Pagi itu mentari bersinar dengan sangat indah. Leticia Putri Keinara yang lebih sering dipanggil Ticia, seorang siswi baru pindahan dari kota M. Ticia pindah ke kota S karena ayahnya dimutasi ke kota itu. Mau tidak mau, dia harus ikut pindah sekolah juga ke kota itu.
Dengan langkah anggun Ticia memasuki gerbang sekolah, yang kini menjadi sekolah barunya. Pertama menapakkan kakinya di sekolah barunya, tempat dia menuntut ilmu. Ticia sudah sangat tertarik. Pasalnya, sekolah barunya lebih megah dari sekolah dia sebelumnya. Ada banyak fasilitas yang sangat menunjang disekolah barunya itu.
Sebelum masuk ke dalam kelas yang telah ditentukan. Ticia datang terlebih dahulu ke ruang guru untuk melapor. Saat dia sedang berjalan menuju ruang guru, tanpa sengaja dia bertabrakan dengan seorang lelaki berkaca mata.
"Akh.. Maaf, aku nggak sengaja," ucapnya sembari membantu membereskan buku yang tersebar akibat tabrakan mereka.
"Nggak,,nggak apa-apa kok." ucap lelaki itu dengan gugup. Bahkan lelaki itu tidak berani menatap Ticia. Tanpa berkata lagi, lelaki itupun berlalu begitu saja. Dan Ticia menatap lelaki itu dengan aneh, sembari mengangkat bahunya sedikit.
"Apa gue begitu menakutkan ya?" gumam Ticia seorang diri sembari tersenyum kecut. Setelah itu dia kembali mencari-cari dimana letak ruang guru.
Tok tok tok
Ticia mengetuk pintu, setelah menemukan dimana ruang guru berada. "Maaf bu, pak, saya Leticia Putri Keinara," ucapnya.
"Oh, iya, murid baru itu kan?" sahut seorang guru, yang sepertinya adalah wali kelas dimana Ticia akan masuk.
"Iya bu,"
"Kenalin nama saya bu Vivi, wali kelas 10 PH 1, kelas kamu.." jelas bu Vivi selaku wali kelas.
Ticia menganggukan kepalanya pelan mendengar penjelasan wali kelasnya. Lalu bu Vivi menyuruh Ticia untuk masuk ke dalam kelas yang telah diberitahu sebelumnya.
"Dari sini lurus aja, nanti paling ujung belok aja ke kiri, kelas kedua.."
"Iya bu, makasih." Ticia pun meninggalkan ruang guru, dan menuju ke kelasnya.
Ticia adalah seorang remaja perempuan yang cuek. Karena saking cueknya, dia bahkan tidak gugup ketika berada ditempat baru. Ticia juga seorang yang ramah, dia juga tidak ragu untuk memberikan senyuman manisnya untuk teman-teman barunya di sekolah itu.
"Lo murid baru?" tanya seorang siswi bernama Indah, karena baru melihat Ticia hari ini.
"Iya," jawab Ticia sembari tersenyum, sambil terus melanjutkan langkahnya menuju kelasnya.
"Dimana kelas lo?"
"10 Perhotelan 1," jawab Ticia.
"10 PH 1? Kita sekelas dong?" seru Indah kegirangan. Itu pertama kalinya Indah melihat Ticia. Tapi dia merasa senang ketika mengetahui Ticia sekelas dengan dia.
"Kenalin, nama gue Indah!" Indah mengulurkan tangannya.
"Gue, Leticia, panggil aja Ticia!"
"Duduk bareng gue aja!" Indah menarik tangan Ticia, mengajaknya duduk sebangku dengan dia.
Ticia sempat kaget dengan tarikan Indah. Akan tetapi dia juga senang, karena tidak butuh waktu lama, dia untuk memiliki teman di sekolah barunya.
"Dia siapa In?" datang seorang siswi bertanya kepada Indah. Itu pertama kalinya juga dia melihat Ticia.
"Namanya Ticia, murid baru.."
"Oh jadi ini murid pindahan yang bilang bu Vivi di wa grup kemarin?"
"Kenalin gue, Anabella," Ticia sangat senang karena teman-teman barunya sangatlah ramah.
"Ticia." Ticia menjabat tangan Anabella yang terulur.
