Tin tin Ticia kaget dengan suara klakson di belakangnya. Dan begitu dia menoleh, dia mendapati Varen tersenyum dibelakangnya dengan menaiki motor sportnya.
"Gue anter yuk!" ucap Varen menawarkan diri.
"Makasih," jawab Ticia masih dengan ketus.
Tak lama Anabella menghentikan motornya di depan Ticia yang sepertinya sedang menunggu jemputan. "Lo yakin mau pulang sendiri? Nggak mau bareng kita aja, bertiga gitu?" tanya Anabella yang tidak tega membiarkan temannya pulang sendirian.
"Enggak, gue nungguin sopir kok, bentar lagi juga sampai," jawab Ticia. Padahal Ticia juga ragu kapan sopirnya akan tiba. Karena berkali-kali dia menelepon tapi tidak dijawab oleh sopirnya.
"Yakin? Ini sekolah juga udah mau sepi loh?" sahut Indah juga tidak tega.
"Iya nggak apa, buruan pulang sana! Gue nggak apa kok," jawab Ticia lagi. Lali kemudian kedua teman barunya itu meninggalkan Ticia sendiri di depan sekolah. Eh, tidak sendiri deng. Karena di belakang Ticia ada Varen yang masih menunggunya.
Ticia merasakan jika Varen di belakangnya terus menatapnya. Makanya Ticia tidak berani menengok ke belakang. Berkali-kali Ticia mencoba menelepon tapi sopir-nya masih saja tidak menjawab, dan bahkan terakhir handphone-nya malah tidak bisa dihubungi.
Mana sekolah sudah mulai sepi lagi. Ticia tidak tahu harus gimana. Dia baru di kota itu, jadi belum tahu harus naik bus atau angkot nomer berapa yang bisa sampai ke rumahnya. Hari juga mulai menjelang sore.
"Kenapa?" tanya Varen dengan lembut, saat dia melihat Ticia yang mulai kebingungan.
"Nggak apa-apa." Ticia masih saja cuek dan sedikit ketus kepada Varen.
"Gue anterin aja yuk! Tenang, gue nggak minta bayaran kok." ucap Varen sedikit melawak. Tapi candaan itu juga tidak mempan untuk Ticia.
Tak lama kemudian, seorang siswa masih ada di sekolah. Dia keluar menggunakan motor matic, dan hendak pulang. Siswa itu ternyata adalah Nathan.
Seperti mendapat hadiah, Ticia yang melihat Nathan keluar dari sekolah, mencoba menghentikannya. Dengan suara keras, Ticia memanggil Nathan yang memang sering pulang akhir.
"Kak Nathan!!" seru Ticia menghentikan laju motor matic Nathan.
"Ticia??" Nathan pun menghentikan laju motornya. Ticia dengan antusias mulai mendekat ke Nathan.
"Gue nebeng ya? Sopir gue belum dateng dari tadi, please!!" Ticia memohon dengan imut kepada Nathan. Dan tentunya dengan senang hati Nathan mengiyakan permohonan Ticia. Akan tetapi, ketika dia melihat ke belakang Ticia, dia mulai berubah pikiran. Karena Varen menatapnya dengan tajam.
"Eh,, sorry Cia, gue lupa, gue harus jemput adik gue. Maaf ya gue nggak bisa nganterin lo," ucap Nathan dengan sedikit panik. Gimana tidak, Varen terus saja menatapnya dengan melotot.
"Oh, yaudah.." Ticia hanya bisa menelan kekecawaannya. Tadinya dia senang, karena akhirnya ada yang akan mengantarnya pulang. Tapi ternyata, ya sudahlah.
Melihat Nathan yang buru-buru pergi, Varen pun tersenyum penuh arti.
"Kenapa nggak mau gue anter aja sih? Gue nggak gigit kok," ucap Varen lagi ketika melihat Ticia kembali manyun.
"Nggak perlu, kasih tahu aja kalau mau ke Perum Puri Mawar, naiknya angkot nomer berapa?" tanpa sengaja Ticia memberitahu Varen dimana dia tinggal.
"Angkot nomer 9, tapi kalau jam-jam segini udah nggak lewat sih, ada sih yang lewat tapi lama banget nunggunya." jawab Varen.
"Udah gue anterin aja! Rumah gue searah kok sama Perum Puri Mawar," Varen masih bersikeras menawarkan diri untuk mengantar Ticia.
