak A.
" Mau ke kantor desa. Kalian ngapain disini? Kenapa tidak ke madrasah?" tanya Aisyah.
" Kami masuk siang Bu" Jawab anak B.
Memang, madrasah tempat Aisyah mengajar adalah satu - satunya sekolahan dari tiga desa yang mengapitnya. Jadi banyak anak - anak yang sekolah di madrasah tempat dia mengajar.
Mulai dari MI ( Madrasah Ibtidaiyah) setara SD hingga MA ( Madrasah Aliyah) setara SMA semua ada di madrasah tempat Aisyah mengajar. Karena sekolah itu milik yayasan desa. Jadi semua adalah ketentuan desa.
" Bu Guru, katanya rumah ini angker. Tidak ditinggali. Dan tidak berpenghuni. Ibu tidak takut berjalan sendirian melewati rumah ini?" ucap Anak A.
Aisyah kemudian melihat dan mengamati rumah putih nan megah ini. Gelap gulita dan seperti tak terawat sama sekali. Halaman rumahnya pun banyak dedaunan yang berserakan. Anak - anak sering mencorat coret pagar temboknya.
Tiba- tiba sekelebat bayangan putih nampak di atas jendela rumah putih. Aisyah kemudian memalingkan wajahnya, karena kaget.
" Astaghfirullahhaladzim" sebut Aisyah.
" Ada apa bu?" tanya anak B.
" Tidak apa. Kalian pulanglah. Bersiaplah untuk sekolah. Ibu tinggal dulu. Assalamualaikum " pamit Aisyah.
" Waalaikumsalam" jawab mereka serempak.
Aisyah segera bergegas melanjutkan perjalanannya. Tujuannya adalah segera sampai ke kantor kepala desa dan bertemu dengan Pak Lurah.
Sepanjang perjalanan Aisyah hanya mengingat apa yang dilihatnya. Apakah benar rumah itu angker. Tetapi kenapa seperti ada kehidupan di dalam rumah itu. Hati dan penglihatannya sangat berbeda jauh.
Setiba di kantor desa....
Tok
Tok
Tok
" Assalamualaikum " salam Aisyah.
" Waalaikumsalam " jawab seluruh orang kantor desa.
" Ooo.. Bu guru. Silahkan masuk Bu guru. Mari.. silahkan duduk" jawab salah satu karyawan.
" Terima kasih" jawab Aisyah.
" Bagaimana Bu Guru? Apakah ada keperluan yang sangat penting sehingga Ibu datang ke Kantor Desa sepagi ini?" tanya Pak Sekdes.
" Iya Pak. Begini... saya mau temu janji dengan Pak Lurah. Apakah bisa? Kalau belum saya mau mendaftar janji dengan beliau" ucap Aisyah.
" Ooo.. begitu. Begini Bu Guru.. Maaf sebelumnya. Saat ini Pak Lurah belum sampai di kantor. Karena Pak lurah berangkat dari Jakarta pagi tadi" terang Pak Sekdes.
" Ya sudah Pak jika begitu adanya. Saya mendaftar saja untuk temu janji" ucap Aisyah.
" Baik Bu guru, sebentar saya tulis dulu di buku temu janji. Ibu maaf, bisa menuliskan dulu buku tamunya?" pinta Pak Sekdes.
Pak Sekdes beranjak dari tempat duduknya. Ketika sudah dua langkah, Pak Lurah sudah sampai di kantor desa.
" Ooo.. Pak Lurah. Selamat Pagi Pak" sapa Pak Sekdes.
" Assalamualaikum" sapa Pak Lurah.
" Waalaikumsalam " jawab semua ornag yang ada di dalam kantor desa.
Seorang lelaki dengan postur tubuh tinggi besar, dengan rahang kokoh. Mata coklat dan bulu mata yang lentik. Rambut lurus rapi. Sangat terlihat orang kota yang berpendidikan.
Kendaraan yang dia kenakan pun tampak mewah. Pak Lurah juga tidak menggunakan mobil dinas dari pemerintah.
Siapa yang tidak akan terpana melihat ketampanan Pak Lurah desa ini. Aisyah yang hanya duduk menunggu hanya diam di kursi tamu.
" Pak, siapa?" bisik Pak Lurah kepada Pak Sekdes.
" Ohhh.. itu Bu Guru madrasah desa kita Pak. Ooo iya, Bu Guru ingin temu janji dengan Bapak" ucap Pak Sekdes.
" Oo baiklah. Suruh ke ruanganku sekarang" perintah Pak Lurah.