Setelah bel masuk berbunyi. Bu Vivi memperkenalkan Ticia kepada murid-murid di kelas itu. Respon teman-temannya sangatlah baik. Mereka menyambut baik perkenalan Ticia di depan kelas.
Meskipun begitu, ada beberapa siswa yang menggoda Ticia dengan meminta nomer telepon Ticia. Akan tetapi Ticia hanya tersenyum menanggapinya.
Ticia benar-benar sangat bahagia, karena teman-teman baru sangat baik. Tak butuh waktu lama, Ticia sudah memiliki beberapa teman.
****
Saat istirahat, Ticia ke kantin bersama Indah dan Anabella. Merekalah teman pertama Ticia di sekolah itu. Ketiga gadis remaja itu berjalan menuju kantin dengan bercanda satu sama lain.
Begitu sampai di kantin, mereka penasaran dengan keributan yang terjadi. Ternyata, keributan itu dikarenakan seorang siswa yang sedang melakukan tindakan pembullyan terhadap siswa lain.
"Nggak usah ikut campur! Udah biasa ini terjadi," ucap Anabella ketika Ticia hendak mendekati lelaki yang sedang ditindas oleh beberapa siswa itu.
"Terus nggak ada yang berani menegur mereka?" tanya Ticia semakin emosi. Indah dan Anabella hanya menggelengkan kepala mereka.
Kejadian seperti itu bukan pertama kalinya terjadi di sekolah itu. Akan tetapi tak seorang pun berani menegur beberapa siswa itu. Karena setiap ditegur, mereka akan selalu berdalih jika mereka hanya bercanda. Tapi candaan itu sudah sangat keterlaluan.
"Stop!! Kalian mikir nggak sih apa yang kalian lakuin ini keterlaluan!" seru Ticia yang tak tahan melihat seorang lelaki yang menjadi bahan candaan, juga terkadang dipukul.
"Lo siapa ikut campur?" tanya seorang siswi yang juga ikut melakukan pembullyan itu, dia juga mendorong Ticia.
"Gue emang bukan siapa-siapa, tapi setidaknya gue masih punya hati!" Ticia balik mendorong siswi itu hingga terjatuh.
"Brengs*k lo berani sama gue?" siswi bernama Tika itu tidak terima saat Ticia mendorongnya.
Ticia hanya tersenyum sinis, "Lo masih makan nasi kan?"
"Jadi ngapain gue harus takut sama lo!" jawab Ticia masih tersenyum sinis. Akan tetapi tindakan Ticia itu justru semakin membuat Tika marah.
Maka keributan antara Ticia dan Tika tidak bisa terhindarkan. Tika berusaha memukul Ticia. Tapi Ticia dengan gesit bisa menghindari pukulan Tika. Dan Tika juga berusaha menjambak rambut Ticia, akan tetapi Ticia dengan mudah menahan tangan Tika. Dan justru Ticia memlintir tangan Tika membuat Tika kesakitan.
"Akh... Sakit.. Lepasin!!" teriak Tika menahan sakit karena pelintiran Ticia.
"Cuma gitu aja nangis, sok-sokan membully orang!!" Ticia dengan kasar mendorong Tika sampai hampir terjatuh, beruntung salah seorang teman lelakinya bisa menangkapnya.
Ticia kemudian menarik lelaki berkaca mata yang sepertinya dia adalah lelaki yang bertabrakan dengan dia di depan ruang guru tadi pagi. Tanpa berkata apapun, Ticia menarik lelaki itu untuk ikut makan bersama dengan dia di dalam satu meja.
"Siapa sih dia tengil amat?" ucap Digta, salah seorang siswa yang melakukan pembullyan tadi.
"Gimana kalau kita kasih dia pelajaran?" tambahnya lagi dan hendak menghampiri Ticia. Akan tetapi, dia ditahan oleh Varen yang sedari tadi terus menatap Ticia dengan senang.
Varen Giovanni Narendra adalah pentolan dari geng yang suka membully di sekolah itu. Dia juga adalah seorang idola di sekolah karena bakatnya yang hebat di bidang olahraga basket. Dia menjadi pemain inti dalam tim basket sekolah itu.
Varen, begitu teman-temannya memanggilnya. Dia merasa tertarik dengan Ticia waktu pandangan pertama. Karena baru pertama kali dia melihat seorang wanita yang begitu berani.