Awalnya Ticia menolak, tapi karena hari sudah mulai sore akhirnya dia mau diantar pulang oleh Varen. Lagipula dia juga kasihan, dari tadi Varen menemaninya di depan sekolah.
"Nggak pakai helm nggak apa-apa nih?" tanya Ticia ketika naik ke motor Varen.
"Nggak apa-apa. Kalau gue tahu bakal nganterin cewek cantik, gue bakal bawa helm dua tadi." ucap Varen ngegombal.
"Apaan sih," Ticia tersenyum tipis mendengar gombalan Varen.
Sekitar dua puluh menitan Varen sampai di depan rumah Ticia. "Makasih ya kak," ucap Ticia saat turun dari motor.
"Nggak mau mampir dulu?" Karena Varen sudah baik kepadanya. Ticia menawarkan supaya Varen turun dan mampir dulu ke rumahnya.
"Boleh?" Ticia menganggukan kepalanya.
"Kapan-kapan aja, udah sore soalnya. Kalau gitu gue pulang dulu ya, oh, iya jangan lupa, nama gue Varen."
"Iya, makasih udah mau nganterin pulang,"
"Gue juga bersedia kok jemput lo ke sekolah besok,"
"Nggak perlu, pokoknya makasih udah mau anterin pulang." Ticia bukan tipe wanita yang mudah deket dengan lawan jenis. Karena Ticia juga sudah punya pacar di kota M. Tepatnya bukan pacar sih, melainkan temen deket.
****
Seminggu sudah berlalu, Ticia mulai mendapat banyak teman. Dan dia juga semakin dekat dengan Nathan. Sedangkan Varen berkali-kali mendekatinya tapi selalu dicuekin oleh Ticia. Bahkan sering juga datang ke rumahnya, tapi Ticia hanya menemuinya sebentar, setelah itu dia akan beralasan ini kek itu kek, pokoknya supaya tidak berlama-lama dengan Varen.
"Nih buat lo," Nathan memberi sebuah bingkisan kecil untuk Ticia.
"Ini apa kak?" tanya Ticia terkejut.
"Buka aja sendiri, itu dari Varen."
"Ha?? Varen??" Ticia semakin terkejut. Lalu tanpa mau membukanya, Ticia mengembalikan bingkisan itu kepada Nathan supaya dikembalikan kepadan Varen.
"Lo kembaliin sendiri aja, gue takut.." jawab Nathan sudah gemetar aja.
Ticia memutar bopa matanya, setelah menghela nafas panjang, dia berdiri dan keluar dari kelasnya dengan menarik tangan Nathan. Ticia berjalan menuju kelas Nathan, dimana itu juga adalah kelasnya Varen.
Ticia menyodorkan bingkisan kecil berbentuk kotak itu kepada Varen. "Maaf kak, gue nggak bisa terima ini. Mending kakak kasih ke orang lain aja!!" ucap Ticia dengan sedikit kesal. Bukan karena dia sok, tapi dia tidak mau Varen terus-terusan mengganggunya.
"Gue maunya kasih itu ke lo," jawab Varen dengan santai.
"Tapi gue nggak mau."
"Belagu amat sih lo!!" seru Tika yang memang sudah tidak menyukai Ticia, apalagi saat Varen selalu berusaha mendekati Ticia.
"Udah bagus dikasih malah nggak mau!" lanjut Tika dengan sewot.
"Oh, jadi lo mau? Ambil nih!" Ticia melempar bingkisan itu pelan kepada Tika yang duduk di samping Varen. Setelah itu dengan tegas dia keluar dari kelas itu tanpa menoleh.
Varen hanya menatap Nathan, Nathan sudah ketakutan sendiri. "Di..Dia nggak mau, gue..gue udah kasih ke dia tadi." ucap Nathan takut jikalau Varen akan menyalahkannya.
"Kenapa dia nggak mau?"
"Ka..karena dia u..udah punya pacar kayaknya. Gue sering denger dia teleponan dengan cowok."
"Anak mana?"
"Ka.ka..kalau nggak salah, temen di sekolahnya yang dulu.." Wajah Varen mulai berubah menjadi dingin mendengar penjelasan Nathan.
"Pantas saja dia selalu tidak suka setiap kali gue ke rumahnya.." ucap Varen dalam hati. Varen kesal, tapi dia berusaha untuk menahannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Nacita
kesian amat lu varen 😂😂
2021-05-22
0