Diiman Yang Berbeda Tapi Amin Yang Sama
Pagi itu mentari bersinar dengan sangat indah. Leticia Putri Keinara yang lebih sering dipanggil Ticia, seorang siswi baru pindahan dari kota M. Ticia pindah ke kota S karena ayahnya dimutasi ke kota itu. Mau tidak mau, dia harus ikut pindah sekolah juga ke kota itu.
Dengan langkah anggun Ticia memasuki gerbang sekolah, yang kini menjadi sekolah barunya. Pertama menapakkan kakinya di sekolah barunya, tempat dia menuntut ilmu. Ticia sudah sangat tertarik. Pasalnya, sekolah barunya lebih megah dari sekolah dia sebelumnya. Ada banyak fasilitas yang sangat menunjang disekolah barunya itu.
Sebelum masuk ke dalam kelas yang telah ditentukan. Ticia datang terlebih dahulu ke ruang guru untuk melapor. Saat dia sedang berjalan menuju ruang guru, tanpa sengaja dia bertabrakan dengan seorang lelaki berkaca mata.
"Akh.. Maaf, aku nggak sengaja," ucapnya sembari membantu membereskan buku yang tersebar akibat tabrakan mereka.
"Nggak,,nggak apa-apa kok." ucap lelaki itu dengan gugup. Bahkan lelaki itu tidak berani menatap Ticia. Tanpa berkata lagi, lelaki itupun berlalu begitu saja. Dan Ticia menatap lelaki itu dengan aneh, sembari mengangkat bahunya sedikit.
"Apa gue begitu menakutkan ya?" gumam Ticia seorang diri sembari tersenyum kecut. Setelah itu dia kembali mencari-cari dimana letak ruang guru.
Tok tok tok
Ticia mengetuk pintu, setelah menemukan dimana ruang guru berada. "Maaf bu, pak, saya Leticia Putri Keinara," ucapnya.
"Oh, iya, murid baru itu kan?" sahut seorang guru, yang sepertinya adalah wali kelas dimana Ticia akan masuk.
"Iya bu,"
"Kenalin nama saya bu Vivi, wali kelas 10 PH 1, kelas kamu.." jelas bu Vivi selaku wali kelas.
Ticia menganggukan kepalanya pelan mendengar penjelasan wali kelasnya. Lalu bu Vivi menyuruh Ticia untuk masuk ke dalam kelas yang telah diberitahu sebelumnya.
"Dari sini lurus aja, nanti paling ujung belok aja ke kiri, kelas kedua.."
"Iya bu, makasih." Ticia pun meninggalkan ruang guru, dan menuju ke kelasnya.
Ticia adalah seorang remaja perempuan yang cuek. Karena saking cueknya, dia bahkan tidak gugup ketika berada ditempat baru. Ticia juga seorang yang ramah, dia juga tidak ragu untuk memberikan senyuman manisnya untuk teman-teman barunya di sekolah itu.
"Lo murid baru?" tanya seorang siswi bernama Indah, karena baru melihat Ticia hari ini.
"Iya," jawab Ticia sembari tersenyum, sambil terus melanjutkan langkahnya menuju kelasnya.
"Dimana kelas lo?"
"10 Perhotelan 1," jawab Ticia.
"10 PH 1? Kita sekelas dong?" seru Indah kegirangan. Itu pertama kalinya Indah melihat Ticia. Tapi dia merasa senang ketika mengetahui Ticia sekelas dengan dia.
"Kenalin, nama gue Indah!" Indah mengulurkan tangannya.
"Gue, Leticia, panggil aja Ticia!"
"Duduk bareng gue aja!" Indah menarik tangan Ticia, mengajaknya duduk sebangku dengan dia.
Ticia sempat kaget dengan tarikan Indah. Akan tetapi dia juga senang, karena tidak butuh waktu lama, dia untuk memiliki teman di sekolah barunya.
"Dia siapa In?" datang seorang siswi bertanya kepada Indah. Itu pertama kalinya juga dia melihat Ticia.
"Namanya Ticia, murid baru.."
"Oh jadi ini murid pindahan yang bilang bu Vivi di wa grup kemarin?"
"Kenalin gue, Anabella," Ticia sangat senang karena teman-teman barunya sangatlah ramah.
"Ticia." Ticia menjabat tangan Anabella yang terulur.
Setelah bel masuk berbunyi. Bu Vivi memperkenalkan Ticia kepada murid-murid di kelas itu. Respon teman-temannya sangatlah baik. Mereka menyambut baik perkenalan Ticia di depan kelas.