"Cari tahu tentang dia, termasuk nomer telepon dan juga alamatnya!" ucap Varen. Teman-temannya terkejut dengan perintahnya, akan tetapi mereka tidak berani membantah apa kata Varen. Karena mereka tahu, emosi Varen tidak bisa ditebak.
"Makasih ya," ucap Nathan, lelaki berkaca mata yang tadi ditolong oleh Ticia.
"Iya, kenalin gue Ticia, murid baru.."
"Gue Nathan.."
"Gue salut sama lo, lo berani banget tadi.." Indah dan Anabella memuji keberanian Ticia yang dengan sangat berani membela seorang murid yang telah dibully.
Indah lalu memberitahu Ticia, jika mereka yang melakukan pembullyan itu adalah kakak kelas mereka. Selain suka membully, mereka juga suka melakukan penindasan kepada teman seangkatan mereka, atau adik kelas mereka.
Ticia lantas bertanya, kenapa tindakan seperti itu terus dibiarkan. Kenapa mereka tidak melapor kepada guru.
Nathan berkata, jika dia pernah melaporkan tindakan itu kepada pihak sekolah. Akan tetapi sebagai balasannya, Nathan dicegat oleh mereka sewaktu pulang sekolah. Makanya Nathan membiarkan dirinya dibully seenaknya oleh mereka.
"Kenapa nggak lo lawan mereka?" tanya Ticia yang semakin gemas dengan cerita teman-temannya.
"Mereka banyak je, gue nggak berani.." jawab Nathan.
"Ah, cemen lo!!" ledek Ticia sembari tersenyum kepada Nathan.
Mereka berempat saling ngobrol dengan bahagia. Itu pertama kalinya juga Nathan bisa ngobrol dengan leluasa. Biasanya dia merasa insecure, dan tidak berani bergabung dengan temannya yang lain.
Nathan satu tingkat diatas Ticia. Akan tetapi dia merasa senang saat ngobrol dengan Ticia. Mereka nyambung aja saat ngobrol.
"Kak Nathan kalau nggak punya teman, bisa kok gabung bareng kita!" ucap Indah dan disetujui oleh Anabella. Sudah sangat lama sebenarnya Indah dan Anabella merasa kasihan dengan Nathan.
"Tapi harus traktir!" sahut Ticia dengan tertawa. Ketika dia tertawa, tanpa sengaja dia menoleh dan beradu pandang dengan Varen.
Varen yang memang sedari tadi memandangi Ticia pun hanya tersenyum sedikit sembari mengedipkan matanya pelan. Sementara Ticia acuh saja, dan kembali bersendau gurau dengan teman-temannya.
Setelah kejadian di kantin tadi. Banyak siswa dan siswi yang mulai memperhatikan Ticia. Mereka salut dengan keberanian Ticia menghadapi geng brutal di sekolah mereka.
Banyak dari mereka yang ingin dekat dengan Ticia. Sebenarnya tujuan Ticia bukan untuk cari muka. Dia hanya tidak suka dengan tindakan semacam itu. Dan supaya hal seperti itu tidak terjadi lagi di sekolah itu. Sayang sekali jika itu terus berlanjut. Karena sekolah itu termasuk sekolah favorit dengan berbagai prestasi yang sudah diperoleh, baik di bidang akademis maupun non akademis.
"Hai," sapa Varen saat Ticia bersama Indah dan Anabella juga Nathan hendak keluar dari kantin.
"Lo murid baru ya? Kayak baru lihat," imbuh Varen.
"Hmm," jawab Ticia ketus. Dari awal dia sudah sangat marah dengan Varen dan teman-temannya atas tindakan perbullyan yang mereka lakukan.
"Kenalin gue Varen!" Varen mengulurkan tangannya.
Sementara Ticia hanya tersenyum dengan dipaksa, lalu menarik tangan Indah dan Anabella untuk segera berjalan meninggalkan kantin. Tak lupa dia juga mengajak Nathan untuk segera kembali ke kelas masing-masing.
Melihat Ticia yang cuek ke dia, Varen bukannya marah malah tersenyum kecil. Dengan tangan kirinya dia menjabat tangannya sendiri yang diabaikan oleh Ticia. Rasa penasaran Varen pun semakin tak tertahan. Dia menargetkan Ticia sebagai incarannya.
"Berani bener dia cuekin lo?" ucap Rafa salah satu teman Varen.