" Biasanya alot untuk bertemu dengan tamu wanita. Biasanya juga menyerahkan kepada pak wakil kepala. Kenapa sekarang sama Bu Guru langsung ya?" batin Pak Sekdes.
Pak Sekdes kemudian menghampiri Aisyah.
" Bu guru, Maaf Bu. Pak Lurah meminta Ibu langsung ke ruangannya. Ruangan beliau ada di sebelah situ Bu" Ucap Pak Sekdes.
" Oo begitu. Baiklah Pak. Terima kasih Pak. Permisi" jawab Aisyah.
Tok
Tok
Tok
" Permisi" ucap Aisyah.
" Ya, silahkan masuk" jawab si empunya ruangan.
" Assalamualaikum. Maaf Pak, saya mengganggu waktu Bapak" ucap sopan Aisyah.
" Subhanallah... Sungguh sempurna ciptaanMu Ya Rabb. Kenapa ada bidadari secantik ini desa ini pula aku tidak mengetahui. Padahal aku disini sudah lumayan lama dan mengenal desa ini" batin Pak Lurah.
" Pak.. Pak... Pak.." ucap Aisyah memanggil Pak Lurah yang sepertinya sedang melamun.
" Ooo ... ya.. ya.. Maaf. Bagaimana?" tanya Pak Lurah gelagapan.
" Maaf Pak, jika kehadiran saya menggangu waktu Bapak. Sepertinya Bapak sangat lelah karena setelah perjalanan jauh" ucap Aisyah.
" Ah.. tidak.. tidak apa- apa. Bagaimana Bu...." tanya Pak Lurah menggantung.
" Ooo ya. Perkenalkan nama saya Aisyah. Saya salah satu Guru di madrasah desa ini. Dan saya juga guru ngaji di surai desa ini" kenal Aisyah.
" Ya. Tetapi saya baru melihat Bu Aisyah sekarang. Apakah Bu Aisyah sudah lama di sini?" tanya Pak Lurah menyelidik.
" Iya Pak. Saya lahir dan tumbuh besar di desa ini. Saya asli orang desa sini" terang Aisyah.
" Siapa orang tua anda kalau boleh saya tahu?" tanya Pak Lurah.
" Apakah penting jika saya memberi tahukan siapa orang tua saya?" tanya Aisyah.
" Oo.. tidak. Ya sudah. Apa yang akan di bahas kali ini?" tanya Pak Lurah.
" Begini Pak, pertama saya silaturahim ke sini. Kedua saya ingin mengutarakan maksud dan tujuan saya kesini yaitu untuk mengajukan proposal pendirian TPQ. Tetapi sepertinya banyak kendala yang akan dihadapi Pak" terang Aisyah.
" Hmmm.. terus? Mana Proposalnya?" tanya Pak Lurah langsung.
" Saat ini saya belum membawanya Pak Lurah. Karena saya ingin membicarakan kendala yang terjadi" terang Aisyah.
" Hmm oke. Apa itu?" tanya Pak Lurah.
" Kendalanya adalah penerangan desa dan jalanan yang kurang memadai. Akses jalan desa kita sangat minim" jelas Aisyah.
" Untuk penerangan jalan dan jalanan desa saya sudah mengajukan ke Kabupaten dan dinas jasa marga. Jadi kita hanya menunggu kapan akan terlaksananya. Karena kita juga harus mengantri dengan desa lain yang mengusulkan. Tetapi jika anda bisa melampirkan proposal pengajuan pendirian TPQ desa, saya rasa itu akan dipercepat. Karena itu memajukan desa ini" terang Pak Lurah.
" Baiklah Pak. Besok saya akan haturkan proposal tersebut. Dan saya juga ingin mengajukan satu proposal lagi. Bolehkan?" pinta Aisyah.
" Kenapa banyak sekali pengajuan yang anda inginkan? Jangan - jangan untuk mengajukan diri melamarmu harus banyak proposal?" canda Pak Lurah.
Aisyah hanya menanggapi dengan senyuman yang sangat ramah.
" Bueeehhhh senyumnya... sangat manis. Ya Tuhan jangan Engkau menghujam jantung ini. Hatiku menjadi lemah Tuhan" batin Raihan.
" Maaf Pak jika itu memberatkan Bapak" jawab Aisyah.
" Katakanlah. Jika itu menunjang kemajuan desa ini" terang Pak Lurah.
" Embb.. begini Pak. Saat ini jika panen tiba, semua warga desa ini menjual hasil panen kepada tengkulak. Hal ini membuat pendapatan warga sangat minim. Karena para tengkulak membelinya dibawah harga pasaran. Ini sangat merugikan petani di desa ini, padahal panen di desa ini tergolong sangat bagus. Nah, untuk itu saya ingin mengajukan proposal pendirian KUD" papar Aisyah.