Meskipun begitu, ada beberapa siswa yang menggoda Ticia dengan meminta nomer telepon Ticia. Akan tetapi Ticia hanya tersenyum menanggapinya.
Ticia benar-benar sangat bahagia, karena teman-teman baru sangat baik. Tak butuh waktu lama, Ticia sudah memiliki beberapa teman.
****
Saat istirahat, Ticia ke kantin bersama Indah dan Anabella. Merekalah teman pertama Ticia di sekolah itu. Ketiga gadis remaja itu berjalan menuju kantin dengan bercanda satu sama lain.
Begitu sampai di kantin, mereka penasaran dengan keributan yang terjadi. Ternyata, keributan itu dikarenakan seorang siswa yang sedang melakukan tindakan pembullyan terhadap siswa lain.
"Nggak usah ikut campur! Udah biasa ini terjadi," ucap Anabella ketika Ticia hendak mendekati lelaki yang sedang ditindas oleh beberapa siswa itu.
"Terus nggak ada yang berani menegur mereka?" tanya Ticia semakin emosi. Indah dan Anabella hanya menggelengkan kepala mereka.
Kejadian seperti itu bukan pertama kalinya terjadi di sekolah itu. Akan tetapi tak seorang pun berani menegur beberapa siswa itu. Karena setiap ditegur, mereka akan selalu berdalih jika mereka hanya bercanda. Tapi candaan itu sudah sangat keterlaluan.
"Stop!! Kalian mikir nggak sih apa yang kalian lakuin ini keterlaluan!" seru Ticia yang tak tahan melihat seorang lelaki yang menjadi bahan candaan, juga terkadang dipukul.
"Lo siapa ikut campur?" tanya seorang siswi yang juga ikut melakukan pembullyan itu, dia juga mendorong Ticia.
"Gue emang bukan siapa-siapa, tapi setidaknya gue masih punya hati!" Ticia balik mendorong siswi itu hingga terjatuh.
"Brengs*k lo berani sama gue?" siswi bernama Tika itu tidak terima saat Ticia mendorongnya.
Ticia hanya tersenyum sinis, "Lo masih makan nasi kan?"
"Jadi ngapain gue harus takut sama lo!" jawab Ticia masih tersenyum sinis. Akan tetapi tindakan Ticia itu justru semakin membuat Tika marah.
Maka keributan antara Ticia dan Tika tidak bisa terhindarkan. Tika berusaha memukul Ticia. Tapi Ticia dengan gesit bisa menghindari pukulan Tika. Dan Tika juga berusaha menjambak rambut Ticia, akan tetapi Ticia dengan mudah menahan tangan Tika. Dan justru Ticia memlintir tangan Tika membuat Tika kesakitan.
"Akh... Sakit.. Lepasin!!" teriak Tika menahan sakit karena pelintiran Ticia.
"Cuma gitu aja nangis, sok-sokan membully orang!!" Ticia dengan kasar mendorong Tika sampai hampir terjatuh, beruntung salah seorang teman lelakinya bisa menangkapnya.
Ticia kemudian menarik lelaki berkaca mata yang sepertinya dia adalah lelaki yang bertabrakan dengan dia di depan ruang guru tadi pagi. Tanpa berkata apapun, Ticia menarik lelaki itu untuk ikut makan bersama dengan dia di dalam satu meja.
"Siapa sih dia tengil amat?" ucap Digta, salah seorang siswa yang melakukan pembullyan tadi.
"Gimana kalau kita kasih dia pelajaran?" tambahnya lagi dan hendak menghampiri Ticia. Akan tetapi, dia ditahan oleh Varen yang sedari tadi terus menatap Ticia dengan senang.
Varen Giovanni Narendra adalah pentolan dari geng yang suka membully di sekolah itu. Dia juga adalah seorang idola di sekolah karena bakatnya yang hebat di bidang olahraga basket. Dia menjadi pemain inti dalam tim basket sekolah itu.
Varen, begitu teman-temannya memanggilnya. Dia merasa tertarik dengan Ticia waktu pandangan pertama. Karena baru pertama kali dia melihat seorang wanita yang begitu berani.
"Cari tahu tentang dia, termasuk nomer telepon dan juga alamatnya!" ucap Varen. Teman-temannya terkejut dengan perintahnya, akan tetapi mereka tidak berani membantah apa kata Varen. Karena mereka tahu, emosi Varen tidak bisa ditebak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Nacita
ku tinggalkan jejak disini 😉
2021-05-22
0
Anik Sukesi
lanjut bacanya
2021-05-22
0