"Lagian lo kenapa sih deketin dia? Dia kan tadi udah permaluin kita," sahut Tika masih tidak terima dia dikalahkan oleh Ticia.
Varen hanya tersenyum lalu berjalan meninggalkan kantin. Dia sengaja mengikuti Ticia sampai di depan kelas Ticia. "Oh, disini kelasnya." gumamnya kembali tersenyum tipis.
Sementara setibanya di kelas, Anabella menjadi heboh karena tidak menyangka jika pria tertampan di sekolah mereka akan menyapa mereka duluan. Meskipun dia tahu, Ticia-lah yang diincar oleh Varen. Tapi tetep saja, Anabella merasa sangat bahagia.
"Kenapa lo cuekin kak Varen sih?" tanyanya dengan heboh.
"Gue nggak suka aja sama dia." jawab Ticia santai.
"Yaelah, lo beg* amat sih, dia itu cowok tertampan dan terkeren di sekolah kita.. Ya ampun gue masih nggak percaya bisa melihatnya dengan jarak yang begitu dekat.." Ticia hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat betapa lebay-nya temannya itu.
"Iya Cia, kenapa lo cuekin kak Varen? Semua siswi disini berharap bisa dekat dengan dia." celetuk Indah menyahut pembicaraan Anabella dengan Ticia.
Lagi lagi Ticia hanya menghela nafas mendengar protes dari kedua temannya. Apa hebatnya sih dia. Lagi pula Ticia tidak suka dengan Varen karena tindakannya sebelumnya. Meskipun sebenarnya yang melakukan itu semua adalah teman-temannya. Tapi tetap saja, Varen membiarkan teman-temannya menindas orang lain di depannya. Itu sama aja dengan dia juga melakukan penindasan itu.
"Udahlah, ngapain sih bahas dia terus?" protes Ticia karena kedua temannya itu terus aja berbicara tentang lelaki bernama lengkap Varen Giovanni Narendra itu.
Sementara itu di kelas 11 Tata Boga 2, Varen duduk disamping Nathan sembari bertanya tentang siapa gadis yang menolongnya di kantin tadi. Dengan takut-takut Nathan menjawab jika dia adalah murid pindahan dari kota M.
"Namanya siapa?" tanya Varen.
"Ti..Ticia.." jawabnya takut-takut.
"Ngapain lo gemeter gitu?" Varen geli dengan apa yang terjadi dengan Nathan. Sementara Nathan hanya menggelengkan kepalanya. Dia berusaha untuk bersikap biasa, tapi tak dipungkiri dia merasa sangat takut dengan Varen.
"Lo tahu nomer teleponnya nggak?" Dengan takut-takut Nathan menggelengkan kepalanya.
"Serius?"
"I..Iya.. Gue juga baru kenal dia tadi," jawab Nathan dengan gemetar.
"Kalau boleh, mintain nomer dia ya! Sekalian sama alamat rumahnya!" ucap Varen sebelum beranjak dan kembali ke tempat duduknya.
Baru pertama kali ini Varen merasa sangat penasaran dengan seorang wanita yang baru aja dia temui. Sikap itu tidak seperti sikap Varen yang biasanya cuek. Bahkan teman-temannya pun merasa aneh dengan sikap Varen.
"Lo penasaran beneran sama tuh cewek?" tanya Digta.
Varen tersenyum kecil dan mengangkat alisnya. "Kalau bisa bantuin gue dapetin nomer telepon dia ya!" pinta Varen.
"Boleh sih," Digta masih melongo dengan apa yang terjadi pada temannya itu.
Sementara di sisi lain, Tika merasa sangat tidak senang. Dia selama ini berusaha buat deketin Varen. Tapi Varen malah lebih tertarik dengan murid baru itu.
Akan tetapi amarah itu mulai mereda saat Varen menanyakan kepadanya tentang tangannya yang sakit akibat perkelahiannya dengan Ticia tadi. "Udah membaik kok," jawab Tika sambil menggerakan tangannya.
"Oh yaudah,"
Varen dan Tika duduk satu meja. Mereka sudah dekat sejak dari SMP. Banyak yang mengira jika mereka adalah sepasang kekasih karena kedekatan itu. Faktanya, Varen bahkan sama sekali tidak memiliki perasaan kepada Tika. Dia hanya menganggap Tika sebagai teman, sama seperti yang lain.