" Masuk akal. Saya juga pernah berpikir yang sama dengan anda Bu guru. Tetapi sepertinya jika kita mendirikan KUD, para tengkulak akan mendemo kita" terang Pak Lurah.
" Saya masih mencari donatur tetap untuk masalah KUD. Dan kepengurusan badan hukumnya juga harus jelas. Untuk itu kita akan tampung dulu tentang KUD. Saya akan berusaha mencarikan donatur untuk TPQ juga. Yang mana TPQ itu memang banyak anak - anak yang belajar ngaji dan menimba ilmu di sana. Dan tentunya juga menunjang dari sisi kerohanian warga" jelas Pak Lurah.
" Iya Pak. Saya juga berpikir hal yang sama. Pak bolehkah di desa ini dibentuk sebuah kelompok seperti kelompok pengembangan desa tertinggal, kelompok tani dan lain sebagainya" cerocos Aisyah.
" Boleh. Kenapa tidak. Itu akan sangat membantu untuk pengembangan desa" jawab Pak Lurah.
" Nanti akan saya umumkan untuk pembuatan kelompok saat rembug desa bulan depan. Untuk Proposal segera. Saya tunggu. Dan untuk penyandang dana saya juga akan bantu mencarikannya. Untuk jalanan desa seperti sudah saya jelaskan. Jika proposal pengajuan TPQ ada itu sepertinya akan dipermudah" Papar Pak Lurah.
" Bagaimana kalau pengembangan kelompok juga saya sisisr di kalangan Ibu - Ibu warga des ini Pak Lurah. Bisa melalui kelompok PKK dan Dasa wisma" ujar Aisyah.
" Bisa saja. Ibu bisa menyampaikan ke PKK atau Dasa wisma. Nanti bisa Ibu menyampaikan dulu kepada Ketuanya" Terang Pak Lurah.
" Baiklah Pak, Hanya itu yang saya sampaikan. Untuk Proposal besok saya antarkan. Dan terimakasih banyak untuk waktunya. Saya pamit. Permisi Pak. Assalamualaikum" pamit Aisyah.
" Iya. Baiklah. Sama - sama. Waalaikumsalam" jawab Pak Lurah.
Aisyah kemudian keluar dari ruangan Pak Lurah. Dia merasa sangat lega, semua uneg - uneg dipikirannya sudah disampaikan kepada Pak Lurah dan Alhamdulillah beliau menerima semua uneg- unegnya dengan sangat baik.
" Sudah Bu guru? " tanya Pak Sekdes.
" Ya Pak. Terimakasih. Saya permisi. Assalamualaikum" Pamit Aisyah kembali.
Kini langkahnya sangat ringan. Terasa sangat plong dihatinya. Bibirnya mengembang dengan sempurna. Seolah bunga bermekaran dimana- mana.
Aisyah segera pulang dan menyelesaikan proposal yang akan diajukan esok hari. Langkahnya semakin cepat. Karena jalanan desa saat ini sangat sepi. Sepertinya warga desa masih sibuk di sawah dan ladangnya. Anak sekolah pun juga belum waktunya pulang.
Aisyah melewati rumah putih nan megah kembali. Tiba - tiba bulu kuduknya berdiri. Dia sangat takut berjalan sendiri. Mulutnya tak berhenti komat - kamit membaca doa- doa perlindungan diri.
Aisyah masih penasaran dengan kelebatan putih yang dia lihat tadi. Dia kemudian menengok kembali ke rumah megah itu. Terdengar suara orang menyapu.
Srekkk.. srekkk.. srekk
Bulu kuduknya semakin meremang. Kakinya seolah berat untuk melangkah. Mulutnya seakan kelu untuk meminta perlindungan Allah sang Maha kuasa.
Aisyah berusaha sekuat tenaga berjalan menjauhi rumah itu dan ingin rasanya segera sampai. Dia menoleh kesana kemari tidak ada seorangpun dijalan itu yang bisa disapanya.
Tiba - tiba ada seseorang yang menghadangnya. Dia tidak tahu siapa. Tetapi orang itu begitu asing untuknya. Sedari kecil hingga sekarang tidak pernah melihat orang itu.
" Ahhh... " seru Aisyah.
" Maaf Pak, Assalamualaikum. Bapak siapa? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Aisyah.
" Jangan sekali - kali kamu berjalan sendiri!! Pergilah. Menjauhlah. Segera pulang!!" pinta lelaki itu dengan keras.
" Ba ba ik Pak. Mari.. Saya permisi. Assalamualaikum " pamit Aisyah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!