Aisyah masih ketakutan setelah bertemu dengan lelaki asing itu. Dalam pikirannyapun masih terngiang dengan hardikan lelaki itu.
"Sebenarnya dia siapa? aku belum pernah melihatnya" guman Aisyah.
Kakinya terus melangkah dengan cepat menyusuri jalanan desa. Aisyah masih sangat kaget. Dia berencana akan menanyakan langsung kepada Bapaknya. Sepertinya bapaknya tahu betul tentang rumah itu.
Setibanya dirumah...
" Assalamualaikum" salam Aisyah.
Keluarlah Ibu yang membukakan pintu untuknya. Ibu seperti kelelahan karena banyak keringat bercucuran di mukanya. Aisyah yang melihat menjadi cemas.
" Loh... Ibu kenapa? Ibu sakit? " tanya Aisyah cemas.
" Ndak apa - apa nduk. Hanya kelelahan, Ibu habis nyabut singkong di belakang rumah" terang Ibu.
Dan benar saja, ternyata Ibu selesai dari kebun belakang rumah yang ditanami berbagai macam sayuran. Memang keluargaku tidaklah kaya dan tidaklah miskin. Hidup kami cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
" Ibu kok tidak menunggu Aish pulang. Jadi Aish bisa bantu Ibu di kebun" papar Aisyah.
" Wes.. ndak apa nduk. Kamu istirahatlah. Capek bukan berjalan kaki sampai Kantor desa. Atau mau duduk dulu, sini" tawar Ibu.
Aisyah segera duduk disamping Ibunya sekaligus untuk menghilangkan kepenatannya. Letih tentu saja menggerogoti kakinya. Dia kemudian menyelonjorkan kakinya agar tidak terlalu capek.
" Capek ya nduk?" tanya Ibu lembut.
" Lebih baik, cuci kaki dan cuci tangan dulu nduk. Biar lelahnya agar sedikit berkurang" perintah Ibu.
" Ah.. baiklah bu. Aish cuci - cuci dulu ya" jawab Aish.
Ide Ibu memang kemungkinan bisa mengurangi rasa capeknya. Saat ini Aish masih berpuasa, waktu juga menunjukkan pukul sebelas siang. Tak terasa waktunya begitu cepat berjalan. Air wudlu cukup untuk menghilangkan keletihannya pikirnya.
" Mungkin dengan wudlu juga bisa mengurangi rasa takutku dan pikiran yang macam - macam" guman Aisyah sendiri.
Aisyah kemudian mengambil wudlu. Dan benar saja, hati dan pikirannya sedikit merasa lega kembali. Diapun kemudian menghampiri Ibu yang berada di bale samping rumahnya.
Aisyah melihat Ibunya sedang beristirahat dan mengipasi tubuhnya yang juga berkeringat karena selepas berkebun.
Ibu masih memandangi tanah kosong samping rumahnya. Sepertinya Ibu akan mempunyai rencana menanam beberapa jenis sayuran disana. Dilihat dari Ibu sedang menimbang cuaca saat ini. Aisyah kemudian mendekati Ibu.
" Kenapa bu?" tanya Aisyah mengagetkan.
" Nduk, sebaiknya kebun kita ditanami apa ya nduk? Tadi singkong sudah Ibu cabuti, singkong bisa untuk kudapan dan beberapa panganan bukan. Daunnya bisa dimasak. Setelah ini mau di tanami apa nduk? Sepertinya musim hujan akan menghampiri " terang Ibu.
" Menurut Aish, bagaimana kalau kangkung, bayam, selada samping pagar bisa ditanami beberapa pohon pepaya bu" ide Aisyah.
" Baiklah, Ibu juga masih ada bibitnya kalau itu. Kapan waktumu libur? Bisa membantu Ibu?" pinta Ibu.
" Bagaimana kalau minggu ini saja bu? Sepertinya akan sangat menyenangkan jika hari minggu kita untuk berkebun. Sekalian Aish mau merapikan tanaman hias Aish" jawab Aishyah bahagia.
" Baiklah sayang. Bagaimana tadi? Kamu belum bercerita dengan Ibu" tanya Ibu penasaran.
" Alhamdulillah Pak Lurah menerima gagasan Aish bu. Besok proposal itu beliau minta. Jadi Aish akan membenahi laporannya. Soalnya tadi banyak yang Aish laporkan. Dan alhamdulillahnya semua gagasan dan ide Aish duterima dengan sangat baik" terang Aisyah.
" Alhamdulillah, semoga dilancarkan segalanya ya nduk. Bagaimana dengan Pak Lurah?" tanya Ibu kembali.
" Pak lurah? memangnya ada apa dengan beliau Ibu?" tanya Aisyah balik.
" Ah.. tidak.. menurut selentingan warga desa, Pak lurah kita itu masih muda, gagah, ganteng dan tentu saja terlihat seperti orang kota yang berasal dari oranf berada" papar Ibu.