Tin tin Ticia kaget dengan suara klakson di belakangnya. Dan begitu dia menoleh, dia mendapati Varen tersenyum dibelakangnya dengan menaiki motor sportnya.
"Gue anter yuk!" ucap Varen menawarkan diri.
"Makasih," jawab Ticia masih dengan ketus.
Tak lama Anabella menghentikan motornya di depan Ticia yang sepertinya sedang menunggu jemputan. "Lo yakin mau pulang sendiri? Nggak mau bareng kita aja, bertiga gitu?" tanya Anabella yang tidak tega membiarkan temannya pulang sendirian.
"Enggak, gue nungguin sopir kok, bentar lagi juga sampai," jawab Ticia. Padahal Ticia juga ragu kapan sopirnya akan tiba. Karena berkali-kali dia menelepon tapi tidak dijawab oleh sopirnya.
"Yakin? Ini sekolah juga udah mau sepi loh?" sahut Indah juga tidak tega.
"Iya nggak apa, buruan pulang sana! Gue nggak apa kok," jawab Ticia lagi. Lali kemudian kedua teman barunya itu meninggalkan Ticia sendiri di depan sekolah. Eh, tidak sendiri deng. Karena di belakang Ticia ada Varen yang masih menunggunya.
Ticia merasakan jika Varen di belakangnya terus menatapnya. Makanya Ticia tidak berani menengok ke belakang. Berkali-kali Ticia mencoba menelepon tapi sopir-nya masih saja tidak menjawab, dan bahkan terakhir handphone-nya malah tidak bisa dihubungi.
Mana sekolah sudah mulai sepi lagi. Ticia tidak tahu harus gimana. Dia baru di kota itu, jadi belum tahu harus naik bus atau angkot nomer berapa yang bisa sampai ke rumahnya. Hari juga mulai menjelang sore.
"Kenapa?" tanya Varen dengan lembut, saat dia melihat Ticia yang mulai kebingungan.
"Nggak apa-apa." Ticia masih saja cuek dan sedikit ketus kepada Varen.
"Gue anterin aja yuk! Tenang, gue nggak minta bayaran kok." ucap Varen sedikit melawak. Tapi candaan itu juga tidak mempan untuk Ticia.
Tak lama kemudian, seorang siswa masih ada di sekolah. Dia keluar menggunakan motor matic, dan hendak pulang. Siswa itu ternyata adalah Nathan.
Seperti mendapat hadiah, Ticia yang melihat Nathan keluar dari sekolah, mencoba menghentikannya. Dengan suara keras, Ticia memanggil Nathan yang memang sering pulang akhir.
"Kak Nathan!!" seru Ticia menghentikan laju motor matic Nathan.
"Ticia??" Nathan pun menghentikan laju motornya. Ticia dengan antusias mulai mendekat ke Nathan.
"Gue nebeng ya? Sopir gue belum dateng dari tadi, please!!" Ticia memohon dengan imut kepada Nathan. Dan tentunya dengan senang hati Nathan mengiyakan permohonan Ticia. Akan tetapi, ketika dia melihat ke belakang Ticia, dia mulai berubah pikiran. Karena Varen menatapnya dengan tajam.
"Eh,, sorry Cia, gue lupa, gue harus jemput adik gue. Maaf ya gue nggak bisa nganterin lo," ucap Nathan dengan sedikit panik. Gimana tidak, Varen terus saja menatapnya dengan melotot.
"Oh, yaudah.." Ticia hanya bisa menelan kekecawaannya. Tadinya dia senang, karena akhirnya ada yang akan mengantarnya pulang. Tapi ternyata, ya sudahlah.
Melihat Nathan yang buru-buru pergi, Varen pun tersenyum penuh arti.
"Kenapa nggak mau gue anter aja sih? Gue nggak gigit kok," ucap Varen lagi ketika melihat Ticia kembali manyun.
"Nggak perlu, kasih tahu aja kalau mau ke Perum Puri Mawar, naiknya angkot nomer berapa?" tanpa sengaja Ticia memberitahu Varen dimana dia tinggal.
"Angkot nomer 9, tapi kalau jam-jam segini udah nggak lewat sih, ada sih yang lewat tapi lama banget nunggunya." jawab Varen.
"Udah gue anterin aja! Rumah gue searah kok sama Perum Puri Mawar," Varen masih bersikeras menawarkan diri untuk mengantar Ticia.
Awalnya Ticia menolak, tapi karena hari sudah mulai sore akhirnya dia mau diantar pulang oleh Varen. Lagipula dia juga kasihan, dari tadi Varen menemaninya di depan sekolah.
"Nggak pakai helm nggak apa-apa nih?" tanya Ticia ketika naik ke motor Varen.
"Nggak apa-apa. Kalau gue tahu bakal nganterin cewek cantik, gue bakal bawa helm dua tadi." ucap Varen ngegombal.
"Apaan sih," Ticia tersenyum tipis mendengar gombalan Varen.
Sekitar dua puluh menitan Varen sampai di depan rumah Ticia. "Makasih ya kak," ucap Ticia saat turun dari motor.
"Nggak mau mampir dulu?" Karena Varen sudah baik kepadanya. Ticia menawarkan supaya Varen turun dan mampir dulu ke rumahnya.
"Boleh?" Ticia menganggukan kepalanya.
"Kapan-kapan aja, udah sore soalnya. Kalau gitu gue pulang dulu ya, oh, iya jangan lupa, nama gue Varen."
"Iya, makasih udah mau nganterin pulang,"
"Gue juga bersedia kok jemput lo ke sekolah besok,"
"Nggak perlu, pokoknya makasih udah mau anterin pulang." Ticia bukan tipe wanita yang mudah deket dengan lawan jenis. Karena Ticia juga sudah punya pacar di kota M. Tepatnya bukan pacar sih, melainkan temen deket.
****
Seminggu sudah berlalu, Ticia mulai mendapat banyak teman. Dan dia juga semakin dekat dengan Nathan. Sedangkan Varen berkali-kali mendekatinya tapi selalu dicuekin oleh Ticia. Bahkan sering juga datang ke rumahnya, tapi Ticia hanya menemuinya sebentar, setelah itu dia akan beralasan ini kek itu kek, pokoknya supaya tidak berlama-lama dengan Varen.
"Nih buat lo," Nathan memberi sebuah bingkisan kecil untuk Ticia.
"Ini apa kak?" tanya Ticia terkejut.
"Buka aja sendiri, itu dari Varen."
"Ha?? Varen??" Ticia semakin terkejut. Lalu tanpa mau membukanya, Ticia mengembalikan bingkisan itu kepada Nathan supaya dikembalikan kepadan Varen.
"Lo kembaliin sendiri aja, gue takut.." jawab Nathan sudah gemetar aja.
Ticia memutar bopa matanya, setelah menghela nafas panjang, dia berdiri dan keluar dari kelasnya dengan menarik tangan Nathan. Ticia berjalan menuju kelas Nathan, dimana itu juga adalah kelasnya Varen.
Ticia menyodorkan bingkisan kecil berbentuk kotak itu kepada Varen. "Maaf kak, gue nggak bisa terima ini. Mending kakak kasih ke orang lain aja!!" ucap Ticia dengan sedikit kesal. Bukan karena dia sok, tapi dia tidak mau Varen terus-terusan mengganggunya.
"Gue maunya kasih itu ke lo," jawab Varen dengan santai.
"Tapi gue nggak mau."
"Belagu amat sih lo!!" seru Tika yang memang sudah tidak menyukai Ticia, apalagi saat Varen selalu berusaha mendekati Ticia.
"Udah bagus dikasih malah nggak mau!" lanjut Tika dengan sewot.
"Oh, jadi lo mau? Ambil nih!" Ticia melempar bingkisan itu pelan kepada Tika yang duduk di samping Varen. Setelah itu dengan tegas dia keluar dari kelas itu tanpa menoleh.
Varen hanya menatap Nathan, Nathan sudah ketakutan sendiri. "Di..Dia nggak mau, gue..gue udah kasih ke dia tadi." ucap Nathan takut jikalau Varen akan menyalahkannya.
"Kenapa dia nggak mau?"
"Ka..karena dia u..udah punya pacar kayaknya. Gue sering denger dia teleponan dengan cowok."
"Anak mana?"
"Ka.ka..kalau nggak salah, temen di sekolahnya yang dulu.." Wajah Varen mulai berubah menjadi dingin mendengar penjelasan Nathan.
"Pantas saja dia selalu tidak suka setiap kali gue ke rumahnya.." ucap Varen dalam hati. Varen kesal, tapi dia berusaha untuk menahannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!