" Hmmm sepertinya begitu bu. Aish juga tidak begitu tertarik dengan hal - hal yang seperti itu" jawab Aisyah santai.
" Ehemmmm..." dehem Bapak.
Ternyata bapak sudah pulang dari sawah yang tidak disadari kepulangan oleh dua wanita di rumahnya. Bapak juga ternyata mendengar obrolan antara Ibu dan anak itu.
" Eh.. bapak.. Maaf pak Ibu ndak denger bapak pulang" kikuk Ibu.
" Assalamualaikum " salam Bapak.
" Waalaikumsalam " jawab Ibu dan Aisyah.
Mereka kemudian mencium tangan bapak dengan penuh takdzim. Mereka bertiga kemudian duduk di beranda samping rumah untuk melanjutkan perbincangannya.
Ibu kembali kedapur untuk membuatkan bapak minuman dan mengambil singkong rebus kesukaan bapak.
" Bagaimana nduk tadi? " tanya Bapak.
" Loh bapak ?" tanya Aisyah menggantung.
" Bapak tahu. Kamu tadi pasti ke Kantor Desa bukan? Tadi bapak masih menengok sawah kita yang sebelah atas. Bapak ndak sengaja lihat kamu sepertinya ke arah Kantor Desa" terang bapak.
" Maaf pak, Aish ndak pamit dengan Bapak tadi. Bapak juga sudah ke sawah" jawab Aisyah.
" Ndak apa nduk. Yang terpenting kamu sudah pamit sama Ibumu yang di rumah. Lalu bagaimana dengan proposalmu. Apakah diterima?" tanya Bapak kembali.
" Alhamdulillah Pak. Semua gagasan Aish diterima dengan sangat baik. Untuk proposal besok Aish akan serahkan ke Pak Lurah. Karena tadi tidak Aish bawa" terang Aisyah.
Ibu kemudian keluar membawa nampan berisi teh hangat dan singkong rebus kesukaan bapak.
" Maaf ya nduk. Kalau kamu masih puasa. Ibu menghidangkan makanan untuk Bapak" ucap Ibu.
" Ndak apa bu. Silahkan Pak" Aisyah mempersilahkan Bapak menikmati minum dan kudapan yang disiapkan Ibu.
" Bu, ini kok kosong? sudah dicabuti sama Ibu ya?" tanya Bapak.
" Iya Pak. Rencananya kita minggu ini akan berkebun bersama. Bukan begitu Nduk?" tanya Ibu.
" Insyaallah Bu" jawab Aisyah lembut.
" Nduk, bagaimana dengan Pak Lurah kita?" tanya Bapak penasaran.
" Ya Allah Pak. Masih melanjutkan pertanyaan dari Ibu tadi" jawab Aisyah malas.
" Pak, Bu. Maaf, bukan Aish tidak sopan kepada bapak dan ibu. Tetapi tujuan Aish hanya pengajuan proposal demi peningkatan perbaikan desa kita. Lebih dari itu Aish tidak pernah terpikirkan" jawab Aisyah tegas.
Mendengar jawaban dari anak perempuannya yang sangat tegas membuat kelegaan dihati Bapak. Bapak tahu anak perempuannya ini belum mau membuat sebuah ikatan yang serius.
Bapak juga takut jika mempunyai seorang menantu dari kota dengan jabatan dan kekayaan yang sangat lebih. Karena dia tahu keluarganya hanya orang desa yang sangat sederhana. Tidak mempunyai pangkat, jabatan dan kekayaan.
" Dengar - dengar Pak Lurah jarang mau menerima tamu jika berurusan dengan wanita" jelas Bapak.
" Tapi tadi kamu bilang, semua gagasan, ide dan proposalmu sudah diterima Pak Lurah dengan sangat baik. Itu artinya, kamu bertemu dengan Pak Lurah langsung" ucap Bapak.
" Iya Pak. Langsung ketemu dan diskusi. Dan beliau juja orang yang sangat terbuka menerima laporan dan gagasan yang membangun untuk desa ini" jawa Aisyah.
" Alhamdulillah. Anak Bapak tidak diusir secara tidak sopan. Soalnya kemarin Bunga anaknya juragan Gandi ke Kantor Desa mengantarkan makanan untuk Pak Lurah diusir dan dibentak Pak Lurah langsung" terang Bapak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Maz Andy'ne Yulixah
Pak Lurah suka nya sama anak sampyan Pak,sudah cantik sholehah kalem lagi,gak centil terang2'ngan deketi Cowok duluan😅
2024-04-25
0
Anonymous
Pak lurah nya ngga mau terima tamu kalau tdk ada keperluan penting
2023-06-18
0
Shangguan Li
In Syaa Allah bukan Insyaallah
Maa Syaa Allah bukan masyaallah
2023-01-15
0